Dasar Hukum dan Hukum Zikir setelah shalat fardhu
Friday, 25 April 2014
SUDUT HUKUM
| Zikir datangnya dari Alquran dan sunnah yang shahih. Oleh karena
itu, tidak dinamakan ibadah jika datang dari siapa pun zikir yang tiada
nash-nya. Zikir ini tidak boleh ditambah atau dikurangi jika ditentukan dengan
syarat tertentu walaupun hukumnya sunat.
Dari Kaab bin ‘Ujrah, Nabi saw
bersabda: “Beberapa kalimat yang diucapkan sesudah shalat wajib, tidak akan
rugi/kecewa orang yang mengucapkan atau mengerjakannya, yaitu: 33 Kali tasbih
(subhanallah), 33 kali tahmid (alhamdulillah), dan 34 kali takbir (Allahu
Akbar).” (HR. Muslim dan lain-lain).
Dari Abi Hurairah ra, Nabi saw
bersabda: “Barangsiapa bertasbih/menyucikan Allah (subhanallah) setelah shalat
(fardhu) 33 kali, dan bertahmid/memuji Allah (alhamdulillah) 33 kali, dan
bertakbir/membesarkan Allah (Allahu Akbar) 33 kali, maka jumlahnya menjadi 99
kali. Kemudian mengucapkan 1 kali (Laailaha illallah wahdahu laasyarikalah
lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa a’laa kulli syai’in qadir), niscaya diampuni
kesalahan-kesalahannya meskipun sebanyak buih di lautan.” (HR. Muslim dan
lain-lain).
Dari Zaid bin Tsabit, dia berkata:
“Mereka (para sahabat) diperintah (oleh Nabi saw) bertasbih (subhanallah) di
belakang setiap shalat (fardhu) 33 kali, bertahmid (alhamdulillah) 33 kali, dan
bertakbir (Allahu Akbar) 34 kali. Kemudian seorang lelaki dari (kaum) Anshar
bermimpi didatangi (seseorang) lalu dikatakan kepadanya: Bukankah Rasulullah
saw telah memerintahkan kamu untuk bertasbih di belakang setiap shalat 33 kali,
bertahmid 33 kali, dan bertakbir 34 kali? Jawab lelaki Anshar tadi: Betul!
Orang itu berkata lagi: “Jadikanlah dia 25 kali dan jadikanlah juga padanya
tahlil (Laailaha illallah atau Laailaha illallah wahdahu laasyarikalah lahul
mulku wa lahul hamdu wa huwa a’laa kulli syai’in qadir) 25 kali.”Apabila aku
bangun pagi, lelaki Anshar itu datang kepada Nabi saw dan menerangkan mimpinya
itu. Maka Nabi saw bersabda: Jadikanlah dia seperti itu.” (HR. An-Nasa’i,
Ahmad, Ibnu Khuzaimah dan lain-lain).
Dari Abu Hurairah ra, dia berkata:
“Sejumlah orang miskin datang kepada Nabi saw, seraya mereka berkata:
Orang-orang yang banyak harta/kaya telah memperoleh darajat yang tinggi dan
kenikmatan yang tetap, mereka shalat seperti kami shalat dan mereka puasa
seperti kami puasa, tetapi mereka memiliki kelebihan harta yang dengannya
mereka dapat berhaji, umrah, berjihad, dan bersedekah. Nabi saw bersabda:
Maukah, aku ceritakan sesuatu yang jika kamu mengamalkannya kamu dapat mengejar
orang-orang yang mendahului kamu itu, dan tidak ada sesudah itu orang yang
dapat mengamalkan seperti itu? Kemudian Nabi menjawab sendiri dengan sabdanya:
Hendaklah kamu bertasbih, bertahmid dan bertakbir di belakang setiap shalat
(fardu) masing-masing 33 kali.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abdullah bin Amr, Nabi saw
bersabda: “Dua macam yang tidak memelihara akan keduanya seorang hamba Muslim
melainkan dia akan masuk syurga (siapa yang memeliharanya akan masuk syurga).
Ketahuilah! Keduanya itu mudah, akan tetapi sedikit orang yang mengamalkannya,
yaitu mensucikan Allah (bertasbih subhanallah) di belakang setiap shalat
maktubah/wajib 10 kali, memuji-Nya (bertahmid - alhamdulillah) 10 kali, dan
membesarkan-Nya (bertakbir - Allahu Akbar) 10 kali, maka yang demikian itu
menjadi 150 kali pada ucapan (30 x 5 shalat fardu = 150) dan 1.500 kali pada
timbangan. Kemudian bertakbir (Allahu Akbar) 34 kali ketika hendak tidur dan
bertahmid (alhamdulillah) 33 kali dan bertasbih (subhanallah) 33 kali, maka
yang demikian itu menjadi 100 kali pada ucapan (34 + 33 + 33 = 100) dan 1.000
pada timbangan. Maka, siapakah di antara kamu yang mengerjakan dalam sehari
semalam 2.500 kesalahan? Mereka (para sahabat) bertanya: Ya Rasulullah, mengapa
kedua itu mudah tetapi sedikit orang yang mengamalkannya? Nabi saw menjawab:
Karana syaitan datang kepada seseorang kamu apabila dia telah selesai shalatnya
lalu syaitan mengingatkannya akan keperluan ini dan itu, sehingga terus dia
bangun dan tidak mengucapkannya. Kemudian syaitan datang kepadanya apabila dia
hendak tidur lalu syaitan menidurkannya sebelum dia mengucapkannya. Berkatalah Abdullah
bin Amr: Aku melihat Rasulullah saw menghitung tasbih dengan tangan kanannya.”
(HR. Abu Daud, Ahmad, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ibnu
Hibban-Sahih).
Dari Tsauban, dia berkata:
“Biasanya apabila Rasulullah saw telah selesai menunaikan shalat, beliau
mengucapkan: astaghfirullah 3 kali, kemudian mengucapkan: Allahumma antas
salaam wa minkas salaam tabaarakta yaa dzal jalaali wal ikram.” (HR. Muslim,
Ahmad dan lain-lain).
Dari ‘Uqbah bin Amir, dia berkata:
“Rasulullah saw telah memerintahkanku supaya aku membaca Al-Muawidzat (1.
Qulhuwallahu Ahad; 2. Qul a’udzu bi rabbil falaq; 3. Qul a’udzu bi rabbinnaas)
di belakang setiap shalat (fardu/wajib).” (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasa’i dan
lain-lain).
Dari Abi Umamah, Nabi saw
bersabda: “Barangsiapa membaca ayat kursi di belakang setiap shalat
maktubah/fardu/wajib, niscaya tidak ada yang menghalanginya dari masuk syurga
kecuali kalau dia tidak mati.” (HR. An-Nasa’i dan lain-lain).
Apakah zikir-zikir itu dibaca
dengan suara keras? Zikir setelah shalat fardhu itu dibaca dengan bersuara,
sesuai kebiasaan Rasulullah saw. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim disebutkan
pada Bab Dzikir setelah shalat, dari Ibnu Abbas ra, beliau berkata:
“Sesungguhnya mengeraskan suara zikir ketika orang-orang usai melaksanakan shalat
wajib merupakan kebiasaan yang berlaku pada zaman Rasulullah saw. Ibnu Abbas
menambahkan: `Aku mengetahui mereka selesai shalat dengan suara itu, apabila
aku mendengarnya.” (HR. Bukhari).
Hadis-hadis di atas merupakan
dalil tentang sunnahnya menjaharkan (mengeraskan) suara zikir sesudah shalat.
Ibnu Huzaimah memasukkan hadits di atas dalam kitab Shahih-nya. Ibnu Daqiq
al-‘Id, juga menyatakan hal yang sama: “Dalam hadis ini, terdapat dalil
bolehnya mengeraskan zikir setelah shalat, dan takbir secara khusus termasuk
dalam kategori zikir.” (Ihkamul Ahkam Syarah Umdatul Ahkam).
Imam al-Nawawi dalam Syarah Shahih
Muslim mengatakan, bahwa hadis ini adalah dalil bagi pendapat sebagian ulama
salaf bahwa disunnahkan mengeraskan suara takbir dan zikir sesudah shalat
wajib. Dan di antara ulama muta’akhirin yang menyunatkannya adalah Ibnu Hazm
al-Zahiri. Sedangkan Imam al-Syafi’i ra, memaknai hadis di atas dengan
mengatakan, bahwa Nabi saw mengeraskan (zikir sesudah shalat) hanya dalam waktu
sementara saja untuk mengajari mereka tentang sifat zikir, bukan mengeraskan
terus menerus. Imam Syafi’i berpendapat agar imam dan makmum melirihkan dzikir
kepada Allah Swt sesudah shalat, kecuali kalau imam ingin agar makmum belajar
darinya, maka dia mengeraskan zikirnya sehingga ia melihat makmum telah belajar
darinya. Beliau memaknai hadits tersebut demikian. (lihat: Syarah Shahih Muslim
lin Nawawi).
Saudara, demikianlah, sejumlah
zikir setelah shalat wajib yang pengasuh terakan di sini, dan masih banyak lagi
yang lainnya. Zikir dan doa-doa ini dapat dibaca bersendirian, berjamaah,
dengan suara jahar ataupun rendah. Demikan, wallahu a’lamu bish-shawaab.
(http://aceh.tribunnews.com/)