Syarat Dan Rukun Waris
Saturday, 9 August 2014
SUDUT HUKUM | Syarat yang harus dipenuhi dalam waris yaitu: matinya muwarist, hidupnya
waris (ahli waris), dan tidak adanya penghalang untuk mewarisi.
1. Matinya Muwarist (orang yang mewariskan hartanya).
Matinya muwarist (pewaris) mutlak harus dipenuhi. Seorang
baru disebut
muwaris jika dia telah meninggal dunia. Jika seseorang memberikan
harta kepada ahli warisnya ketika dia masih hidup, maka itu bukan
disebut waris.
Kematian muwarits, menurut ulama, dibedakan ke dalam tiga macam
yaitu mati hakiki, mati hukmi, dan mati taqdiri:
a. Mati hakiki (sejati)
Mati hakiki adalah kematian seseorang yang dapat diketahui tanpa
harus melalui pembuktian. Dan dapat disaksikan panca indra.
b. Mati hukmi
Mati hukmi adalah kematian seseorang yang secara yuridis ditetapkan
melalui keputusan hakim, misalnya seseorang yang dinyatakan hilang (mafqud)
tanpa diketahui dimana dan bagaimana keadaannya, melalui keputusan hakim orang
tersebut dinyatakan meninggal dunia, sebagai suatu keputusan hakim mempunyai
kekuatan hukum yang mengikat.
c. Mati Taqdiri
Mati Taqdiri adalah anggapan atau perkiraan bahwa seseorang telah
meninggal dunia. Misalnya seseorang yang diketahui ikut berperang atau secara
lahiriyah diduga dapat mengancam keselamatan dirinya, setelah beberapa tahun,
ternyata tidak diketahui kabar beritanya dan patut diduga secara kuat bahwa
orang tersebut telah meninggal dunia, maka ia dapat dinyatakan telah meninggal
dunia.
2. Hidupnya waris (ahli waris)
Adanya ahli waris yang masih hidup secara hakiki pada waktu pewaris
meninggal dunia. Maksudnya, hak kepemilikan dari pewaris harus dipindahkan
kepada ahli waris yang secara syari‟at benar-benar masih hidup, sebab orang
yang sudah mati tidak memiliki hak untuk mewarisi. Hidupnya ahli waris mutlak
harus dipenuhi. Seorang ahli waris hanya akan mewaris jika dia masih hidup
ketika pewaris meninggal dunia.
3. Tidak adanya penghalang untuk mewarisi.
Para ahli waris baru dapat mewarisi harta peninggalan pewaris jika tidak
ada penghalang baginya.
1. Al-Muwarist
Muwarist (pewaris) yaitu
orang yang meninggalkan harta warisan atau orang yang
mewariskan hartanya.
2. Al-Warist atau ahli waris
Ahli waris adalah orang yang dinyatakan mempunyai hubungan
kekerabatan baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan, atau karena akibat
memerdekakan hamba sahaya. Syaratnya, pada saat al- Muwaris
meninggal, ahli waris benar-benar dalam keadaan hidup.
Termasuk dalam pengertian ini adalah bayi yang masih berada dalam kandungan,
meskipun masih berupa janin, apabila dapat dipastikan hidup melalui
gerakan (kontraksi) atau cara lainnya, maka bagi janin tersebut berhak
mendapatkan warisan.
Dalam KHI disebutkan ahli waris adalah orang yang pada saat
meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan
pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli
waris.
Menurut jumhur Ulama, ahli waris dari kalangan laki-laki ada sepuluh,
yaitu:
a. Anak laki-laki
b. Bapak
c. Suami
d. Kakek Shahih (Bapaknya bapak)
e. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah
f. Saudara laki-laki
g. Anak Laki-laki Saudara laki-laki, kecuali dari saudara seibu
h. Paman
i. Anak laki-laki paman
j. Orang laki-laki yang memerdekakan budak (mu’tiq)
Sedangkan ahli waris dari kalangan perempuan ada tujuh, yaitu:22
a. Anak Perempuan
b. Ibu
c. Isteri
d. Nenek
e. Cucu Perempuan dari anak laki-laki dan terus kebawah
f. Saudara perempuan
g. Orang perempuan yang memerdekakan budak (mu’tiqah).
Secara umum, ahli waris yang disepakati ulama ada tujuh belas (laki-laki
sepuluh dan perempuan tujuh), tetapi ketika diperinci ahli waris tersebut
ada dua puluh lima, ahli waris laki-laki ada lima belas, yaitu:
a. Anak Laki-laki
b. Bapak
c. Suami
d. Kakek Shahih (Bapaknya bapak)
e. Cucu laki-laki pancar laki-laki dan seterusnya ke bawah
f. Saudara laki-laki sekandung
g. Saudara laki-laki sebapak
h. Saudara laki-laki seibu
i. Anak Laki-laki Saudara laki-laki sekandung
j. Anak Laki-laki Saudara laki-laki sebapak
k. Paman Sekandung
l. Paman sebapak
m. Anak laki-laki paman sekandung
n. Anak laki-laki paman sebapak
o. Orang laki-laki yang memerdekakan budak (mu’tiq).
Sedangkan ahli waris Perempuan ada tujuh, dan ketika diperinci
ada sepuluh, yaitu:
a. Anak perempuan
b. Ibu
c. Isteri
d. Cucu perempuan pancar Laki-laki
e. Nenek dari pihak bapak dan seterusnya ke atas
f. Nenek dari ibu dan seterusnya ke atas
g. Saudara perempuan sekandung
h. Saudara perempuan sebapak
i. Saudara perempuan seibu
j. Orang perempuan yang memerdekakan budak (mu’tiqah).24
3. Al-Maurust atau al-Mirast
Yaitu harta peninggalan Al-Muwarist setelah dikurangi biaya perawatan
jenazah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan wasiat.
KHI mendefinisikan harta peninggalan sebagai harta yang ditinggalkan
oleh pewaris baik yang berupa harta benda yang menjadi miliknya
maupun hak-haknya. Sedangkan harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian
dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit
sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenasah, pembayaran hutang dan pemberian
untuk kerabat.