-->

Hubungan Antara Etika Profesi, Teknologi dan Hukum Terhadap Informasi

SUDUT HUKUM  | Hubungan Antara Etika Profesi, Teknologidan Hukum Terhadap Informasi

Sejarah dan Perkembangan Etika Komputer

Sesuai awal penemuan  teknologi komputer di era 1940–an, perkembangan etika komputer
juga dimulai dari era tersebut dan secara bertahap berkembang menjadi sebuah disiplin ilmu
baru di masa sekarang ini. Perkembangan tersebut akan dibagi  menjadi beberapa tahap
seperti yang akan dibahas berikut ini

Era 1940-1950-an


Munculnya etika komputer sebagai sebuah bidang studi dimulai dari pekerjaan profesor Norbert Wiener . yang  mengembangkan suatu meriam antipesawat  yang mampu menembak jatuh sebuah pesawat tempur yang melintas di atasnya. Pada perkembangannya, penelitian di bidang etika dan teknologi tersebut akhirnya menciptakan  suatu bidang riset baru yang disebut cybernetics atau the science of information feedback.  Konsep cybernetics tersebut dikombinasikan dengan komputer digital yang dikembangkan  pada waktu itu, membuat Wiener akhirnya menarik beberapa kesimpulan etis tentang pemanfaatan teknologi

Era 1960-an


Pada pertengahan tahun 1960 , Donn Parker dari SRI Internasional  Menlo Park California melakukan berbagai riset untuk menguji penggunaan komputer yang tidak tidak sesuai dengan profesionalisme di bidang komputer. Selanjutnya, Parker melakukan riset dan mengumpulkan berbagai macam contoh kejahatan komputer dan aktivitas lain yang menurutnya tidak pantas dilakukan para profesional komputer. Dalam perkembangannya, ia menerbitkan “Rules of Ethics in Information Processing” atau peraturan tentang etika dalam pengolahan informasi.

Parker juga dikenal menjadi pelopor kode etik profesi bagi profesional di bidang komputer, yang ditandai dengan usahanya pada tahun 1968 ketika ditunjuk untuk memimpin pengembangan Kode Etik Profesional yang pertama dilakukan untuk Association for Computing Machinery (ACM). 

Era 1970-an


Perkembangan etika komputer di era 1970-an juga diwarnai  dengan karya Walter Maner yang sudah mulai menggunakkan istilah  “computer ethics” untuk mengacu pada bidang pemeriksaan yang berhadapan dengan masalah etis yang diciptakan oleh pemakaian teknologi komputer waktu itu.

Era 1980-an


Pertengahan 80-an, James Moor dari Dartmouth College menerbitkan artikel menarik yang berjudul “What is computer Ethics?” sebagai isu khusus pada Jurnal Metaphilosophy [Moor, 1985]. Deborah Johnson dari Resselaer Polytechnic Institute menerbitkan buku  teks Computer Ethics [Johnson, 1985], sebagai buku teks pertama yang digunakan lebih dari satu dekade dalam bidang itu.

Era 1990-an Sampai Sekarang


Sepanjang tahun 1990, berbagai pelatihan baru di universitas, pusat riset, konfrensi, jurnal, buku teks dan artikel menunjukkan suatu keanekaragaman yang luas tentang topik di bidang etika komputer. Sebagai contoh, pemikir sepeti Donald Gotterbarn, Keith Miller, Simon Rogerson, dan Dianne Martin .Para ahli komputer di Inggris, Polandia, Belanda, dan Italia menyelenggarakan  ETHICOMP sebagai rangkaian konfrensi yang dipimpin oleh Simon Rogerson. Terdapat pula konfrensi besar tentang etika komputer CEPE yang dipimpin oleh Jeroen van Hoven, serta di Australia terjadi riset terbesar etika komputer yang dipimpin oleh Chris Simpson dan Yohanes Weckert.


Etika Komputer di Indonesia

Sebagai negara yang  tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi komputer, Indonesia pun tidak mau ketinggalan dalam mengembangkan etika di bidang tersebut. Mengadopsi pemikir dunia di atas, etika di bidang komputer berkembang menjadi kurikulum wajib yang dilakukan hampir semua perguruan tinggi di bidang komputer di Indonesia.

ETIKA dan  TEKNOLOGI INFORMASI


Perkembangan teknologi yang terjadi dalam kehidupan manusia, seperti revolusi yang memberikan banyak perubahan pada cara berpikir manusia, baik dalam usaha pemecahan masalah, perencanaan, maupun dalam pengambilan keputusan.

Perubahan yang terjadi pada cara berpikir manusia akan berpengaruh  terhadap pelaksanaan dan cara pandang manusia terhadap etika dan norma-norma dalam kehidupannya. Orang yang biasanya berinteraksi secara fisik, melakukan komunikasi secara langsung dengan orang lain, karena perkembangan teknologi internet dan email maka interaksi tersebut menjadi berkurang.

Teknologi sebenarnya hanya alat yang digunakan manusia untuk menjawab tantangan hidup. Jadi, faktor manusia dalam teknologi sangat penting. Ketika manusia membiarkan dirinya dikuasai teknologi maka manusia yang lain akan mengalahkannya. Oleh karena itu, pendidikan manusiawi termasuk pelaksanaan norma dan etika kemanusiaan tetap harus berada pada peringkat teratas, serta tidak hanya melakukan pemujaan terhadap  teknologi belaka.

Ada beberapa dampak pemanfaatan teknologi informasi yang tidak tepat yaitu:
  • Ketakutan terhadap teknologi informasi yang akan menggantikan fungsi manusia sebagai pekerja
  • Tingkat kompleksitas serata kecepatan yang sudah tidak dapat di tangani secara manual
  • Pengangguran dan pemindahan kerja
  • Kurangnya tanggung jawab profesi
  • Adanya golongan minoritas yang miskin informasi mengenai teknologi informasi.

Untuk mengatasi beberapa kendala tersebut maka dapat dilakukan:
  • Di rancang sebuah teknologi yang berpusat pada manusia
  • Adanya dukungan dari suatu organisasi, kompleksitas dapat ditangani dengan Teknologi Informasi
  • Adanya pendidikan yang mengenalkan teknologi informasi sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kemajuan teknologi informasi.
  • Jika adanya peningkatan pendidikan maka akan adanya umpan balik dan imbalan yang diberikan oleh suatu organisasi
  • Perkembangan teknologi akan semakin meningkat namun  hal ini harus di sesuaikan dengan hukum yang berlaku sehingga etika dalam berprofesi di bidang teknologi informasi dapat berjalan dengan baik.

Etika  Pemanfaatan Teknologi Informasi


Menurut James H. Moor ada tiga alasan  utama  mengapa  masyarakat berminat untuk menggunakan  komputer  yaitu;
  1. Kelenturan logika (logical malleability), Memiliki  kemampuan untuk membuat suatu aplikasi untuk melakukan apapun yang diinginkan oleh programmer untuk penggunannya.
  2. Faktor Transformasi (transformation factors), Memiliki  kemampuan untuk bergerak dengan cepat kemanapun pengguna akan menuju ke suatu tempat.
  3. Faktor tak kasat mata (invisibility factors). Memiliki  kemampuan  untuk menyembunyikan semua operasi internal computer sehingga tidak ada peluang bagi penyusup untuk menyalahgunakan operasi tersebut.


Dengan adanya ketiga factor tersebut di atas maka terdapat implikasi etis terhadap penggunaan teknologi informasi meliputi moral, etika dan  hukum. Sebelum di bahas mengenai hukum yang berlaku, ada hak sosial dan komputer ( Deborah Johnson) dan hak atas informasi (Richard O. Masson) yang harus dijabarkan:

Hak Sosial dan Komputer (Deborah Johnson):
  1. Hak atas akses computer, Setiap orang berhak untuk mengoperasikan komputer dengan tidak harus memilikinya.
  2. Hak atas keahlian computer, Pada awal komputer dibuat, terdapat kekawatiran yang luas terhadap masyarakat akan terjadinya pengangguran karena beberapa peran digantikan oleh komputer. Tetapi pada kenyataannya dengan keahlian di bidang komputer dapat membuka peluang pekerjaan yang lebih banyak;
  3. Hak atas spesialis komputer, Pemakai komputer tidak semua menguasai akan ilmu yang terdapat pada komputer yang begitu banyak dan luas. Untuk bidang tertentu diperlukan spesialis bidang komputer,
  4. Hak atas pengambilan keputusan computer, Meskipun masyarakat tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai bagaimana komputer diterapkan, namun masyarakat memiliki hak tersebut.

Hak atas Informasi (Richard O. Masson)
  1. Hak atas privasiSebuah informasi yang sifatnya pribadi baik secara individu maupun dalam suatu organisasi mendapatkan perlindungan atas hukum tentang kerahasiannya;
  2. Hak atas AkurasiKomputer dipercaya dapat mencapai tingkat akurasi yang tidak bisa dicapai oleh sistem nonkomputer, potensi ini selalu ada meskipun tidak selalu tercapai;
  3. Hak atas kepemilikanIni berhubungan dengan hak milik intelektual, umumnya dalam bentuk program-program computer yang dengan mudahnya dilakukan penggandaan atau disalin secara ilegal. Ini bisa dituntut di pengadilan;
  4. Hak atas aksesInformasi memiliki nilai, dimana setiap kali kita akan mengaksesnya harus melakukan account atau izin pada pihak yang memiliki informasi tersebut. Sebagai contoh kita dapat membaca data-data penelitian atau buku-buku online di Internet yang harus bayar untuk dapat mengaksesnya.

Kedua hak tersebut tidak dapat diambil oleh siapapun, namun sebagai pengguna teknologi ini, pengguna harus belajar bagaimana mempunyai etika yang baik dalam berkomputer. Berikut sepuluh etika berkomputer,  yang nantinya akan mengurangi dampak negative dari penggunaan computer, yaitu:
  1. Jangan menggunakan komputer untuk merugikan orang lain
  2. Jangan melanggar atau mengganggu hak atau karya komputer orang lain
  3. Jangan memata-matai file-file yang bukan haknya
  4. Jangan menggunakan komputer untuk mencuri
  5. Jangan menggunakan komputer untuk memberikan kesaksian palsu
  6. Jangan menduplikasi atau menggunakan software tanpa membayar
  7. Jangan menggunakan sumberdaya komputer orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan
  8. Jangan mencuri kekayaan intelektual orang lain
  9. Pertimbangkan konsekuensi dari program yang dibuat atau sistem komputer yang dirancang
  10. Selalu mempertimbangkan dan menaruh respek terhadap sesama saat  menggunakan Komputer.


HUKUM pada TEKNOLOGI INFORMASI


Suatu perangkat aturan yang dibuat oleh Negara dan mengikat warga negaranya untuk mengikuti aturan tersebut agar tercapai kedamaian yang didasarkan atas keserasian antara ketertiban dengan ketentraman, yang secara umum disebut Hukum.

Hukum dalam arti luas , sesungguhnya mencakup segala macam ketentuan hukum yang ada, baik materi hukum tertulis  ( tertuang dalam perundang-undangan ) dan hukum tidak tertulis ( tertuang dalam kebiasaan ataupun praktek bisnis yang berkembang). Keberadaan hukum sebagai rule of law berbanding lurus dengan melihat sejauh mana pemahaman hukum dan kesadaran hukum  masyarakat itu sendiri terhadap informasi hukum yang tengah berlaku.

Sistem hukum yang baik belum tentu dapat terwujud dengan pembuatan perundang-undangan yang baru terus menerus, melainkan memerlukan suatu kajian yang mendalam mengenai sejauh mana sistem hukum yang berlaku dapat dioptimalkan.

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. teknologi informasi saat ini memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan  peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.. Perkembangan teknologi ini menyebabkan munculnya suatu ilmu hukum baru yang merupakan dampak dari pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang dikenal dengan hukum telematika atau cyber law.

Hukum Telematika


Pada saat  ini banyak  kegiatan  sosial maupun komersial dilakukan melalui jaringan sistem komputer  dan sistem komunikasi, baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet), dimana permasalahan hukum seringkali dihadapi ketika terkait dengan adanya penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan  melalui sistem elektronik, untuk mengakomodasi  permasalahan tersebut munculnya beberapa bidang hukum  yaitu hukum  informatika, hukum telekomunikasi dan hukum media yang saat ini dikenal dengan hukum telematika.

Masalah – masalah yang dihadapi pada hukum telematika sangat luas, karena tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu Negara, dan dapat diakses kapanpun dimanapun. Salah satu contoh yaitu kerugian dapat terjadi baik pada pelaku  transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. 

Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit, sehingga perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan  Transaksi Elektronik


Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan  teknologi  informasi  dan  komunikasi  telah  pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau  cyber  law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual  world  law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.

Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat computer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi tersebut.

Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses,  menganalisis,  menampilkan,  dan  mengirimkan  atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi input, process, output, storage, dan communication

Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.

Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi  ektronik untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika) berkembang terus  tanpa  dapat  dibendung,  seiring  dengan  ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.

Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.

Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.

Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal. 

sumber: irmarr.staff.gunadarma.ac.id

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel