Kewenangan Pemerintah dalam penetuan awal Ramadhan
Monday, 1 May 2017
SUDUT HUKUM | Segala macam khilaf dalam penetuan awal Ramadhan tidak akan pernah ada jalan keluarnya, selama tidak ada satu pihak yang diakui bersama dan ditaati. Dalam sejarah Islam, pihak itu adalah as-Sultan, yaitu penguasa.
Salah satu tugas penguasa adalah menjadi penengah dan berwenang menetapkan jatuhnya awal Ramadhan. Meski ada sekian banyak kajian dan perselisihan para di dalamnya, namun kata akhir kembali kepada penguasa.
Di zaman Rasulullah SAW, meski ada orang yang melihat hilal, tetapi dia tidak boleh menjadi penentu keputusan atas ketetapan awal Ramadhan. Dia harus melapor kepada Rasulullah SAW, lalu beliau SAW yang nanti akan memproses kesimpulannya.
Ketuk palu ada di tangan Rasulullah SAW, dalam kapasitas beliau sebagai penguasa yang sah. Seperti itulah dahulu dicontohkan oleh shahabat Nabi SAW saat melihat hilal. Dia mendatangi Rasulullah SAW dalam kedudukannya sebagai penguasa yang sah dan memberi kabar.
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahuanhu bahwa orangorang mencari-cari hilal. Aku memberitahukan Nabi SAW bahwa diriku telah melihatnya, maka beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang untuk berpuasa. (HR. Abu Daud dan Al-Hakim)
Demikian juga hal yang dilakukan oleh seorang a’rabi yang melihat hilal dari tengah padang pasir. Dia segera mendatangi Nabi SAW dan melaporkan apa yang dilihatnya.
Seorang a’rabi datang kepada Nabi SAW dan melapor, “Aku telah melihat hilal”. Rasulullah SAW bertanya,”Apakah kamu bersaksi bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan-Nya?”. Dia menjawab,”Ya”. Beliau berkata,”Bilal, umumkan kepada orang-orang untuk mulai berpuasa besok”. (HR. Tirmizy dan An-Nasa’i)
Demikian juga di masa-masa berikutnya. Semua orang yang merasa melihat hilal Ramadhan, berkewajiban melapor kepada Amirul Mukminin. Lalu Amirul Mukminin yang akan mengumumkan kapan jatuhnya tanggal 1 Ramadhan. Boleh jadi sebuah laporan diterima dan boleh jadi ditolak dengan berbagai pertimbangan.
Dan itulah yang telah terjadi selama kurun 14 abad ini. Umat Islam di seluruh dunia selalu mengacu kepada penguasa tatkala memulai awal Ramadhan. Mereka tidak memulai puasa sendiri-sendiri atau berdasarkan kelompok kecil-kecil.
Ketika tanah Islam mulai dirampas oleh para penjajah kafir dan dikoyak-koyak laksana kain perca, maka persatuan umat Islam terbelah. Runtuhnya persatuan umat ini ternyata juga berdampak kepada kekompakan memulai awal Ramadhan dan juga Hari Idul Fithr.
Ketika umat Islam terpisah-pisah dalam bentuk negaraSeri negara kecil yang lemah dan miskin, penduduknya pun saling melepaskan ikatan dengan penguasa negeri lain. Maka mulailah umat Islam di Mesir berpuasa menurut penguasa Mesir. Umat Islam di Saudi berpuasa menurut ketentuan dari pemerintahnya sendiri. Dan masing-masing penguasa berjalan sendiri-sendiri, tidak saling bertemu dan memecahkan masalah bersama.
Tapi yang paling parah justru terjadi di Indonesia. Negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia ini, selalu saja penduduknya berbeda pendapat dalam masalah awal hari Ramadhan. Ini bukan fenomena yang baru, tetapi sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu bahkan sejak masa kemerdekaan dulu. Pasalnya, tidak semua rakyat muslim Indonesia menghormati pimpinannya, yang dalam hal ini adalah Departemen Agama RI.
Apalagi ketika kedudukan Departemen ini semakin rendah di mata umat, entah karena korupsinya atau sekuler dan liberalnya, maka kepercayaan mereka semakin pudar. Sehingga institusi yang seharusnya menjadi pimpinan umat Islam yang sah ini, justru malah dipertanyakan umat. Umat kurang taat kepada penguasanya yang dianggap tidak becus dan tidak punya itikad baik.
Sidang-sidang itsbat yang digelar di Departemen Agama RI tiap tahun, tidak pernah sepi dari perwakilan ormasormas Islam. Tetapi lucunya, setiap ormas yang datang, di tangan mereka sudah ada keputusan pasti tentang awal Ramadhan secara internal di kalangan masing-masing. Jadi sidang itsbat itu tidak lain hanya sebuah sandiwara belaka. Sama sekali tidak terjadi apa yang kita sebut ijtihad jama'i, karena mereka masing-masing datang sudah dengan keputusan final secara internal.