Syarat-syarat Polis Asuransi
Friday, 8 September 2017
SUDUT HUKUM | Undang-undang menentukan bahwa untuk setiap polis harus memenuhi syarat-syarat minimal sebagaimana diatur dalam Pasal 256 KUHD sebagai syarat umum. Disamping syarat-syarat umum, setiap jenis polis sesuai dengan jenis asuransi masih harus ditambah syarat-syarat khusus juga.
Pasal 256 KUHD menentukan bahwa untuk setiap polis kecuali yang mengenai suatu pertanggungan jiwa harus menyatakan:
- Hari ditutupnya pertanggungan maksudnya suatu saat yang penting sebagai waktu atau momentum terjadinya kata sepakat diantara para pihak, secara formal dianggap sebagai sahnya suatu perjanjian.
- Nama orang yang menutup pertanggungan atas tangungan sendiri atau atas tertanggung orang ketiga artinya dengan segera dapat diketahui dengan jelas siapa yang mengadakan perjanjian asuransi, apakah tertanggung langsung atau memalui perantara.
- Suatu uraian yang cukup jelas mengenai barang yang yang menjadi objek perjanjian, terhadap bahaya apa barang itu dipertanggungkan. Dengan rinci perlu diberikan semua penjelasan baik yang diketahui maupun yang tidak diketahui mengenai setiap objek perjanjian asuransi dengan kejujuran yang sempurna.
- Jumlah uang untuk berapa diadakan pertanggungan ialah suatu jumlah tertentu yang disebutkan yang menunjukkan suatu nilai untuk berapa barang termasuk dipertanggungkan.
- Bahaya-bahaya yang dipertanggungkan oleh si penanggung dalam hal ini ditentukan dengan tegas untuk bahaya apa barang termasuk dipertanggungkan.
- Saat pada mana bahaya mulai berlakunya untuk tanggungan si penanggung dan saat berakhirnya itu. Ketentuan ini secara tegas sejak kapan dan sampai batas waktu penanggung harus bertanggung jawab atas perjanjian yang telah disepakati oleh kedua belah pihak.
- Premi pertanggungan tersebut dan mengenai premi ini secara terperinci dijelaskan atas jumlah berapa saja tertanggung harus membayar kepada tertanggung.
- Pada umumnya semua keadaan yang kiranya penting bagi si penanggung untuk diketahuinya, dan segala syarat yang diperjanjikan antara pihak.
Polis tersebut harus ditanda-tangani oleh tiap-tiap penanggung. Dalam hal ini memberikan kesempatan kepada pihak untuk mengatur sendiri hal- hal apa saja yang kiranya oleh mereka dianggap penting untuk diatur. Pada dasarnya syarat-syarat tersebut adalah berfungsi sebagai ketentuan umum, terkadang dianggap belum cukup. Maka timbul syarat khusus untuk memenuhi kebutuhan masing-masing pihak yang melakukan perjanjian. Dengan berkembangnya berbagai jenis risiko yang dapat timbul serta karena kebutuhan proteksi yang makin luas, maka syarat khusus ini makin menjadi suatu kebutuhan dan makin banyak digunakan oleh perusahaan asuransi.
Pada umumnya syarat-syarat tambahan atau khusus itu dibagi dalam dua jenis yaitu:
- Syarat-syarat yang bersifat larangan yaitu syarat-syarat dimana dinyatakan bahwa pihak tertanggung dilarang melakukan suatu perbuatan tertentu dengan ancaman bilamana larangan tersebut dilanggar oleh tertanggung maka perjanjian menjadi batal.
- Syarat-syarat lain yaitu semua syarat-syarat yang tidak mengandung ancaman-ancaman batalnya perjanjian pertanggungan syarat untuk melanjutkan pertanggungan dan sebagainya.