Pengertian Tindak Pidana Penipuan
Tuesday, 18 April 2017
SUDUT HUKUM | Berdasarkan teori dalam hukum pidana mengenai penipuan, terdapat 2 (dua) sudut pandang yang harus diperhatikan, yakni menurut pengerian Kamus Besar Bahasa Indonesia dan menurut pengertian yuridis, penjelasannya adalah sebagai berikut:
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
Disebutkan bahwa tipu berarti kecoh, daya cara, perbuatan, atau perkataan yang tidak jujur (bohong, palsu, dan sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali, atau mencari untung. Penipuan merupakan proses, perbuatan, cara menipu, perkara menipu (mengoceh). Dengan demikian, berarti yang terlibat dalam penipuan adalah 2 (dua) pihak, yaitu orang yang menipu disebut dengan penipu dan orang yang tetipu. Jadi, penipuan dapat diartikan sebagai suatu perbuatan atau membuat, perkataan seseorang yang tidak jujur atau bohong dengan maksud untuk menyesuaikan atau mengakali orang lain untuk kepentingan dirinya atau kelompok.
Menurut Pengertian Yuridis
Pengertian tindak pidana penipuan dengan melihat dari segi hukum sampai saat ini belum ditemukan, kecuali pengertian yang sudah dirumuskan di dalam KUHP. Rumusan penipuan dalam KUHP bukanlah suatu definisi melainkan hanyalah untuk menetapkan unsur-unsur suatu perbuatan sehingga dapat dikatakan sebagai penipuan dan pelakunya dapat dipidana.
Penipuan menurut Pasal 378 KUHP dirumuskan sebagai berikut:
Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, membujuk orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang atau menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama empat tahun”
Pidana bagi tindak pidana penipuan adalah pidana penjara paling lama empat tahun tanpa alternative denda. Delik penipuan dipandang lebih berat daripada delik penggelapan karena pada delik penggelapan ada alternative denda. Penuntut umum oleh karena itu menyusun dakwaan primair dan dakwaan subsidair kedua pasal ini harus mencantumkan tindak pidana penipuan pada dakwaan primair, sedangkan dakwaan subsidair adalah penggelapan. Cleiren menyatakan bahwa tindak pidana penipuan adalah tindak pidana dengan adanya akibat (gevolgsdelicten) dan tindak pidana berbuat (gedragsdelicten) atau delik komisi.