Hubungan Antara Etika Profesi, Teknologi dan Hukum Terhadap Informasi
Thursday, 3 April 2014
SUDUT HUKUM | Hubungan
Antara Etika Profesi, Teknologidan Hukum Terhadap Informasi
Sejarah dan Perkembangan Etika Komputer
Sesuai awal penemuan
teknologi komputer di era 1940–an, perkembangan etika komputer
juga dimulai dari era tersebut dan secara bertahap
berkembang menjadi sebuah disiplin ilmu
baru di masa sekarang ini. Perkembangan tersebut akan
dibagi menjadi beberapa tahap
seperti yang akan dibahas berikut ini
Era 1940-1950-an
Munculnya etika komputer sebagai sebuah bidang studi dimulai
dari pekerjaan profesor Norbert Wiener . yang
mengembangkan suatu meriam antipesawat
yang mampu menembak jatuh sebuah pesawat tempur yang melintas di
atasnya. Pada perkembangannya, penelitian di bidang etika dan teknologi
tersebut akhirnya menciptakan suatu
bidang riset baru yang disebut cybernetics atau the science of information
feedback. Konsep cybernetics tersebut
dikombinasikan dengan komputer digital yang dikembangkan pada waktu itu, membuat Wiener akhirnya
menarik beberapa kesimpulan etis tentang pemanfaatan teknologi
Era 1960-an
Pada pertengahan tahun 1960 , Donn Parker dari SRI
Internasional Menlo Park California
melakukan berbagai riset untuk menguji penggunaan komputer yang tidak tidak
sesuai dengan profesionalisme di bidang komputer. Selanjutnya, Parker melakukan
riset dan mengumpulkan berbagai macam contoh kejahatan komputer dan aktivitas
lain yang menurutnya tidak pantas dilakukan para profesional komputer. Dalam
perkembangannya, ia menerbitkan “Rules of Ethics in Information Processing”
atau peraturan tentang etika dalam pengolahan informasi.
Parker juga dikenal menjadi pelopor kode etik profesi bagi
profesional di bidang komputer, yang ditandai dengan usahanya pada tahun 1968
ketika ditunjuk untuk memimpin pengembangan Kode Etik Profesional yang pertama
dilakukan untuk Association for Computing Machinery (ACM).
Era 1970-an
Perkembangan etika komputer di era 1970-an juga
diwarnai dengan karya Walter Maner yang
sudah mulai menggunakkan istilah
“computer ethics” untuk mengacu pada bidang pemeriksaan yang berhadapan
dengan masalah etis yang diciptakan oleh pemakaian teknologi komputer waktu
itu.
Era 1980-an
Pertengahan 80-an, James Moor dari Dartmouth College
menerbitkan artikel menarik yang berjudul “What is computer Ethics?” sebagai
isu khusus pada Jurnal Metaphilosophy [Moor, 1985]. Deborah Johnson dari
Resselaer Polytechnic Institute menerbitkan buku teks Computer Ethics [Johnson, 1985], sebagai
buku teks pertama yang digunakan lebih dari satu dekade dalam bidang itu.
Era 1990-an Sampai Sekarang
Sepanjang tahun 1990, berbagai pelatihan baru di
universitas, pusat riset, konfrensi, jurnal, buku teks dan artikel menunjukkan
suatu keanekaragaman yang luas tentang topik di bidang etika komputer. Sebagai
contoh, pemikir sepeti Donald Gotterbarn, Keith Miller, Simon Rogerson, dan
Dianne Martin .Para ahli komputer di Inggris, Polandia, Belanda, dan Italia
menyelenggarakan ETHICOMP sebagai
rangkaian konfrensi yang dipimpin oleh Simon Rogerson. Terdapat pula konfrensi
besar tentang etika komputer CEPE yang dipimpin oleh Jeroen van Hoven, serta di
Australia terjadi riset terbesar etika komputer yang dipimpin oleh Chris Simpson
dan Yohanes Weckert.
Etika Komputer di Indonesia
Sebagai negara yang
tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi komputer, Indonesia
pun tidak mau ketinggalan dalam mengembangkan etika di bidang tersebut.
Mengadopsi pemikir dunia di atas, etika di bidang komputer berkembang menjadi
kurikulum wajib yang dilakukan hampir semua perguruan tinggi di bidang komputer
di Indonesia.
ETIKA dan TEKNOLOGI INFORMASI
Perkembangan teknologi yang terjadi dalam kehidupan manusia,
seperti revolusi yang memberikan banyak perubahan pada cara berpikir manusia,
baik dalam usaha pemecahan masalah, perencanaan, maupun dalam pengambilan
keputusan.
Perubahan yang terjadi pada cara berpikir manusia akan
berpengaruh terhadap pelaksanaan dan
cara pandang manusia terhadap etika dan norma-norma dalam kehidupannya. Orang
yang biasanya berinteraksi secara fisik, melakukan komunikasi secara langsung
dengan orang lain, karena perkembangan teknologi internet dan email maka
interaksi tersebut menjadi berkurang.
Teknologi sebenarnya hanya alat yang digunakan manusia untuk
menjawab tantangan hidup. Jadi, faktor manusia dalam teknologi sangat penting.
Ketika manusia membiarkan dirinya dikuasai teknologi maka manusia yang lain
akan mengalahkannya. Oleh karena itu, pendidikan manusiawi termasuk pelaksanaan
norma dan etika kemanusiaan tetap harus berada pada peringkat teratas, serta
tidak hanya melakukan pemujaan terhadap
teknologi belaka.
Ada beberapa dampak pemanfaatan teknologi informasi yang
tidak tepat yaitu:
- Ketakutan terhadap teknologi informasi yang akan menggantikan fungsi manusia sebagai pekerja
- Tingkat kompleksitas serata kecepatan yang sudah tidak dapat di tangani secara manual
- Pengangguran dan pemindahan kerja
- Kurangnya tanggung jawab profesi
- Adanya golongan minoritas yang miskin informasi mengenai teknologi informasi.
Untuk mengatasi beberapa kendala tersebut maka dapat dilakukan:
- Di rancang sebuah teknologi yang berpusat pada manusia
- Adanya dukungan dari suatu organisasi, kompleksitas dapat ditangani dengan Teknologi Informasi
- Adanya pendidikan yang mengenalkan teknologi informasi sehingga dapat meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kemajuan teknologi informasi.
- Jika adanya peningkatan pendidikan maka akan adanya umpan balik dan imbalan yang diberikan oleh suatu organisasi
- Perkembangan teknologi akan semakin meningkat namun hal ini harus di sesuaikan dengan hukum yang berlaku sehingga etika dalam berprofesi di bidang teknologi informasi dapat berjalan dengan baik.
Etika Pemanfaatan Teknologi Informasi
Menurut James H. Moor ada tiga alasan utama
mengapa masyarakat berminat untuk
menggunakan komputer yaitu;
- Kelenturan logika (logical malleability), Memiliki kemampuan untuk membuat suatu aplikasi untuk melakukan apapun yang diinginkan oleh programmer untuk penggunannya.
- Faktor Transformasi (transformation factors), Memiliki kemampuan untuk bergerak dengan cepat kemanapun pengguna akan menuju ke suatu tempat.
- Faktor tak kasat mata (invisibility factors). Memiliki kemampuan untuk menyembunyikan semua operasi internal computer sehingga tidak ada peluang bagi penyusup untuk menyalahgunakan operasi tersebut.
Dengan adanya ketiga factor tersebut di atas maka terdapat
implikasi etis terhadap penggunaan teknologi informasi meliputi moral, etika
dan hukum. Sebelum di bahas mengenai
hukum yang berlaku, ada hak sosial dan komputer ( Deborah Johnson) dan hak atas
informasi (Richard O. Masson) yang harus dijabarkan:
Hak Sosial dan Komputer (Deborah Johnson):
- Hak atas akses computer, Setiap orang berhak untuk mengoperasikan komputer dengan tidak harus memilikinya.
- Hak atas keahlian computer, Pada awal komputer dibuat, terdapat kekawatiran yang luas terhadap masyarakat akan terjadinya pengangguran karena beberapa peran digantikan oleh komputer. Tetapi pada kenyataannya dengan keahlian di bidang komputer dapat membuka peluang pekerjaan yang lebih banyak;
- Hak atas spesialis komputer, Pemakai komputer tidak semua menguasai akan ilmu yang terdapat pada komputer yang begitu banyak dan luas. Untuk bidang tertentu diperlukan spesialis bidang komputer,
- Hak atas pengambilan keputusan computer, Meskipun masyarakat tidak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai bagaimana komputer diterapkan, namun masyarakat memiliki hak tersebut.
Hak atas Informasi (Richard O. Masson)
- Hak atas privasi, Sebuah informasi yang sifatnya pribadi baik secara individu maupun dalam suatu organisasi mendapatkan perlindungan atas hukum tentang kerahasiannya;
- Hak atas Akurasi. Komputer dipercaya dapat mencapai tingkat akurasi yang tidak bisa dicapai oleh sistem nonkomputer, potensi ini selalu ada meskipun tidak selalu tercapai;
- Hak atas kepemilikan. Ini berhubungan dengan hak milik intelektual, umumnya dalam bentuk program-program computer yang dengan mudahnya dilakukan penggandaan atau disalin secara ilegal. Ini bisa dituntut di pengadilan;
- Hak atas akses. Informasi memiliki nilai, dimana setiap kali kita akan mengaksesnya harus melakukan account atau izin pada pihak yang memiliki informasi tersebut. Sebagai contoh kita dapat membaca data-data penelitian atau buku-buku online di Internet yang harus bayar untuk dapat mengaksesnya.
Kedua hak tersebut tidak dapat diambil oleh siapapun, namun
sebagai pengguna teknologi ini, pengguna harus belajar bagaimana mempunyai
etika yang baik dalam berkomputer. Berikut sepuluh etika berkomputer, yang nantinya akan mengurangi dampak negative
dari penggunaan computer, yaitu:
- Jangan menggunakan komputer untuk merugikan orang lain
- Jangan melanggar atau mengganggu hak atau karya komputer orang lain
- Jangan memata-matai file-file yang bukan haknya
- Jangan menggunakan komputer untuk mencuri
- Jangan menggunakan komputer untuk memberikan kesaksian palsu
- Jangan menduplikasi atau menggunakan software tanpa membayar
- Jangan menggunakan sumberdaya komputer orang lain tanpa sepengetahuan yang bersangkutan
- Jangan mencuri kekayaan intelektual orang lain
- Pertimbangkan konsekuensi dari program yang dibuat atau sistem komputer yang dirancang
- Selalu mempertimbangkan dan menaruh respek terhadap sesama saat menggunakan Komputer.
HUKUM pada TEKNOLOGI INFORMASI
Suatu perangkat aturan yang dibuat oleh Negara dan mengikat
warga negaranya untuk mengikuti aturan tersebut agar tercapai kedamaian yang
didasarkan atas keserasian antara ketertiban dengan ketentraman, yang secara
umum disebut Hukum.
Hukum dalam arti luas , sesungguhnya mencakup segala macam
ketentuan hukum yang ada, baik materi hukum tertulis ( tertuang dalam perundang-undangan ) dan
hukum tidak tertulis ( tertuang dalam kebiasaan ataupun praktek bisnis yang
berkembang). Keberadaan hukum sebagai rule of law berbanding lurus dengan
melihat sejauh mana pemahaman hukum dan kesadaran hukum masyarakat itu sendiri terhadap informasi
hukum yang tengah berlaku.
Sistem hukum yang baik belum tentu dapat terwujud dengan
pembuatan perundang-undangan yang baru terus menerus, melainkan memerlukan
suatu kajian yang mendalam mengenai sejauh mana sistem hukum yang berlaku dapat
dioptimalkan.
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah
mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan
dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan perubahan sosial,
ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung demikian cepat. teknologi
informasi saat ini memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan,
kemajuan, dan peradaban manusia,
sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.. Perkembangan
teknologi ini menyebabkan munculnya suatu ilmu hukum baru yang merupakan dampak
dari pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi yang dikenal dengan hukum
telematika atau cyber law.
Hukum Telematika
Pada saat ini
banyak kegiatan sosial maupun komersial dilakukan melalui
jaringan sistem komputer dan sistem
komunikasi, baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet), dimana
permasalahan hukum seringkali dihadapi ketika terkait dengan adanya penyampaian
informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam
hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang
dilaksanakan melalui sistem elektronik,
untuk mengakomodasi permasalahan tersebut
munculnya beberapa bidang hukum yaitu
hukum informatika, hukum telekomunikasi
dan hukum media yang saat ini dikenal dengan hukum telematika.
Masalah – masalah yang dihadapi pada hukum telematika sangat
luas, karena tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu Negara, dan dapat diakses
kapanpun dimanapun. Salah satu contoh yaitu kerugian dapat terjadi baik pada
pelaku transaksi maupun pada orang lain
yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit
melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu, pembuktian merupakan faktor
yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum
terakomodasi dalam sistem hukum secara komprehensif, melainkan juga ternyata
sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan, dan dikirim ke berbagai
penjuru dunia dalam waktu hitungan detik.
Dengan demikian, dampak yang
diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit, sehingga perlu
diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi
informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh
karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space,
yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika.
Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara
elektronik, pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum,
persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah
mengubah baik perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global.
Perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi telah
pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan
menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung
demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua karena
selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan
peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal
dengan hukum siber atau hukum telematika. Hukum siber atau cyber
law, secara internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait
dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian pula, hukum
telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum telekomunikasi,
hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah
hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya
(virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah
tersebut lahir mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem
komputer dan sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global
(Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang
merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual. Permasalahan
hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan penyampaian
informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya dalam
hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan
melalui sistem elektronik.
Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem
komputer dalam arti luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan
perangkat lunak komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau
sistem komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah
sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun
bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer
akan mampu membuat computer bekerja untuk melakukan fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi
tersebut.
Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan
keberadaan sistem informasi yang merupakan penerapan teknologi informasi yang
berbasis jaringan telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi
merancang, memproses, menganalisis, menampilkan,
dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem
informasi secara teknis dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan
produk teknologi informasi ke dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen
sesuai dengan karakteristik kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai
dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara
teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang
mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber daya
manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup fungsi
input, process, output, storage, dan communication
Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak
lama memperluas penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan
kebendaan yang tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai
perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena
kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang mudah diakses
kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik pada pelaku transaksi
maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan transaksi, misalnya
pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di samping itu,
pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi elektronik
bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara
komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap,
dipalsukan, dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik.
Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan
rumit.
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan
karena transaksi ektronik untuk kegiatan
perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi
bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika
(telematika) berkembang terus tanpa dapat
dibendung, seiring dengan
ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media, dan
komunikasi.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga
ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan
sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada
ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran dan kualifikasi hukum
konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu banyak
kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang
siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat
buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan
pula sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam
kegiatan e-commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang
kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.
Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan
dan kepastian hukum dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan
komunikasi agar dapat berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga
pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum,
aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi gangguan
keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik, pendekatan hukum
bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan teknologi
informasi menjadi tidak optimal.
sumber: irmarr.staff.gunadarma.ac.id