Konsep Kewarisan Kakek
Thursday, 18 September 2014
1.
Pengertian Kakek
Kakek
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu Kakek Shahih dan Kakek Fasid. Kakek shahih adalah
Kakek yang nisbahnya kepada mayitlaki-laki, misalnya ayah dari ayah dan
seterusnya ke atas. Sedangkan kakek fasid adalah kakek yang nisbahnya kepada
mayit perempuan, misalnya ayahnya ibu, dan kakek fasid dalam kewarisan Islam
termasuk Dzawil Arham.
2.
Bagian-bagian Kakek
Jika
tidak ada ayah, maka bagian kakek adalah sama dengan bagian ayah, yaitu:
a.
1/6 harta, dalam keadaan bila si mayit yang mewariskan harta peninggalannya
mempunyai anak turun laki-laki yang berhak mendapatkan waris, baik anak
laki-laki, cucu laki-laki dan seterusnya kebawah.
b.
1/6 harta dan sisa, dalam keadaan bila si mayit yang mewariskan harta peninggalannya
mempunyai anak turun perempuan yang berhak mendapatkan waris, baik anak
perempuan, cucu perempuan dari garis laki-laki dan seterusnya kebawah.
c.Ashabah,
dalam keadaan bila si mayit yang mewariskan harta peninggalannya
tidak mempunyai anak turun secara mutlak, baik lakilaki maupun perempuan.
3.
Beberapa pendapat sahabat yang dihimpun oleh Ibn Hazm tentang masalah
kewarisan
kakek bersama saudara:
a.
Tidak memberikan
fatwa. Ibn Hazm menisbahkan pendapat ini kepda Umar, Ali, Ibn Umar, Said ibn
Zabir dan kemudian diikuti oleh Qadi Syuraih dan Muhammad Ibn Hasan (menjelang
akhir hayatnya) dari kalangan ulama mazhab. Ucapan Umar (“Jika engkau telah
berani dalam membagi warisan kepada kakek bersama saudara berarti engkau lebih
berani di dalam neraka”) merupakan slogan yang digunakan untuk menguatkan arah
yang dipilih ini.
b. Tidak
ada aturan pasti yang berlaku umum. Masalah ini diserahkan kepada kebijaksanaan khalifah
dengan mempertimbangkan kedaan masing-masing
kasus. Pendapat ini dinisbahkan kepada: Zaid Ibn Sabit, Ibn Mas‟ud, Umar dan
Ustman. Ibn Mas‟ud pernah ditanya tentang masalah ini. Lalu beliau menjelaskan
perbedaan pendapat yang ada dan berkata; “Kami hanya megikuti keputusan yang
diberikan oleh pemimpin.” Perndapat ini ingin menonjolkan kemaslahatan sesuai
dengan kasus yang terjadi.
c. Kakek
terhijab. Semua warisan menjadi hak saudara dan kakek terhijab. Pendapat ini dinisbahkan
kepada Zaid yang menyampaikannya dalam musyawarah yang diadakan Umar.
d. Berbagi
rata sampai batas tertentu. Kakek akan berbagi rata dengan saudara sampai batas sepertiga
belas warisan. Setelah ini bagian kakek tidak boleh lagi dikurangi. Pendapat
ini dinisbahkan kepada Abu Musa. Kakek akan berbagi rata sampai batas
seperdelapan. Ibn Abbas ketika berada di Bashrah (sebagai gubernur) menyurati
Ali, yang sedang menjabat khalifah, tentang kasus kewarisan yang terdiri atas
tujuh saudara dan kakek. Alimenjawabnya; “Bagi ratakan anatar mereka tetapi
jangan terapkan pada kasus yang lain.”
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa
jumlah saudara tersebut adalah enam orang, jadi berbagi rata itu sampai batas
sepertujuh. Riwayat ini memberikan kesan bahwa Ibn Abbas tidak mempunyai pendapat sendiri sekiranya terjadi perebutan
antara kakek dan saudara.
Dengan demikian, beliau menganggap kakek
sebagai pengganti ayah hanyalah
ketika mewarisi bersama-sama dengan keturunan, dan menjadi ragu-ragu ketika kakekmewarisi bersama-sama dengan saudara.
Kakek akan berbagi rata sampai batas
seperenam. Pendapat ini dinisbahkan kepada Umar karena ia pernah mengirim surat
yang isinya seperti itu kepada gubernur-gubernurnya.
e.
Saudara terhijab
oleh kakek. Dalam pendapat ini kakek betul-betul menjadi
ahli waris pengganti ayah. Ibn Hazm menisbahkan pendapat ini kepada Abu Bakar,
Umar, Usman, Ali Ibn Mas‟ud, Abu Musa, Ibn„Abbas, Ibn Zubair, Muaz Ibn Jabal,
„A‟isyah dan beberapa yang lain. Dari kalangan Imam mazhab, pendapat ini
diikuti oleh Imam Abu Hanifah, Dawud al-Zahiri dn Ibn Hazm sendiri.
4.
Kewarisan kakek ketika bersama saudara menurut madzhab jumhur
Jika
kakek mewarisi bersama saudara, maka kakek mempunyai dua keadaan, dan masing-masing
mempunyai hukum sendiri-sendiri. Keadaan pertama, kakek mewarisi hanya bersama
dengan para saudara, tidak ada ahli waris lain dari ashbabul wurudh,
seperti istri, ibu, anak perempuan, dan sebagainya. Keadaan kedua, kakek
mewarisi bersama para saudara dan
ashbabul wurudh yang lain.
a.
Kakek dan Saudara tanpa adanya Ashbabul Wurudh Bila seorang wafat dan meninggalkan
kakek serta saudarasaudara tanpa
ashbabul wurudh yang lain, maka kakek mendapatkan bagian yang lebih utama di antara
dua perkara, serta mendapatkan bagian
yang lebih banyak di antara dua pembagian:
a)
1/3 dari harta
warisan
b)
Pembagian secara
bersama-sama dengan para saudara atau muqasamah. (jika ada saudara
perempuan, ketentuan li al-zakari misl hazz al-unsayain diberlakukan).
Dari
perkiraan di atas, apabila saudara-saudara terdiri dari dua orang atau lebih, kakek lebih
untung menerima bagian 1/3. Sebaliknya
kakek
akan lebih untung menerima bagian muqasamah bersama saudara, apabila saudara hanya satu
orang.
b.
Kakek dan Saudara dengan adanya Ashbabul Wurudh
Apabila
kakek dan saudara disertai ahli waris lain, penyelesaiannya adalah memberikan bagian
kakek yang lebih menguntungkan dari tiga perkiraan:
a) 1/6
harta peninggalan
b) 1/3
dari sisa setelah diambil ahli waris lain (bukan saudara)
c) Muqasamah
dari sisa antara kakek dan saudara.