Dampak Disparitas Pidana Dengan Anak Sebagai Pelakunya
Wednesday, 28 June 2017
Menurut Anderson terdapat beberapa dampak kebijakan putusan hakim yaitu:
- Orientasi pada maksud dan tujuan
Kedudukan anak yang berhadapan dengan hukum selalu dinilai negatif oleh masyarakat dapat mempengaruhi perkembangan jiwa anak, karena anak yang berhadapan dengan hukum sendiri juga merupakan korban lingkungan, korban penelantaran dan korban ekonomi sehingga kedudukan anak yang berhadapan dengan hukum tidak hanya dinilai sebagai anak yang bermasalah.
Anak-anak akan berhadapan dengan hukum ini juga telah kehilangan hak-haknya yang tercantum dalam berbagai undang-undang, baik sebelum mereka melakukan tindak pidana dan bahkan setelah mereka melakukan tindak pidana dan ditangani oleh aparat, hak-hak mereka malah semakin terampas. Oleh karena itu, aparat diharapkan untuk mengaplikasikan pilihan penanganan kasus anak yang berhadapan dengan hukum yaitu diskresi, diversi dan keadilan restoratif.
Pilihan penanganan ini dinilai lebih efektif dalam mencapai tujuan pemidanaan anak, yaitu membina anak untuk berubah menjadi lebih baik. Hal ini dikarenakan bahwa di dalam undang-undang pun disebutkan bahwa pengadilan merupakan pilihan terakhir dalam pemidanaan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum. Artinya, selama anak yang berhadapan dengan hukum masih bisa dibimbing, dibina dan dapat memperbaiki karakternya di luar penjara, maka hal tersebut akan sangat menguntungkan bagi anak yang berhadapan dengan hukum dan secara tidak langsung juga menguntungkan negara. Hal ini karena akan semakin sedikit anak-anak nakal yang dididik di dalam penjara yang dikhawatirkan justru akan dapat menjadi seorang kriminal sejati saat mereka keluar dari penjara.
- Pola tindakan yang dilakukan oleh Hakim
Pemenuhan kepentingan terbaik bagi anak yang sedang berhadapan dengan hukum, diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Sekalipun upaya pemenuhan kepentingan terbaik bagi anak dalam undang-undang sistem peradilan pidana anak hanya diatur secara eksplisit, namun hal ini seharusnya tidak menutup semangat upaya pemenuhannya oleh aparat penegak hukum, mengingat kedudukan dan posisi anak yang berbeda dengan orang dewasa.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak untuk pola penyelesaian perkara pidana dengan anak sebagai pelakunya dengan menerapkan keadilan restoratif. Penerapan keadilan restoratif ini juga terlihat dari Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Sistem Pemasyarakatan bertujuan untuk mengembalikan Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai warga yang baik dan untuk melindungi masyarakat terhadap kemungkinan diulanginya tindak pidana oleh warga binaan serta merupakan penerapan dan bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
- Kebijakan Hakim melalui putusannya adalah demi kepentingan terbaik anak
Kebijakan pemerintah terhadap masalah anak sudah terwujud sejak lama dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak sampai dengan keluarnya Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dijelaskan secara umum bahwa suatu upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun.
Bertitik tolak dari konsepsi perlindungan anak yang utuh, menyeluruh, dan komprehensif termasuk pula terkait dengan anak yang berhadapan dengan hukum sebagai akibat anak yang bermasalah dengan hukum, undang-undang ini meletakkan kewajiban memberikan perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas nondiskriminasi, kepentingan yang terbaik bagi anak, hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak. Sementara itu, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan perwujudan atau penampungan dari kaidah hukum Konvensi Hak Anak mengenai peradilan khusus untuk anak-anak yang bermasalah dengan hukum (children in conflict with law). Undang-undang tersebut mengatur tentang hukum pidana anak yang secara umum diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
Undang-undang ini juga mengatur tentang perlindungan hak-hak anak yang menjadi tersangka dalam tindak pidana karena peradilan pidana untuk anak bukanlah semata sebagai penghukum tetapi untuk perbaikan kondisi, pemeliharaan dan perlindungan anak serta mencegah pengulangan tindakan dengan menggunakan pengadilan yang konstruktif. Oleh karena itu, Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada anak sebagai pelaku tindak pidana adalah semata-mata demi kebaikan masa depan anak dengan tetap memperhatikan hak-hak anak.