Asas-asas hukum acara perdata
Tuesday, 8 April 2014
SUDUT HUKUM | Asas-asas yang terdapat dalam hukum acara
perdata
1. Hakim bersiafat menunggu
Hakim ibarat penghulu di Kantor Urusan Agama, yaitu menunggu pengantin yang datang yang ingin menikah. Dalam artian tidak mencari-cari pasanagan. Namun mereka yang datang sendiri. Begitu juga dengan hakim, hakim hanya duduk di pengadilan menunggu jika ada pihak yang datang yang ingin berperkara.
Maka oleh sebab itu kita kita pernah
melihat pamphlet-pamflet, baloho-baliho taua yang semacamnya yang mengajak
orang untuk berperkara dipengadilan. Begitu juga jika suatu perkara
telah datang ke pengadilan, hakim tidak boleh menolak baik dengan alasan belum
adanya peraturan atau dengan alasan-alasan lainnya.
Karena, seandainya perkara yang
diajukan ke pengadilan belum terdapat UU yang mengaturnya, maka hakim wajib
membuat hukum (jadge made law) dengan cara menggali aturan-aturan yang
hidup dalam masyarakat. Hal ini boleh dilakukan dengan menghadirkan ketua adat.
Juga termasuk dalam hakim bersifat
menunggu adalah, hakim tidak boleh mendorong para pihak untuk melanjutkan atau
tidak perkara tersebut. Tuntutan hak sepenuhnya berada pada tangan para pihak.
2. Hakim bersifat
pasif
Maksudnya hakim hanya mengadili
hal-hal yang dituangkan dalam surat gugatan. Maka dalam hal ini hakim tidak
boleh memutuskan hal-hal yang tidak dituntut.
Atau secara singkatnya dapat kita katakana, pengertian hakim bersifat
pasif adalah hakim tidak menentukan luas dari pada pokok perkara.
3. Sidang terbuka
untuk umum
Disetiap persidangan, hakim wajib
membuka sidang terbuka untuk umum dengan artian semua orang boleh hadir,
mendengar dan melihat jalannya sidang . Hal ini supaya ada pengawasan dari
masyarakat tentang kinerja hakim sehingga hakim lebih objektif dalam melakukan
pemeriksaan. Dalam hal ini, jika hakim tidak mengucapkan kata terbuka untuk
umum dalam sidang panitra tetap harus menulis terbuka untuk umum dalam berita
acara, jika tidak maka putusan tersebut batal demi hukum.
4. Mendengar
keduabelah pihak
Dalam memesiksa perkara, hakim
harus bersikap adil, hakim harus mendengar kedua belah pihak yang sedang
berperkara. Para pihak masing masing harus diberi kesempatan. Jika hakim
senyumpun harus adil, jika hakim ketika menanyakan pertanyaan kepada si A
dengan senyum, untuk si B juga harus demikian.
5. Putusan harus
disertai dengan alasan-alasan
Dalam hukum perdata yang ditekankan
adalah fakta, hal ini berbeda dengan masalah pidana. Oleh karena itu ketika
hakim memutuskan perkara tersebut, hakim harus menyebutkan alasan-alasan,
pertimbangan-pertimbangan yang melatar belakangi putusan tersebut.
Alasan-alasan ini sebagai
tanggungjawab hakim terhadap masayrakat, para pihak dan penagdilan yang lebih
tinggi (seandainya para pihak mengajukan banding). Alasan dalam putusan sangat
penting, mahkamah agung (MA) menetapkan, jika ada putusan yang tidak disertai
dengan alasan maka itu merupakan alasan untuk kasasi dan putusan itu harus
dibatalkan.
6. Beracara
dikenai biaya
Untuk beracara dipengadilan
dikenakan biaya. Perkara yang diajukan baru akan didaftar setelah menyerahkan
slip pembayaran untuk beracara. Biaya
perkara ini meliputi biaya kepanitraan, panggilan, pemberitahuan para pihak
serta biaya materai. Bagi yang telah mendaftar tapi tidak membayar biaya maka
dianggap penggugat tidak meneruskan lagi gugatannya.
Jika penggugat termasuk golongan
yang kurang mampu, maka dapat mengajukan perkara dengan Cuma-Cuma (prodeo), akan tetapi
harus melampirkan surat keterangan kurang mampu. Biaya perkara orang yang
kurang mampu akan ditanggung oleh Negara.
7. Tidak ada
keharusan mewakili.
Bagi yang beracara dipengadilan
pidana, HIR tidak mewajibkan para pihak untuk diwakili. Akan tetapi para pihak
juga boleh diwakili oleh kuasanya yang harus sarjana hukum.