Objek Gratifikasi
Wednesday, 18 October 2017
SUDUT HUKUM | Dilihat dari penjelasan Pasal 12B Undang-undang No. 20 Tahun 2001, maka disebutkan objek gratifikasi adalah: pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan gratis , dan fasilitas lainnya. Gratifikasi tersebut baik yang diterima di dalam maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik.
Selain itu terdapat juga kasus-kasus yang dapat digolongkan sebagai gratifikasi yaitu:
- Pembiayaan kunjungan kerja lembaga legislatif karena hal ini dapat mempengaruhi legislasi dan implementasinya oleh eksekutif.
- Cinderamata bagi guru (PNS) setelah pembagian rapor/ kelulusan.Pungutan liar di jalan raya dan tidak disertai tanda bukti dengan tujuan sumbangan tidak jelas, oknum yang terlibat bisa jadi dari petugas kepolisian (polisi lalu lintas), retribusi (dinas pendapatan daerah), LLAJR dan masyarakat (preman). Apabila kasus ini terjadi KPK menyarankan pelaporan yang dipublikasikan ke media massa dan penindakan tegas pada pelaku.
- Uang restribusi masuk pelabuhan tanpa tiket yang dilakukan oleh Instansi Pelabuhan, Dinas Perhubungan, dan Dinas Pendapatan Daerah.
- Parsel ponsel canggih keluaran terbaru dari pengusaha ke pejabat.
- Perjalanan wisata bagi Bupati menjelang akhir jabatan
- Pembangunan tempat ibadah di kantor pemerintah (karena biasanya sudah tersedia anggaran untuk pembangunan tempat ibadah dimana anggaran tersebut harus dipergunakan sesuai dengan pos anggaran dan keperluan tambahan dana dapat menggunakan kotak amal.
- Hadiah pernikahan ke keluarga PNS yang melewati batas kewajaran.
- Pengurusan KTP/SIM/Paspor yang "dipercepat" dengan uang tambahan.
- Mensponsori konferensi internasional tanpa menyebutkan biaya perjalanan yang transparan dan kegunaannya, adanya penerimaan ganda, dengan jumlah tidak masuk akal.
- Pengurusan ijin yang dipersulit.
Menurut undang-undang yang berlaku, sesungguhnya penerimaan gratifikasi tidak otomatis menjadi perbuatan yang terkualifisir sebagai tindak pidana.Hal ini bisa dilihat dari rumusan Pasal 12 C (1) yang berbunyi; ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 12B (1) tidak berlaku jika penerima gratifikasi melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK.