Tindak Pidana Pembunuhan dalam KUHP
Saturday, 10 May 2014
Sudut Hukum | Tindak Pidana Pembunuhan dalam KUHP
A. Pengertian dan macam-macam pembunuhan
Pembunuhan
secara terminologi adalah perkara membunuh, perbuatan membunuh. Sedangkan
dalam istilah KUHP pembunuhan adalah kesengajaan
menghilangkan nyawa orang lain.
Dari
definisi tersebut, maka tindak pidana pembunuhan dianggap sebagai delik material bila delik
tersebut selesai dilakukan oleh pelakunya dengan
timbulnya akibat yang dilarang atau yang tidak dikehendaki oleh Undang-undang.
Dalam
KUHP, ketentuan-ketentuan pidana tentang kejahatan yang ditujukan terhadap nyawa orang lain
diatur dalam buku II bab XIX, yang
terdiri
dari 13 Pasal, yakni Pasal 338 sampai Pasal 350.
B. Klasifikasi Delik Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Positif
Bentuk
kesalahan tindak pidana menghilangkan nyawa orang lain ini dapat berupa sengaja (dolus) dan
tidak sengaja (alpa). Kesengajaan (dolus) adalah suatu perbuatan
yang dapat terjadi dengan direncanakan terlebih dahulu atau tidak direncanakan.
Tetapi yang penting dari suatu peristiwa itu adalah adanya ”niat” yang
diwujudkan melalui perbuatan yang dilakukan sampai selesai. Berdasarkan unsur
kesalahan, tindak pidana pembunuhan dapat dibedakan
menjadi:
1. Pembunuhan yang di lakukan dengan sengaja.
a)
Pembunuhan Biasa
Adapun
rumusan Pasal 338 KUHP adalah:
“Barangsiapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam, karena pembunuhan, dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Sedangkan
Pasal 340 KUHP menyatakan:
“Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan rencana (moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
Pada
pembunuhan biasa ini, Pasal 338 KUHP menyatakan bahwa pemberian sanksi atau hukuman
pidananya adalah pidana penjara paling lama lima belas tahun. Di
sini disebutkan “paling lama” jadi tidak menutup kemungkinan hakim akan
memberikan sanksi pidana kurang dari lima belas tahun penjara.
Dari
ketentuan dalam Pasal tersebut, maka unsur-unsur dalam pembunuhan biasa adalah sebagai
berikut:
a. Unsur subyektif : perbuatan dengan sengaja
“Dengan
sengaja” (Doodslag) artinya bahwa perbuatan itu harus disengaja dan
kesengajaan itu harus timbul seketika itu juga, karena sengaja (opzet/dolus)
yang dimaksud dalam Pasal 338 adalah perbuatan sengaja yang telah terbentuk
tanpa direncanakan terlebih dahulu, sedangkan yang dimaksud sengaja dalam Pasal
340 adalah suatu perbuatan yang disengaja untuk menghilangkan nyawa orang lain
yang terbentuk dengan direncanakan terlebih dahulu (Met voorbedachte rade).
b.
Unsur
obyektif : perbuatan menghilangkan, nyawa, dan orang lain.
Unsur
obyektif yang pertama dari tindak pembunuhan, yaitu : “menghilangkan”, unsur
ini juga diliputi oleh kesengajaan; artinya pelaku harus menghendaki, dengan
sengaja, dilakukannya tindakan menghilangkan tersebut, dan ia pun harus
mengetahui, bahwa tindakannya itu bertujuan untuk menghilangkan nyawa orang
lain.
Berkenaan
dengan “nyawa orang lain” maksudnya adalah nyawa orang lain dari si pembunuh. Terhadap siapa
pembunuhan itu dilakukan tidak menjadi soal, meskipun pembunuhan itu dilakukan
terhadap bapak/ibu sendiri, termasuk juga pembunuhan yang dimaksud dalam Pasal
338 KUHP.
Dari
pernyataan ini, maka undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang menyatakan bahwa
seorang pembunuh akan dikenai sanksi
yang
lebih berat karena telah membunuh dengan sengaja orang yang mempunyai kedudukan tertentu atau
mempunyai hubungan khusus dengan
pelaku.
Berkenaan
dengan unsur nyawa orang lain juga, melenyapkan nyawa sendiri tidak termasuk perbuatan
yang dapat dihukum, karena orang yang
bunuh
diri dianggap orang yang sakit ingatan dan ia tidak dapat dipertanggung jawabkan.
b)
Pembunuhan Dengan Pemberatan (Gequalificeerde Doodslag)
Hal
ini diatur Pasal 339 KUHP yang bunyinya sebagai berikut:
“Pembunuhan yang diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan dan yang dilakukan dengan maksud untuk memudahkan perbuatan itu, jika tertangkap tangan, untuk melepaskan diri sendiri atau pesertanya daripada hukuman, atau supaya barang yang didapatkannya dengan melawan hukum tetap ada dalam tangannya, dihukum dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.”
Perbedaan
dengan pembunuhan Pasal 338 KUHP ialah : “diikuti, disertai, atau didahului oleh kejahatan”. Kata “diikuti” (gevold) dimaksudkan
diikuti kejahatan lain. Pembunuhan
itu
dimaksudkan untuk mempersiapkan dilakukannya kejahatan lain.
Misalnya
: Seorang yang sakit hati ingin melakukan pembunuhan terhadap Bupati; tetapi karena Bupati
dikawal oleh seorang bodyguard/
pengawal,
maka orang yang sakit hati tadi lebih dahulu
menembak
pengawalnya, baru kemudian membunuh Bupati.
Kata
“disertai” (vergezeld) dimaksudkan, disertai kejahatan lain; pembunuhan itu
dimaksudkan untuk mempermudah terlaksananya kejahatan lain itu. Misalnya :
Seorang pencuri ingin melakukan kejahatan dengan cara membongkar sebuah bank. Karena bank
tersebut ada penjaganya, maka pencuri tersebut lebih dahulu membunuh
penjaganya.
Kata
“didahului” (voorafgegaan) dimaksudkan didahului kejahatan lainnya atau
menjamin agar pelaku kejahatan tetap dapat menguasai barang-barang yang diperoleh dari kejahatan.
Misalnya
: Seorang perampok melarikan barang yang dirampok. Untuk menyelamatkan barang yang dirampok
tersebut, maka perampok tersebut
menembak polisi yang mengejarnya.
Unsur-unsur
dari tindak pidana dengan keadaan-keadaan yang memberatkan dalam rumusan Pasal 339
KUHP itu adalah sebagai berikut:
- Unsur subyektif:
- Dengan sengaja
- Dengan maksud
b.
Unsur obyektif :
- Menghilangkan nyawa orang lain
- Diikuti, disertai, dan didahului dengan tindak pidana lain
- Untuk menyiapkan/memudahkan pelaksanaan dari tindak pidana yang akan, sedang atau telah dilakukan
- Untuk menjamin tidak dapat dipidananya diri sendiri atau lainnya (peserta) dalam tindak pidana yang bersangkutan
- Untuk dapat menjamin tetap dapat dikuasainya benda yang telah diperoleh secara melawan hukum, dalam ia/ mereka kepergok pada waktu melaksanakan tindak pidana.
Unsur
subyektif yang kedua “dengan maksud” harus diartikan sebagai maksud pribadi
dari pelaku; yakni maksud untuk mencapai salah satu tujuan itu (unsur
obyektif), dan untuk dapat dipidanakannya pelaku, seperti dirumuskan dalam
Pasal 339 KUHP, maksud pribadi itu tidak perlu telah terwujud/selesai, tetapi
unsur ini harus didakwakan oleh Penuntut Umum dan harus dibuktikan di depan
sidang pengadilan.
Sedang
unsur obyektif yang kedua, “tindak pidana” dalam rumusan Pasal 339 KUHP,
maka termasuk pula dalam pengertiannya yaitu semua jenis tindak pidana
yang (oleh UU) telah ditetapkan sebagai pelanggaranpelanggaran dan bukan
semata-mata jenis-jenis tindak pidana yang diklasifikasikan dalam
kejahatan-kejahatan.
Sedangkan yang dimaksud dengan “lain-lain peserta” adalah
mereka yang disebutkan dalam Pasal 55 dan 56 KUHP, yakni mereka yang melakukan
(pleger), yang menyuruh melakukan (doenpleger), yang
menggerakkan/membujuk mereka untuk melakukan tindak pidana yang
bersangkutan (uitlokker), dan mereka yang membantu/turut serta melaksanakan
tindak pidana tersebut (medepleger).
Jika
unsur-unsur subyektif atau obyektif yang menyebabkan pembunuhan itu terbukti di
Pengadilan, maka hal itu memberatkan tindak pidana itu, sehingga ancaman
hukumannya pun lebih berat dari pembunuhan biasa, yaitu dengan hukuman
seumur hidup atau selama-lamanya dua puluh tahun.
Dan jika unsur-unsur tersebut
tidak dapat dibuktikan, maka dapat
memperingan
atau bahkan menghilangkan hukuman.
Pada
pembunuhan dalam Pasal 339 KUHP merupakan suatu bentuk khusus pembunuhan yang diperberat.
Dalam pembunuhan yang diperberat ini terdapat 2 (dua) macam tindak pidana
sekaligus, yaitu pembunuhan biasa dan tindak pidana lain.
Dalam Pasal
339 KUHP ini, ancaman pidananya adalah pidana penjara seumur
hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun. Sanksi pidana
pada pembunuhan ini termasuk relatif berat dibandingkan dengan pembunuhan biasa
yang diatur dalam Pasal 338 KUHP, karena dalam perbuatan ini terdapat dua delik
sekaligus.
c) Pembunuhan Berencana (Moord)
Tindak
pidana ini diatur dalam Pasal 340 KUHP, yang menyebutkan sebagai berikut :
“Barangsiapa dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun.”
Dari
rumusan tersebut, maka unsur-unsur pembunuhan berencana adalah sebagai berikut:
- Unsur subyektif, yaitu dilakukan dengan sengaja dan direncanakan terlebih dahulu
- Unsur obyektif, yaitu menghilangkan nyawa orang lain.
Jika
unsur-unsur di atas telah terpenuhi, dan seorang pelaku sadar dan sengaja akan timbulnya suatu akibat
tetapi ia tidak membatalkan niatnya, maka
ia
dapat dikenai Pasal 340 KUHP.
Ancaman
pidana pada pembunuhan berencana ini lebih berat dari pada pembunuhan yang ada pada Pasal 338
dan 339 KUHP bahkan merupakan pembunuhan
dengan ancaman pidana paling berat, yaitu pidana mati, di mana sanksi pidana mati ini tidak
tertera pada kejahatan terhadap nyawa lainnya, yang
menjadi dasar beratnya hukuman ini adalah adanya perencanaan terlebih dahulu. Selain diancam dengan pidana
mati, pelaku tindak pidana pembunuhan berencana juga dapat dipidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu
paling lama dua puluh tahun.
d)
Pembunuhan yang Dilakukan dengan Permintaan yang Sangat dan Tegas oleh Korban Sendiri.
Jenis
kejahatan ini mempunyai unsur khusus, atas permintaan yang tegas (uitdrukkelijk)
dan sungguh-sungguh /nyata (ernstig). Tidak
cukup hanya dengan persetujuan belaka,
karena hal itu tidak memenuhi perumusan
Pasal
344 KUHP:
“barangsiapa yang merampas jiwa orang lain atas permintaan yang sangat tegas dan sungguh-sungguh, orang itu dipidana dengan penjara paling tinggi dua belas tahun”.
2. Pembunuhan tidak sengaja.
Tindak
pidana yang dilakukan dengan tidak sengaja merupakan bentuk kejahatan
yang akibatnya tidak dikehendaki oleh pelaku. Kejahatan ini diatur dalam Pasal
359 KUHP, yang rumusannya sebagai berikut:
“Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun.”
Terhadap
kejahatan yang melanggar Pasal 359 KUHP ini ada dua macam hukuman yang
dapat dijatuhkan terhadap pelakunya yaitu berupa pidana penjara paling
lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
Ketidaksengajaan
(alpa) adalah suatu perbuatan tertentu terhadap seseorang yang berakibat matinya
seseorang. Bentuk dari kealpaan ini dapat berupa
perbuatan pasif maupun aktif. Contoh perbuatan yang pasif misalnya penjaga
palang pintu kereta api karena tertidur pada waktu ada kereta yang melintas dia
tidak menutup palang pintu sehingga mengakibatkan tertabraknya mobil yang
sedang melintas.
Bentuk kealpaan penjaga palang pintu ini berupa perbuatan
yang pasif karena tidak melakukan apa-apa. Sedangkan contoh perbuatan yang
aktif misalnya seseorang yang sedang menebang pohon ternyata menimpa orang lain
sehingga matinya orang itu karena tertimpa pohon. Bentuk kealpaan dari penebang
pohon berupa perbuatan yang aktif.
C. Sanksi Delik Pembunuhan Menurut Hukum Pidana Positif
Dalam
perilaku sosial, tindak kejahatan merupakan prilaku menyimpang, yaitu tingkah laku yang
melanggar atau menyimpang dari aturan-aturan
pengertian normative atau dari harapan-harapan lingkungan sosial yang bersangkutan.
Dan
salah satu cara untuk mengendalikan adalah
dengan
sanksi pidana.
Hakikat
dari sanksi pidana adalah pembalasan, sedangkan tujuan sanksi pidana adalah
penjeraan baik ditujukan pada pelanggar hukum itu sendiri maupun pada mereka yang
mempunyai potensi menjadi penjahat.
Selain
itu juga bertujuan melindungi masyarakat dari segala bentuk kejahatan dan pendidikan atau perbaikan bagi
para penjahat.
Sistem
hukuman yang tercantum dalam Pasal 10 KUHP menyatakan bahwa hukuman yang dapat
dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana terdiri dari:
a.
Hukuman Pokok (hoofdstraffen).
- Hukuman mati.
- Hukuman penjara.
- Hukuman kurungan.
- Hukuman denda.
- Pidana tutupan (berdasarkan Undang-undang RI No. 20 Tahun 1946 Berita Negara RI tahun kedua No. 24 tanggal 1 dan 15 November 1946)
b.
Hukuman Tambahan (bijkomende straffen)
- Pencabutan beberapa hak tertentu.
- Perampasan barang-barang tertentu.
- Pengumuman putusan Hakim.
Sub-sub
sistem hukum seperti disebutkan dalam ketentuan tersebut sederhana sekali. Tetapi kalau
diperhatikan benar-benar, maka kesederhanaanya menjadi berkurang karena sistem hukuman
yang kelihatannya sederhana dalam pelaksanaanya kurang memperhatikan sifat
obyektifitas hukumannya yang sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan. Bahkan hanya dilihat kegunaan untuk menghukum pelaku tindak
pidananya saja. Hal inilah yang kemudian mengakibatkan terjadinya
perbedaan pendapat antar para ahli hukum.
Adapun
sanksi tindak pidana pembunuhan sesuai dengan KUHP bab XIX buku II
adalah sebagai berikut:
- Pembunuhan biasa, diancam dengan hukuman penjara selamalamanya lima belas tahun
- Pembunuhan dengan pemberatan, diancam dengan hukuman penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun
- Pembunuhan berencana, diancam dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun
- Pembunuhan bayi oleh ibunya, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya tujuh tahun
- Pembunuhan bayi oleh ibunya secara berencana, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan tahun
- Pembunuhan atas permintaan sendiri, bagi orang yang membunuh diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya dua belas tahun
- Penganjuran agar bunuh diri, jika benar-benar orangnya membunuh diri pelaku penganjuran diancam dengan hukuman penjara selamalamanya empat tahun
- Pengguguran kandungan:
· Pengguguran
kandungan oleh si ibu, diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya
empat tahun
· Pengguguran
kandungan oleh orang lain tanpa izin perempuan yang mengandung, diancam dengan hukuman
penjara selama-lamanya :
(1) dua belas tahun
(2) lima belas tahun,
jika perempuan itu mati
·
Pengguguran
kandungan dengan izin perempuan yang mengandungnya,
diancam dengan hukuman penjara selamalamanya:
(1)
lima tahun enam bulan dan (2) tujuh tahun, jika perempuan itu mati.