Hak dan Kewajiban Perempuan dalam Masa ‘iddah
Sunday, 20 July 2014
Pertama,
larangan menerima pinangan. Jadi, perempuan yang masih dalam masa iddah, baik iddah karena talak maupun ditinggal
mati suaminya dilarang menerima pinangan dari laki-laki asing secara
terang-terangan.
Tetapi
untuk perempuan yang masih dalam masa iddah
karena kematian , seorang laki-laki dapat meminangnya tetapi secara
sindiran. Hal ini sesuai firman
Allah dalam surat Al-baqarah ayat 235.
Artinya : “Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang ma'ruf.” (Q.S. Al-baqarah :235).
Kedua,
larangan keluar dari rumah. Ulama fiqih berbeda pendapat mengenai hal ini. Golongan Hambali membolehkan keluar pada siang
hari, baik perempuan itu iddah karena talak maupun iddah karena
kematian suaminya. Hal ini didasarkan pada hadis.
Artinya: “Dari Jabir r.a. ia berkata: Bibiku dari pihak ibu diceraikan oleh suaminya. Ia ingin memetik kurmanya, namun seorang lelaki mencegahnya keluar rumah. Ia kemudian menemui Nabi SAW dan bersabda: Boleh, petiklah kurmamu, barangkali dengan kurma itu kamu dapat bersedekah atau berbuat kebajikan.”(H.R. Muslim).
Sedangkan
ulama Hanafiah melarang perempuan yang dalam masa iddah, baik talak ba’in maupun talak raj’i untuk keluar rumah, siang atau malam hari, hal ini berdasarkan firman Allah dalam surat Al-thalaq ayat 1.
Artinya : “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu Maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar)dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. janganlah kamukeluarkan mereka dari rumah mereka dan janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, Maka Sesungguhnya Dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang baru. mertua, ipar, besan dan sebagainya. Suatu hal yang baru Maksudnya ialah keinginan dari suami untuk rujuk kembali apabila talaknya baru dijatuhkan sekali atau dua kali.” (Q.S. Althalaq: 1)
Akan
tetapi, perempuan yang menjalankan iddah karena kematian suaminya boleh keluar siang hari dan
sebagian malam. Tetapi ia tidak boleh bermalam di rumah orang lain, kecuali di
rumah keluarganya sendiri.
Ulama
Syafi‟iah berpendapat bahwa perempuan yang masih dalam masa iddah dilarang secara
mutlak untuk keluar dari rumah, kecuali karena udzr. Sebenarnya,
larangan keluar rumah bagi perempuan yang sedang menjalani iddah lebih
menyentuh kepada aspek sosialnya. Oleh karena itu, selama perempuan tersebut
dapat menjaga diri dan tujuan dari iddah itu sendiri, maka dia boleh
saja keluar rumah, terlebih bagi mereka yang kebutuhannya mendesak, seperti
bekerja untuk menafkahi diri dan anaknya.
Ketiga,
larangan menikah dengan laki-laki lain. Laki-laki lain dilarang
menikahi perempuan yang masih dalam masa iddah, hal ini
berdasarkan firman Allah dalam surat Al-baqarah ayat 235.
Artinya: “Dan janganlah kamu ber‟azam (bertetap hati) untuk berakad nikah sebelum habis iddahnya.”(Q.S. Al-baqarah: 235)
Apabila
pernikahan tersebut dilaksanakan, maka pernikahan itu bathil. Sebab,
perempuan tersebut tidak boleh menikah untuk menjaga hak suami yang pertama dan
perkawinan tersebut harus dibatalkan.
Keempat,
larangan mengenakan perhiasan dan wewangian. Ulama fiqih sepakat
bahwa perempuan yang ditinggal mati suaminya wajib menjalankan ihdad, tetapi
para ulama berbeda pendapat mengenai kewajiban ihdad bagi perempuan yang
sedang dalam masa iddah talak ba‟in. Jumhur ulama berpendapat
bahwa ihdad bagi perempuan yang ditalak ba’in hukumnya sunnah, bukan
wajib.
Ulama
Hanafiah mewajibkan perempuan yang ditalak ba’in untuk menjalankan ihdad,
anjuran untuk menjalankan ihdad selama masa iddah talak ba in dimaksudkan
untuk menghindarkan diri dari fitnah yang mungkin muncul jika dia berhias diri.
Selain
beberapa ketentuan yang tidak boleh dilakukan perempuan yang sedang beriddah seperti
yang telah dibahas di atas, para ahli fiqih sepakat bahwa perempuan yang sedang dalam iddah talak
raj’i berhak mendapatkan nafkah dan tempat
tinggal dari mantan suaminya. Mereka juga
sepakat
bahwa perempuan hamil yang ditalak suaminya, baik raj’i maupun ba’in berhak
untuk mendapatkan nafkah dan tempat tinggal sampai dia melahirkan.