Batasan Berlakunya Aturan Pidana Dalam Perundang-Undangan
Wednesday, 26 March 2014
SUDUT HUKUM -- Batasan Berlakunya
Aturan Pidana Dalam Perundang-Undangan
Pasal 1
(1) Suatu perbuatan
tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundangundangan
pidana yang telah ada.
(2) Bilamana ada
perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap
tertuduh diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.
UNDANG-UNDANG TERKAIT
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia
Pasal 43
(1) Pelanggaran hak asasi manusia yang berat
yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-undang ini,
diperiksa dan diputus oleh Pengadilan HAM ad hoc.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak
Asasi Manusia
Pasal 4
Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak
kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak
diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum,
dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yangberlaku surut adalah hak
asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.
Penjelasan Pasal 4
Yang dimaksud dengan “dalam keadaan apapun”
termasuk keadaan perang, sengketa bersenjata, dan atau keadaan darurat. Yang
dimaksud dengan “siapapun” adalah Negara, Pemerintah dan atau
anggota masyarakat. Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut dapat dikecualikan dalam hal pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia
yang digolongkan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pasal 2
Ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan
sesuatu tindak pidana di Indonesia.
Pasal 3
Ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di luar
wilayah Indonesia melakukan tindak pidana di dalam kendaraan air atau pesawat
udara Indonesia.
Pasal 4
Ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan
di luar Indonesia:
a. salah satu
kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107, 108 dan 131;
b. suatu kejahatan
mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau bank,
ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh
Pemerintah Indonesia;
c. pemalsuan surat
hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas
tanggungan suatu
daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan
talon, tanda dividen
atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang
dikeluarkan sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut
di atas, yang palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu;
d. salah satu
kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang
pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan
bajak laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan
hukum, pasal 479 huruf l, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam
keselamatan
penerbangan sipil.
Pasal 5
(1) Ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang
di luar Indonesia melakukan:
1. salah satu
kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240,
279, 450, dan 451.
2. salah satu
perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara
di mana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.
(2) Penuntutan
perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh
menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.
Pasal 6
Berlakunya pasal 5
ayat 1 butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhkan pidana mati,
jika menurut perundang-undangan negara di mana perbuatan dilakukan, terhadapnya
tidak diancamkan pidana mati.
Pasal 7
Ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap pejabat yang di luar
Indonesia melakukan salah satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam bab
XXVIII Buku Kedua.
Pasal 8
Ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia berlaku bagi nakhoda dan
penumpang perahu
Indonesia, yang di luar Indonesia, sekalipun di luar perahu, melakukan salah
satu tindak pidana sebagaimana dimaksudkan dalam Bab XXIX Buku Kedua, dan Bab
IX Buku Ketiga; begitupun pula yang tersebut dalam peraturan mengenai surat
laut dan pas kapal di Indonesia, maupun dalam Ordonansi Perkapalan.
Pasal 9
Diterapkannya
pasal-pasal 2 – 5, 7, dan 8 dibatasi oleh pengecualian-pengecualian yang diakui dalam
hukum internasional.
Sumber: http://hukumpidana.bphn.go.id