-->

Syarat Sahnya Perjanjian Asuransi Jiwa

SUDUT HUKUM | Asuransi atau pertanggungan merupakan suatu perjajian antara pihak penanggung dengan pihak tertangggung. Oleh karena itu syarat untuk sahnya perjanjian asuransi atau pertanggungan berlaku syarat umum yang ditetapkan pada Pasal 1320 KUHPer bahwa setiap perjanjian berlaku sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
  • Kesepakatan mereka yang mengikat diri

Ada kesepakatan mereka yang mengikat dirinya, menghendaki persetujuan kehendak atau kesepakatan seia sekata antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian yang dibuat. Pokok perjanjian itu berupa objek perjanjian dan syarat-syarat perjanjian. Apakah yang dikehendaki oleh pihak yang satu juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu secara timbal balik. Persetujuan kehendak itu sifatnya bebas, artinya betul-betul atas kemauan pihak-pihak, tidak ada paksaan sama sekali dari pihak manapun.

Syarat Sahnya Perjanjian Asuransi Jiwa

  • Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

Ada kecakapan untuk membuat suatu perikatan, dalam melakukan perjanjian para pihak harus wenang melakukan perbuatan hukum. Artinya bahwa mempunyai kewenangaan untuk melakukan perbuatan yang mempunyai akibat hukum dan berwenang melakukan proses di depan pengadilan.
  • Suatu pokok persoalan tertentu

Baca Juga

Dalam perjanjian harus ada suatu hal tertentu yang menjadi pokok perjanjian, prestasi yang wajib dipenuhi dalam perjanjian, merupakan objek perjanjian. Prestasi itu harus tertentu atau sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Kejelasan mengenai pokok persoalan tertentu dimaksudkan untuk memungkinkan pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak.
  • Suatu sebab yang halal

Suatu perjanjian itu harus mempunyai sebab yang diperkenankan atau diperbolehkan. Persetujuan tanpa sebab atau tidak diperbolehkan adalah tidak sah. Suatu perjanjian itu harus mempunyai sebab yang diperkenankan atau diperbolehkan. Persetujuan tanpa sebab atau tidak diperbolehkan adalah tidak sah, yang dimaksud dengan klausula yang halal dalam Pasal 1320 KUHPer adalah ‘isi perjanjian itu sendiri’ yang menggambarkan tujuan yang akan dicapai oleh pihak-pihak.

Isi dari perjanjian itu tidak bertentangan dengan undang-undang maupun kesusilaan. Syarat pertama dan kedua disebut syarat-syarat subjektif, karena mengenai orang-orangnya atau subjeknya yang mengadakan perjanjian sedangkan syarat ketiga dan keempat disebut syarat-syarat objektif karena mengenai perjanjian sendiri atau objek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari keempat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subjektif) maupun batal demi hukum (dalam tidak terpenuhinya unsur objektif), dengan pengertian bahwa perikatan yang lahir dari perjanjian tersebut tidak dapat dipaksakan pelaksanaannya.

Disamping adanya syarat umum yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUHPer, perjanjian asuransi/pertanggungan juga harus memenuhi ketentuan dalam Buku I Bab IX KUHD yaitu:

1. Syarat Indemnitas
Syarat indemnitas adalah syarat utama dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan karena merupakan syarat yang mendasar yaitu adanya keseimbangan antara ganti keruguian yang dibayarkan oleh penanggung dengan kerugian yang diderita oleh pihak tertanggung yang merupakan tujuan dari asuransi itu sendiri yaitu harus ditujukan kepada ganti kerugian yang tidak boleh diarahkan bahwa pihak tertanggung karena pembayaran ganti kerugian akan menduduki posisi yang lebih menguntungkan, yang ingin dicapai oleh syarat indemnitas ini adalah keseimbangan antara resiko yang dialihkan kepada penanggung dengan kerugianyang diderita oleh tertanggung sebagai akibat dari terjadinya peristiwa yang tidak tertentu. Jadi harus ada hubungan yang berkesinambungan antara kepentingan dengan syarat indemnitas. 

2. Syarat kepentingan
Setiap pihak yang mengadakan perjanjian asuransi/pertanggungan harus mempunyai kepentingan, maksudnya pihak tertanggung mempunyai keterlibatatan sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa yang belum tentu yang bersangkutan menjadi mederita kerugian. Kepentingan diatur dalam Pasal 250 KUHD, yang menyatakan bahwa apabila seseorang telah mengadakan perjanjian pertanggungan untuk diri sendiri atau untuknya telah diadakan pertanggungan. Jika dia tidak mempunyai kepentingan, penangung tidak berkewajiban untuk menggantikan kerugian. Pasal 286 KUHD, menyatakan bahwa pertanggungan dapat mengenai segala macam kepentingan yang dapat dinilai dengan uang, dapat diancam oleh suatu bahaya dan tidakikecualikan oleh undang-undang. Jadi berdasarkan uraian tersebut kepetingan harus ada pada tiap-tiap pertanggungan, jika tidak ada kepentingan maka penanggung akan bebas dari kewajiban membayar ganti rugi atau pertanggungan menjadi batal

3. Syarat kejujuran sempurna
Syarat ini merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam perjanjian. Oleh pihak-pihak yang mengadakan perjanjian, khusus mengenai itikad baik dalam perjanjian asuransi atau pertanggungan dalam Pasal 251 KUHD, yang menyatakan bahwa: ‘setiap keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun setiap tidak memberitahukan hal-hal yang diketahui oleh si tertanggung, berapa pun itikad baik ada padanya, yang demikian sifatnya sehingga seandainya si penanggung telah mengetahui keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan ditutup dengan syarat-syarat yang sama yang mengakibatkan batalnya perjanjian’.

Itikad baik ini maksudnya masing-masing pihak dalam perjanjian mempunyai kewajiban untuk memberikan keterangan atau informasi yang selengkap-lengkapnya mengenai fakta-fakta yang sudah diketahui oleh para pihak (terutama calon penanggung) ini akan dapat mempengaruhi keputusan pihak lain untuk memasuki perjanjian atau tidak, baik keterangan itu diminta maupun tidak.

4. Syarat subrogasi bagi penanggung
Syarat subrogasi bagi penanggung merupakan konsekuensi dari syarat indemnitas karena mengingat tujuan dari perjanjian asuransi atau pertanggungan adalah untuk memberikan ganti kerugian, apabila peristiwa yang tidak diharapkan itu terjadi dalam perjanjian asuransi/pertanggungan, maka tertanggung dapat menuntut penggantian kerugian dari dua sumber. Sumber pertama dari penanggung dan sumber kedua dari pihak ketiga yang telah menyebabkan kerugian itu.

Penggantian kerugian dari dua sumber ini jelas bertentangan dengan asas indemnitas. Tidak adil jika tertanggung karena dengan terjadinya suatu peristiwa yang tidak diharapkan menjadi diuntungkan artinya, tertanggung disamping sudah mendapat ganti rugi dari penanggung masih memperoleh pembayaran lagi dari pihak ketiga, Sebaliknya apabila pihak ketiga juga membebaskan begitu saja dari perbuatannya yang telah menyebabkan kerugian bagi tertanggung, sangatlah tidak adil.

Untuk mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan tersebut, undang-undang mengatur yaitu dalam Pasal 284 KUHD yang merumuskan bahwa:
Seorang penanggung yang telah membayar kerugian suatu barang yang dipertanggungkan, menggantikan si tertanggung dalam segala hak yang terhadap orang-orang ketiga berhubungan dengan penerbitan kerugian tersebut, dan si tertanggung itu adalah bertanggung jawab untuk setiap perbuatan yang dapat merugikan hak si penanggung terhadap orang-orang ketiga.
Syarat subrogasi hanya dapat ditegakkan apabila memenuhi syarat-syarat atau faktor-faktor sebagai berikut:
  1. Tertanggung mempunyai hak-hak terhadap penanggung dan juga mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga.
  2. Adanya hak tersebut karena timbulnya kerugian sebagai akibat dari perbuatan pihak ketiga.

Setelah pembayaran ganti rugi atas harta benda yang dipertanggungkan, penanggungan menggantikan tertanggung dalam segala hak yang diperolehnya terhadap pihak ketiga sehubungan dengan kerugian tersebut. Hak subrogasi ada pada penanggung untuk menuntut pihak ketiga.

Secara luas, seseorang yang mempunyai hak berarti mempunyai kepentingan atas terlaksananya hak. Prinsip ‘kepentingan yang diasuransikan’ merupakan dasar struktur asuransi. Prinsip tersebut berlaku dalam setiap hal kecuali apabila seseorang mempertanggungkan jiwanya sendiri, ia tidak akan memenuhi persyaratan kepentingan yang dapat diasuransikan sebab pada waktu uang pertanggungan dibayarkan, ia sangat mungkin telah meninggal dunia. 

Dengan demikian disamping mengandung unsur proteksi (perlindungan), asuransi jiwa juga mengandung unsur tabungan. Apabila tertanggung masih hidup hingga akhir masa pertanggungan, tertanggung sendiri yang menerima kembali premi yang telah dibayarkannya.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel