Orang Yang Berhak Menerima Zakat Fitrah (Mustahik)
Thursday, 8 May 2014
SUDUT HUKUM | Dalam pembagian zakat fitrah,
terdapat perbedaan dikalangan ulama tentang siapa saja yang berhak menerima zakat
fitrah. Ada tiga pendapat yang berbeda mengenai persoalan ini yaitu:
Pertama, Pendapat yang mewajibkan di
bagikannya pada asnaf yang delapan secara merata. Pendapat ini berasal dari
golongan Imam Syafi‟i, mereka berpendapat bahwa wajib menyerahkan zakat
fitrah kepada golongan yang tercantum dalam surat At Taubah ayat 60.
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ
لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ
وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ ۖ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
Yang dimaksud
dengan delapan golongan tersebut adalah:
- Fakir (al-fuqara‟)
Al-fuqara‟
merupakan kelompok pertama yang mendapatkan bagian zakat. Fakir berarti
orang yang tidak memiliki harta dan pekerjaan sehingga kebutuhan hidupnya tidak
tercukupi.
- Miskin
Miskin ialah
orang yang hidup dalam kekurangan dan tidak mampu mencukupi kebutuhan hidupnya,
akan tetapi memilki sebuah pekerjaan. Yang dimaksud dengan cukup adalah dapat
memenuhi kebutuhan seharihari, dari sisa terbesar umurnya.
- Amil
Amil ialah orang-orang yang diangkat oleh
penguasa atau oleh badan perkumpulan untuk mengurus zakat. Badan amalah
dibagi kepada empat bagian besar.
- Jubah atau su'ah juga dinamakan Hasarah. Pekerjaannya mengumpulkan atau memungut zakat dan fitrah dari yang wajib mengeluarkannya. Dan masuk kedalamnya ru'ah (penggembala binatang zakat).
- Khatabah dan masuk di dalamnya Hasabah. Yang mempunyai tugas mendaftarkan zakat yang diterima dan menghitung zakat atau fitrah.
- Qasamah mempunyai tugas membagi dan menyampaikan zakat atau fitrah kepada orang yang berhak.
- Khazanah dan disebut juga Hafadhah. Mempunyai tugas menjaga dan memelihara harta zakat atau fitrah yang telah dikumpulkan. Adapun yang mengawasi dan mengendalikan pekerjaan mereka adalah penguasa, wakilnya atau badan yang mengangkat badan itu. Dalam organisasi ini terdiri atas unsur pertimbangan, unsur pengawas dan unsur pelaksana. Unsur pertimbangan dan pertimbangan terdiri dari para ulama', kaum cendekiawan, tokoh masyarakat dan wakil pemerintah. Unsur pelaksana terdiri dari unit administrasi, unit pengumpul, unit pendistribusi dan unit lain sesuai kebutuhan.
- Para Muallaf yang dibujuk hatinya
Para Muallaf yang dibujuk hatinya adalah
orang-orang dari kaum kafir atau dari kaum muslimin yang diberi zakat
bukan karena dia itu miskin, melainkan supaya orang-orang itu tertarik dengan
Islam. Fuqoha membagi muallaf ini kepada dua golongan :
a. Yang masih kafir
Pertama, kafir yang diharap akan beriman dengan
diberikan pertolongan, sebagaimana yang dilakukan nabi Muhammad SAW terhadap
Shafwan Ibnu Umaiyah, yang dengan pertolongan nabi Muhammad SAW memeluk Islam.
Nabi Muhammad SAW memberikan 100 ekor unta kepada Shafwan.
Kedua, kafir yang ditakuti berbuat jahat kepadanya diberikan
hak muallaf untuk menolak kejahatannya. Kata Ibnu Abbas:”ada segolongan
manusia apabila mendapat pemberian dari Nabi, mereka memuji-muji Islam dan apabila tidak mendapat pemberian,
mereka mencaci maki dan memburukkan Islam.”
b. Yang telah masuk agama Islam
Pertama, orang yang masih lemah imannya,
yang diharap dengan pemberian itu imannya menjadi teguh. Kedua pemuka-pemuka
yang menjadi kerabat yang sebanding dengan dia yang masih kafir seperti Ady Ibnu Halim seorang yang sangat kaya
dan dermawan.
Ketiga orang Islam yang berkediaman di
perbatasan agar mereka tetap membela isi negeri dari serangan musuh Keempat,
orang yang diperlukan untuk menarik zakat dari mereka yang tidak mau
mengeluarkannya tanpa perantaraannya orang tersebut.
- Ar-Riqaab
Riqab adalah budak muslim (al-mukatab) yang telah membuat perjanjian dengan tuannya untuk dimerdekakan dan tidak
memiliki uang untuk membayar tebusan atas diri mereka. Karena pada zaman
sekarang ini sudah tidak ada lagi perbudakan, (sudah dilarang secara
internasional ), bagian untuk mereka sudah tidak ada lagi.
- Al-Gharim
Gharim adalah orang yang terhimpit oleh
utang, demi kebutuhan yang bersifat pribadi atau karena alasan yang bersifat
sosial, sementara tidak ada harta untuk pengembalian utang tersebut. Hanya
mereka yang berhutang untuk kemaslahatan diri, baru boleh meminta hak ini, bila
mereka sendiri telah fakir, telah jatuh miskin tak sanggup lagi membayarnya. Sedangkan
berhutang karena kemaslahatan umum, maka ia boleh minta dai bagian ini untuk
membayar hutangnya meskipun ia orang kaya.
- Fii Sabilillah
Berdasarkan riwayat yang shahih, yang
dimaksud dengan Fii Sabilillah adalah semua jalan yang mengantarkan kepada
Allah SWT. Termasuk Fii sabilillah ialah para ulama yang bertugas membina kaum muslimin dalam urusan-urusan agama.
Mereka juga mendapatkan bagian zakat baik
kaya maupun miskin.
Menurut pendapat sebagian ulama Fii
Sabilillah ialah sukarelawan dalam peperangan, yang pergi maju ke front dengan tidak mendapatkan
gaji. Menurut Ibnu Umar‟ jalan Allah adalah itu adalah mereka yang
pergi mengerjakan haji dan umrah.
- Ibnus Sabiil
Ibnus Sabiil ialah Orang-orang yang
sedang melakukan perjalanan untuk menambah pengetahuan, pengalaman,
persahabatan. Golongan ini berhak menerima zakat, jika seorang sedang melakukan perjalanan
dengan tujuan maksiat, maka haram baginya menerima zakat.
Mereka diberi bagian zakat sekedar
untuk memenuhi kebutuhannya ketika hendak pergi kenegerinya, walaupun dia memiliki harta. Hukum
ini berlaku pula terhadap orang yang merencanakan perjalanan dari negerinya sedang
dia tidak membawa bekal, maka dia dapat diberi dari harta zakat untuk
memenuhi biaya pergi dan pulangnya.
Kedua, Pendapat yang mengkhususkan kepada
golongan fakir, namun memperkenankan memberikan zakat fitrah kepada
golongan delapan sebagaimana yang tercantum dalam surat At Taubah. Karena zakat
fitrah juga termasuk zakat, sehingga masuk pada keumuman zakat,
yakni memberikan kepada asnaf delapan. Hal ini adalah pendapat jumhur ulama.
Ketiga, Pendapat yang mengkhususkan
kepada golongan miskin saja. Bahwa zakat itu hanyalah diberikan kepada miskin saja.
pendapat yang mewajibkan pemberian zakat fitrah
dikhususkan kepada orang fakir saja, bukan kepada asnaf lainnya. Pendapat ini merupakan pendapat Imam
Malik, salah satu pendapat dari Imam Ahmad, didukung oleh Ibnu Quyyim dan seorang
gurunya, yaitu Qosim dan Abu Thalib. Pendapat mereka ini didasarkan pada hadits
dengan berdasarkan sebuah hadits “zakat fitrah adalah untuk memberi makanan pada orang-orang miskin”.