Fatwa Dan Mufti
Thursday, 8 May 2014
Sudut Hukum | Pengertian Fatwa
Fatwa berasal dari bahasa Arab ( فخىي ),
artinya nasihat, petuah, jawaban atau pendapat. adapun yang dimaksud adalah
sebuah keputusan atau nasihat resmi yang diambil oleh sebuah lembaga atau
perorangan yang diakui otoritasnya, disampaikan oleh seorang mufti atau ulama,
sebagai tanggapan atau jawaban terhadap pertanyaan yang diajukan oleh peminta
fatwa (mustafti) yang tidak mempunyai keterikatan. Dengan demikian peminta
fatwa tidak harus mengikuti isi atau hukum fatwa yang diberikan kepadanya.
Syarat-syarat Mufti
Menurut Ibnu Qayyim, syarat-syarat yang
harus dipenuhi seorang mufti adalah sebagai berikut:
- Mempunyai niat dalam memberi fatwa, yakni mencari keridlaan Allah semata-mata.karenanya janganlah memberi fatwa untuk mencari kekayaan atau kemegahan, atau karena takut kepada penguasa. Telah berlaku sunnah Allah memberikan kehebatan dimata manusia kepada orang yang ikhlas, kepadanya di berikan nur (cahaya) dan memberikan kehinaan kepada orang yang memberikan fatwa atas dasar riya.
- Hendaklah dia mempunyai ilmu, ketenangan, kewibawaan, dan dapat menahan keamarahan. Ilmulah yang sangat diperlukan dalam memberi fatwa. Orang yang memberi fatwa tanpa ilmu berarti mencari siksaan Allah.
- Hendaklah mufti itu seorang yang benar-benar menguasai ilmunya, bukan seorang yang lemah ilmunya, karena apabila dia kurang pengetahuan mungkinlah dia tidak berani mengemukakan kebenaran di tempat dia harus mengemukakannya dan mungkin pula dia nekat mengemukakan pendapat di tempat yang seharusnya dia diam.
- Hendaknya mufti itu seorang yang mempunyai kecukupan dalam bidang material, bukan seseorang yang memerlukan bantuan orang untuk menegak hidupnya, karena dengan bantuan orang lain, niscaya akan rendahlah pandangan orang kepadanya.
- Hendaklah mufti itu mengetahui ilmu kemasyarakatan. Apabila sang mufti tidak mengetahui keadaan mungkinlah dia menimbulkan kerusakan dengan fatwa-fatwanya itu.
Kewajiban Para Mufti
Adapun mengenai kewajiban-kewajiban para
mufti diantaranya adalah sebagai berikut:
- Tidak memberikan fatwa dalam keadaan sangat marah, atau sangat ketakutan, Dalam keadaan gundah atau dalam keadaan pikiran yang sedang bimbang dengan suatu hal. Karena semua yang demikian itu menghilangkan ketelitian dan kebimbangan.
- Hendaklah dia merasakan amat berhajat mendapatkan pertolongan Allah agar menunjukkan ke jalan yang harus di tempuh. Sesudah itu barulah dia meneliti nash-nash Al Qur‟an, nash-nash Hadits, atsar-atsar para sahabat dan pendapat-pendapat para ulama. Dan hendaklah dia memberikan segala kesungguhanya untuk menemukan hukum dari pokoknya sendiri dengan bercermin kepada sikap-sikap yang telah dilakukan para ulama dahulu.
- Berdaya upaya menetapkan hukum dengan yang di ridlai Allah. Dan selalulah dia ingat bahwa dia diharuskan memutuskan hukum dengan apa yang dia turunkan, serta dilarang dia mengikuti hawa nafsunya, tidak boleh seorang mufti dalam member fatwa berpegang kepada suatu pendapat yang pernah dikatakan oleh seorang fuqaha tanpa melihat kuat lemahnya perkataan itu. Dia wajib berfatwa yang lebih