Mengenal Etika Bisnis
Wednesday, 2 July 2014
SUDUT HUKUM | Tujuan untung sebesar-besarnya menjadi inti dari sebuah bisnis, sebagai
pelaku bisnis orang tidak mau rugi sedikit pun, mereka pasti akan mencari
keuntungan sebanyak mungkin dengan menghalalkan segala cara. Sehingga wajar
jika muncul pertanyaan “apakah bisnis mempunyai etika?”. Pertanyaan
tersebut muncul karena masih ada sisa-sisa pandangan lama bahwa bisnis itu
immoral.
Pandangan tersebut kemudian melunak menjadi bisnis itu amoral, artinya
moral dan bisnis merupakan dua dunia yang sangat berbeda, dan keduanya
tidak dapat dicampuradukkan. Mereka menyatakan business is business.
Para pelaku bisnis adalah orang-orang yang bermoral, tetapi moralitas tersebut
hanya berlaku dalam dunia pribadi mereka, begitu mereka terjun dalam dunia
bisnis mereka akan masuk dalam permainan yang mempunyai kode etik tersendiri.
Pandangan di atas tentang etika dan bisnis mendapat kritik tajam
dari tokoh etika Amerika Serikat, Richard T. de George. Ia mengemukakan alasan-alasan tentang
keniscayaan etika bisnis sebagai berikut. Pertama, bisnis tidak
dapat disamakan dengan permainan judi. Dalam bisnis memang dituntut keberanian
mengambil resiko dan spekulasi, namun yang dipertaruhkan bukan hanya uang,
melainkan juga dimensi kemanusiaan, seperti nama baik pengusaha dan keluarga.
Kedua, bisnis adakah bagian yang
sangat penting dari masyarakat dan menyangkut kepentingan semua orang. Oleh
karena itu praktek bisnis mensyaratkan etika di samping hukum positif sebagai
standar acuan dalam pengambilan keputusan dan kegiatan bisnis, dengan demikian kegiatan
bisnis dapat dinilai dari sudut moral seperti halnya kegiatan manusia lainnya.
Ketiga, dilihat dari sudut pandang
bisnis itu sendiri, praktek bisnis yang berhasil adalah yang memperhatikan
norma-norma moral masyarakat. Keempat, asas legalitas harus dibedakan dari asas
moralitas. Kelima, etika bukanlah ilmu pengetahuan empiris, tindakan yang
dilakukan oleh banyak orang tidak otomatis berarti yang lebih baik. Sekarang
kita masuk pada bahasan apa yang disebut etika bisnis itu?Untuk memahami
secara sistematis dimulai dengan menyelidiki etika itu sendiri, etika di sini
dibedakan antara etika sebagai praksis dan etika sebagai refleksi.
Etika sebagai praksis berarti: nilai-nilai dan norma-norma moral
sejauh dipraktekkan atau justru tidak dipraktekkan, walaupun seharusnya dipraktekkan.
Dapat dikatakan juga, etika sebagai praksis adalah apa yang dilakukan sejauh
sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral. Kita sering mendengar
atau membaca kalimat-kalimat seperti ini: “dalam dunia modern, etika bisnis
mulai menipis” kata etika dalam kalimat tersebut kita pahami dan maksud dari
kata tersebut, orang yang mengeluh bahwa etika bisnis sudah mulai
menipis, bermaksud bahwa pebisnis sering menyimpang dari nilai dan norma moral
yang benar.
Etika sebagai refleksi adalah pemikiran moral. Dalam etika sebagai
refleksi kita berfikir tentang apa yang dilakukan dan khususnya tentang apa yang
harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Etika sebagai refleksi berbicara
tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis sebagai objeknya.
Dalam pemahaman ini etika refleksi menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku
seseorang.
Etika adalah cabang filsafat yang mempelajari baik dan buruknya perilaku
manusia, karena itu sering disebut dengan filsafat praktis. Pada akhir tahun
1960 an teori etika mulai membuka diri bagi topik-topik konkret dan aktual
sebagai objek penyelidikan. Perkembangan tersebut sering disebut dengan “etika
terapan”. Pada mulanya topik konkret ini menyangkut ilmu- ilmu biomedis, karena
kemajuan tersebut sehingga munculah masalah etis yang baru. Kemudian etika
terapan memperluas perhatiannya ke topik-topik aktual lainnya, seperti
lingkungan hidup, persenjataan nuklir dan lain sebagainya. Nah, etika bisnis
termasuk dari topik yang dibahas oleh etika terapan.
Sebagai bagian dari etika terapan etika bisnis awal mula
berkembang di Amerika Serikat, hal ini tidak mengherankan karena kebanyakan telaah
dan buku mengenai bisnis dan manajemen berasal dari negara itu. Bahkan gerakan budaya
etis telah didirikan di New York oleh Felix Adler tahun 1876, yang kemudian
disusul oleh berdirinya masyarakat etis di Chicago tahun 1882, Philadelphia
tahun 1885, dan St. Louis tahun 1886.
Etika bisnis, sebagai bagian dari
etika terapan dijalankan pada tiga taraf, yaitu: taraf makro, meso dan mikro.52 Tiga taraf ini berkaitan
dengan tiga kemungkinan yang berbeda untuk menjalankan kegiatan ekonomi dan bisnis.
Pada taraf makro, etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem
ekonomi sebagai keseluruhan, di sini masalah etika disoroti pada skala besar.
Misalnya masalah keadilan: bagaimana sebaiknya kekayaan di bumi ini dibagi
dengan adil.
Pada taraf meso (madya atau menengah), etika bisnis
menyelidiki masalah-masalah etis di bidang organisasi. Organisasi di sini
terutama berarti perusahaan, tapi bisa juga serikat buruh, lembaga konsumen,
perhimpunan profesi dan lain-lain. Pada taraf mikro, yang difokuskan adalah
individu dalam hubungan dengan ekonomi atau bisnis. Di sini dipelajari tentang
tanggung jawab etis dari karyawan dan majikan, bawahan dan manajer, produsen
dan konsumen, pemasok dan investor.
Sebagai cabang filsafat terapan, etika bisnis menyoroti
segi-segi moral; perilaku manusia yang mempunyai profesi di bidang bisnis dan
manajemen. oleh karena itu, etika bisnis dapat dilihat sebagai usaha
untuk merumuskan dan menerapkan prinsip-prinsip etika di bidang hubungan
ekonomi antar manusia.
Definisi tentang etika bisnis sangat beragam dan tidak ada
satupun yang terbaik, namun terdapat konsensus bahwa etika bisnis adalah
studi yang mensyaratkan penalaran dan penilaian, baik yang didasarkan atas
prinsipprinsip maupun kepercayaan dalam mengambil keputusan guna menyeimbangkan
kepentingan ekonomi diri sendiri terhadap tuntutan sosial dan kesejahteraan.
Sternberg (1994) mendefinisikan etika bisnis sebagai suatu
bidang filosofi yang berhubungan dengan pengaplikasian ethical reasoning terhadap
berbagai praktik dan aktivitas dalam berbisnis. Dalam kaitan ini, etika
bisnis merupakan upaya untuk mencarikan jalan keluar atau paling tidak mengklarifikasikan
berbagai moral issues yang secara spesifik muncul atau berkaitan dengan
aktivitas bisnis tersebut. Dengan demikian prosesnya dimulai
dari analisis terhadap the nature and presuppositions of business hingga
berimplikasi sebagai prinsip-prinsip moral secara umum dalam upaya untuk mengidentifikasi apa yang “benar” di dalam berbisnis.
Etika bisnis bukan hanya menyangkut
persoalan individual yang ada
dalam perusahaan, melainkan mencakup semua pihak yang
berkepentingan baik di dalam maupun luar organisasi. Ada 5 tingkatan yang dibahas
dalam etika bisnis, yaitu individual, organisasional, asosiasi,
masyarakat dan internasional.
Sekarang, jika sudah sepakat bahwa bisnis mempunyai etika, prinsip
etika manakah yang berlaku dalam kegiatan bisnis, Sonny Keraf menyebutkan lima
prinsip. Pertama, prinsip otonomi. Otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia
untuk bertindak berdasarkan kesadarannya sendiri. Bertindak secara otonom
mengandaikan adanya kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak
menurut keputusan itu. Otonomi juga mengandaikan adanya tanggung jawab,
sehingga seseorang bisa dimintai pertanggungjawaban berdasarkan tindakannya
itu.
Kedua, prinsip kejujuran.
Kejujuran mewujud dalam (1) pemenuhan syarat-syarat perjanjian atau kontrak;
(2) mutu barang atau jasa yang ditawarkan; (3) hubungan kerja dalam perusahaan.
Ketiga, prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan prinsip berbuat baik (beneficence). Prinsip ini
mengarahkan agar kita secara aktif dan maksimal berbuat baik atau menguntungkan
orang lain, dan kalau hal itu tidak dapat kita lakukan minimal kita tidak
merugikan orang lain.
Keempat, prinsip keadilan. Menuntut
agar kita memberikan apa yang menjadi hak seseorang di mana prestasi dibalas
dengan kontra prestasi yang dianggap sama nilainya, ini berarti tidak
dikehendaki adanya perlakuan yang diskriminatif. Kelima, prinsip hormat
pada diri sendiri. Prinsip ini bukan bersifat egois, melainkan didasarkan pada
rasa hormat kepada manusia sebagai pribadi yang bernilai pada dirinya sendiri.
Oleh karena itu, ia pantas diperlakukan dan memperlakukan diri sendiri sebagai
pribadi yang mempunyai nilai sama dengan pribadi lainnya.
Terkait dengan nilai-nilai moral dalam bisnis pernah
dideklarasikan principles for business oleh para puncak pimpinan
perusahaan Eropa, Amerika Serikat dam Jepang. Dalam pendahuluan deklarasi
ditegaskan perlunya nilai moral dalam pembuatan keputusan bisnis. Isi deklarasi
tersebut meliputi tujuh poin sebagai berikut:
- Prinsip tanggung jawab bisnis: dari pemegang saham (stockholder) ke pihak yang berkepentingan (stakeholder). Nilai bisnis bagi masyarakat adalah kesejahteraan dan lapangan pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa yang dapat dipasarkan dengan harga yang sepadan dengan kualitasnya. Perusahaan memainkan peran dalam memperbaiki kehidupan pelanggan, karyawan dan pemegang saham dengan berbagi kesejahteraan dengan mereka. Pemasok dan pesaing juga mengharapkan perusahaan menghormati kewajiban-kewajibannya dengan semangat kejujuran. Kepada warga masyarakat lokal, regional dan global di mana perusahaan berlokasi, perusahaan mempunyai bagian tanggung jawab dalam membentuk masa depan masyarakat tersebut.
- Dampak ekonomi dan sosial bisnis: inovasi, keadilan dan masyarakat dunia. Bisnis yang didirikan di negara asing harus memberikan sumbangan bagi kesejahteraan masyarakat negara itu dengan menciptakan lapangan kerja dan membantu meningkatkan daya beli masyarakat. Bisnis juga harus menghormati hak-hak asasi manusia, peningkatan pendidikan dan kesejahteraan, serta pemberdayaan negara di mana perusahaan beroperasi. Bisnis harus berpartisipasi dalam pengembangan ekonomi dan sosial tidak hanya untuk negara di mana mereka beroperasi, tetapi juga untuk masyarakat dunia yang lebih luas melalui penggunaan sumber daya secara efisien dan hati-hati, persaingan yang wajar dan bebas, serta penekanan pada inovasi teknologi, metode produksi, pemasaran dan komunikasi.
- Perilaku bisnis: dari asas legalitas ke semangat saling percaya. Di samping menerima legitimasi rahasia-rahasia perdagangan, bisnis juga harus mengakui adanya kesungguhan, keterusterangan, kejujuran dan kesetiaan pada janji dan keterbukaan. Hal ini penting bagi kredibilitas dan integritas mereka serta bagi kelancaran dan efisiensi transaksi bisnis, terutama pada tingkat internasional.
- Menghargai peraturan. Untuk menghindari friksi dan mengembangkan perdagangan yang lebih bebas, menciptakan kondisi persaingan serta perlakuan yang adil dan wajar bagi semua pelaku bisnis, terutama pada tingkat internasional.
- Mendukung perdagangan multilateral. Bisnis harus mendukung sistem perdagangan multilateral, seperti GATT (General Agreement on Tariffs and Trade)/WTO (World Trade Organization) dan persetujuanpersetujuan internasional serupa. Mereka harus bekerja sama dalam usaha mengembangkan liberalisasi perdagangan yang maju dan bijaksana, serta mengurangi ketentuan-ketentuan domestik yang tidak masuk akal yang menghalangi perdagangan global, di samping tetap menghormati hak untuk merumuskan kebijakan nasional.
- Menghormati lingkungan. Pelaku bisnis harus melindungi dan sejauh mungkin memperbaiki lingkungan, mengembangkan pembangunan berkelanjutan, dan mencegah pemborosan sumber daya alam.
- Menghindari praktek yang haram. Pelaku bisnis tidak boleh berpartisipasi dalam tindakan penyuapan, money laundering, atau praktek korupsi lainnya. Untuk itu perlu diadakan kerja sama untuk menekan dan mengurangi tindakan tercela seperti itu. Pelaku bisnis juga tidak boleh terlibat dalam perdagangan senjata atau barang yang digunakan untuk kegiatan terorisme, perdagangan obat terlarang atau kejahatan terorganisasi lainnya.
Etika bisnis mulai muncul dan
banyak diperbincangkan di Amerika Serikat tahun 1970-an, dengan begitu cepatnya
meluas ke kawasan dunia lainnya. Etika dalam bisnis mempunyai riwayat yang
sudah panjang sekali, sedang umur etika bisnis secara khusus atau
menjadi bidang tersendiri masih berumur muda sekali. Memang benar sejak
ditemukannya bisnis, etika sudah mendampingi kegiatan manusiawi ini. Sepanjang
sejarah pada tahun tersebut lah etika bisnis mendapat perhatian begitu
besar dan intensif.(UBBADUL ADZKIYA’)