Kesucian Khamer dan Alkohol
Wednesday, 11 June 2014
SUDUT HUKUM | Imam al-Qurthubi rahimahullah
berkata, mayoritas ulama memandang dan menghukumi bahwa
khamer/alkohol adalah haram. Dengan pandangan syariat tentang buruk dan kotornya, serta perintah untuk menjauhinya,menunjukkan bahwa Khamer itu
najis.
Menurut para imam madzab yang empat
sepakat bahwa alkohol dan khamer adalah najis. Karena dalam firman Allah, “Rijs” menunjukkan bahwa khamer itu najis. Karena “al-Rijs”
dalam arti kebahasaan adalah najis. Kemudian, seandainya kita tidak memutuskan
sebuah syara kecuali ketika menemukan nashnya, maka syariat akan banyak
yang terbuang, karena nash-nash tentang syariat dibanding permasalahan yang ada
sedikit jumlahnya.
Apakah ada nash (secara tekstual) yang
menyatakan tentang najisnya air kencing, kotoran, darah, bangkai dan lain sebagainya? Kenajisan itu semua berdasarkan aspek
pemahaman, keumuman, dan analogi semata. Demikianlah pendapat imam al-Qurthubi.
Menurut Rabi‟ah al-Ra‟y guru Imam Malik,
Imam al-Hasan al- Bashri, al-Muzani (murid Syafi‟i) Imam al-Laits bin Sa‟d dan
beberapa ulama muta’akhirin dari Baghdad
dan Irak. Mereka berpendapat bahwa khamer dan alkohol adalah suci.
Sa‟id bin al-Haddad al-Qurawi berdalil
tentang kesucian khamer atau alkohol dengan alasana bahwa ketika itu, khamer ditumpahkan di jalanan kota Madinah. Menurutnya,
seandainya khamer itu najis, mana mungkin para sahabat r.a akan melakukan hal
itu, dan Rasulullah SAW tentu akan melarangnya sebagaimana beliau melarang
buang air besar di jalanan.
Pendapat Sa‟id al-Haddad al-Qurawi
tentang kesuciannya dipatahkan oleh imam al-Qurthubi bahwa ditumpahkannya khamer di ruas-ruas jalan Madinah bukan lantas hukumalkohol ataupun khamer suci. Hal ini dapat dijawab bahwa pendapat Sa‟id tersebut merupakan
qiyas ma’a al-fariq (menganalogikan dua objek yang sifatnya berlainan).
Buang air besar di jalanan adalah
perilaku yang tidak sejalan dengan akhlak yang mulia. Sebab, ketika setiap orang diperbolehkan
buang air besar di jalanan, tentu kebiasaan ini akan berlanjut pada masa
berikutnya. Padahal perilaku ini mengandung unsur bahaya, karena pengguna jalan
merasa terganggu dengan kondisi jalanan yang selalu najis dan kotor.
Berbeda halnya dengan khamer ataupun
alkohol yang hanya ditumpahkan pada saat pengharamannya, tidak dilakukan berulang kali setiap saat pengharamannya, tidak
dilakukan berulang kali setiap saat seperti yang terjadi ketika buang air besar di jalanan.
Dengan begitu, perbedaan pendapat diatas
akan berimbas pada hukum
menggunakan zat cair yang memabukkan dalam alat-alat kosmetika, seperti parfum. Bagi ulama
yang berpendapat bahwa khamer atau alkohol itu najis, maka menggunakan parfum
yang mengandung zat tersebut adalah haram. Keharamannya ini mencakup dengan
menggunakan, mengkonsumsi bahan-bahan najis atau yang mengandung najis, baik
untuk makan, minum, atau penggunaan yang lain.
Sedangkan bagi ulama yang berpendapat
bahwa khamer atau alkohol itu suci, maka memakai parfum yang mengandung zat tersebut adalah boleh. Seiring dengan perkembangan zaman yang
begitu canggih, maka pendapat ulama kontemporer berkenanan alkohol dan khamer itu
berbeda hukumnya. Alkohol hukumnya suci dan khamer hukumnya
haram. Karena partikel yang terkandung dari keduanya berbeda.