Dasar Hukum Perkawinan
Monday, 1 January 2018
SUDUT HUKUM | Dasar-dasar hukum perkawinan terdapat di dalam Pasal 28 B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah.” Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 B ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 dapat diketahui bahwa tujuan dan cita-cita negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraaan rakyatnya dengan memberikan hak kepada setiap rakyatnya untuk mempertahankan kehidupannya yang berarti mempunyai hak untuk melanjutkan keturunan, dan setiap orang mempunyai hak untuk membentuk sebuah keluarga dan hal tersebut merupakan hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi.
Dasar hukum perkawinan juga terdapat di dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan diatur pada Bab I tentang Dasar Perkawinan yang terdiri dari 5 Pasal, yaitu dari Pasal 1 sampai dengan Pasal 5. Di dalam Pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenai perngertian perkawinan yang menyebutkan bahwa :
Ikatan lahir bathin seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”
Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengenai syarat sahnya suatu perkawinan yang menyebutkan bahwa:
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayannya itu”
Selain di dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dasar hukum perkawinan juga terdapat di dalam Pasal 2 sampai dengan Pasal 10 Kompilasi Hukum Islam. Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan
Perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaqon gholiidhan untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”
Pasal 3 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan tujuan dari perkawinan, yang berbunyi
Perkawinan bertujuan mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan wa rahmah.”
Dan di dalam Pasal 4 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan
Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum Islam sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.”
Perkawinan yang sah menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam adalah perkawinan yang dalam pelaksanannya sesuai dengan hukum agamanya masing-masing, yang berarti di dalam Islam adalah yang memenuhi segala rukun dan syarat dalam perkawinan. Kemudian tujuan dari perkawinan itu sendiri adalah untuk membentuk suatu rumah tangga yang sakidah (tenang/tentram), Mawaddah (cinta/harapan), dan Rahmah (kasih sayang).
Perkawinan atau pernikahan itu adalah sunnatullah artinya perintah Allah SWT dan Rasulnya, tidak hanya semata-mata keinginan manusia atau hawa nafsunya saja karena seseorang yang telah berumah tangga berarti ia telah mengerjakan sebagian dari syariat (aturan) Agama Islam. Perkawinan dalam Islam sebagai landasan pokok dalam pembentukan keluarga. Perkawinan harus dilakukan manusia untuk mencapai tujuan syari’at yakni kemaslahatan dalam kehidupan.
Di dalam hukum Islam, dasar-dasar mengenai perkawinan dapat kita lihat di dalam Al-Quran dan Hadist. Didalam Al-Quran, dasar-dasar perkawinan diantaranya sebagai berikut :
Surat Ar-Rum ayat 21, disebutkan bahwa :
Dari sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah, yaitu bahwa ia telah menciptakan untukmu istri-istri dan jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang yang berfikir.”
Surat An-Nuur ayat 32, disebutkan bahwa :
Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu,dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha Luas pemebrian-Nya lagi Maha Mengetahui.”
Selain dari Al-Quran, dasar-dasar mengenai perkawinan terdapat juga di dalam Al-Hadits, diantaranya sebagai berikut:
H.R Bukhari dan Muslim menyebutkan :
Wahai para pemuda, barang siapa diantara kamu sekalian yang mampu kawin, kawinlah. Maka sesungguhnya kawin itu lebih memejamkan mata (menenangkan pandangan) dan lebih memelihara farji. Barang siapa yang belum kuat kawin (sedangkan sudah menginginkannya), berpuasalah karena puasa itu dapat melemahkan syahwat”
H.R Al-Baihaqi dari sa’ied bin Hilal Allaisyi, menyebutkan bahwa
Berkawinlah kamu sekalian agar menjadi banyak, karena aku akan membanggakan kamu sekalian besok dihari kemudian terhadap umat yang terdahulu”.
Dari ayat dan hadits tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa perkawinan adalah perintah dari Allah dan Rasulnya, karena perkawinan merupakan sesuatu yang dasarnya suci dan mulia pada sisi Allah maupun pada sisi manusia. Dengan melihat kepada hakikat perkawinan itu merupakan akad yang memperbolehkan laki-laki dan perempuan melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dibolehkan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ketika akad perkawinan telah berlangsung, maka pergaulan laki-laki dengan perempuan menjadi diperbolehkan.