Metode Ilmu Hukum
Sunday, 21 September 2014
SUDUT HUKUM | Untuk mengakhiri studinya para mahasiswa hukum Strata 2 diwajibkan menulis
tesis. Penulisan tesis ini harus dilandasi dengan suatu penelitian hukum yang
harus didukung oleh metode penelitian hukum. Sudah banyak buku-buku tentang
metode penelitian hukum, bahkan telah ada kuliah tersendiri tentang metode
penelitian hukum. Akan tetapi tentang metode ilmu hukum kiranya tidak banyak
ditulis atau kurang banyak mendapat perhatian atau memang dianggap sudah
diketahui. Metode penelitian hukum berbeda dengan metode ilmu hukum. Apa metode
ilmu hukum itu?
Tujuan setiap ilmu pada dasarnya adalah mencari atau merumuskan sistem dan
memecahkan masalah. Setiap ilmu itu mengumpulkan bahan-bahan atau material,
menyusunnya secara sitematis menurut sistem tertentu, menjelaskannya secara
(sistematis) logis dan memecahkan permasalahan. Adapun yang dimaksudkan dengan
sistem adalah suatu kesatuan yang terstruktur (a structured whole) yang terdiri
dari unsur-unsur atau bagian-bagian yang selalu mengadakan interaksi satu sama
lain. Interaksi memungkinkan terjadinya konflik dan sistem hukum tidak akan
membiarkan konflik itu terjadi berlarut-larut dengan menyediakan asas hukum
untuk mengatsi konflik tersebut. Hukum merupakan sistem yang abstrak atau
normatif.
Jadi untuk memperoleh suatu ilmu diperlukan suatu cara atau metode. Kata metode
berasal dari kata Yunani metodos yang terdiri dari kata meta, yang berarti
munuju, melalui, mengikuti dan hodos yang berarti penelitian, uraian ilmiah.
Metode ilmiah adalah sistem aturan atau cara yang menentukan jalan untuk
mencapai pengertian baru pada bidang ilmu pengetahuan tertentu (Bakker, 1984:
10). Jadi metode ilmiah (scientific method) adalah suatu sistem atau cara untuk
menghimpun, menyusunnya secara sistematis bahan-bahan atau material tersebut dan
menjelaskannya serta memecahkan permasalahan-permasalahan untuk memperoleh
suatu pengetahuan.
Syarat ilmiah suatu tulisan ilmiah sekurang-kurangnnya adalah bahwa penyusunan
materinya harus sistematis, penjelasannya harus logis dan menggunakan penalaran
yang induktif atau deduktif.
Sekalipun tujuan ilmu itu pada dasarnya sama, tetapi materialnya atau
bahan-bahannya tidak sama, sehingga metodenya pun tidak sama. Ilmu hukum
berbeda dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu hukum materialnya adalah bahan-bahan hukum.
Inilah antara lain yang membedakan dengan ilmu-ilmu lain.
Untuk mengetahui metode ilmu hukum perlu kiranya diketahui apa ilmu hukum itu
serta ciri-cirinya.
Terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa definisi tentang ilmu hukum dari
beberapa penulis. Menurut Meijers ilmu hukum atau dogmatik hukum adalah
pengolahan atau penggarapan peraturan-peraturan atau asas hukum secara ilmiah
semata-mata dengan bantuan logika (1903: 15) dan menurut Fockema Andreae (1983)
ilmu hukum adalah cabang ilmu hukum yang bertujuan untuk menyelidiki hubungan
antara peraturan hukum yang satu dengan yang lain, mengaturnya dalam satu
sistem dan mengumpulkan darinya aturan baru serta pemecahan persoalan tertentu,
sedangkan menurut Gijssels ilmu hukum adalah cabang ilmu hukum positif yang berlaku
dalam suatu kehidupan bersama dalam waktu tertentu dari sudut pandang normatif
yang bersifat yuridis maupun non yuridis (1982: 75). Dari apa yang dikemukakan
oleh tiga ahli di atas dapat kiranya disimpulkan bahwa ilmu hukum pada dasarnya
adalah menghimpun dan mensistematisasi bahan-bahan hukum dan memecahkan
masalah-masalah.
Apakah ilmu hukum itu ilmu? Di dalam literatur ilmu hukum sering dianggap bukan
ilmu, bahkan dianggap sebagai seni tentang yang baik dan patut, ars
boni et aequi. Ilmu hukum dianggap bukan ilmu dalam arti bukan merupakan
ilmu tentang das Sein (Seinwissenschaft) oleh karena tidak bebas nilai,
tidak menggunakan metode positif ilmiah dan bersifat normatif. Akan tetapi ilmu
hukum atau dogmatik hukum adalah ilmu, yaitu ilmu tentang das Sollen: Sollenwissenschaft.
Sifat metode ilmu hukum menurut standaardnya mempunyai dua fungsi. Metode ilmu
hukum itu dianggap sebagai metode yang ditujukan kepada realisasi tujuan yang
praktis maupun yang teoretis dan sebagai metode yang tidak hanya digunakan di
dalam ilmu hukum, tetapi juga di dalam praktek hukum (v.der Velde, 1988:16).
Ilmu hukum sekurang-kurangnya menunjukkan ciri atau sifat sebagai berikut.
a. Ilmu hukum bersifat dogmatis.
Ilmu hukum lebih dikenal dengan dogmatik hukum atau ilmu hukum
dogmatik. Mengapa ilmu hukum disebut sebagai dogmatik hukum ialah oleh karena
ilmu hukum mempelajari hukum positif, sedang hukum positif dianggap sebagai
dogma, dianggap sebagai sesuatu yang tidak boleh dibuktikan lebih lanjut, tidak
boleh diganggu-gugat. Bukan berarti bahwa hukum positif itu sama sekali tidak
boleh diubah, akan tetapi kalau mau mengubah memerlukan prosedur dan makan
biaya.
Kecuali itu kata “dogmatis” digunakan untuk menunjukkan metode tertentu, yaitu
metode sintetis. Para ahli hukum perdata Perancis membedakan dua cara untuk
mmenjelaskan materu yuridis, yaitu metode sintesis atau
dogmatis dan metode analisisatau exegetis.
Metode sintesis adalah metode menggabungkan, yaitu suatu penalaran yang
menggabungkan dua premisse sehingga menjadi suatu kesimpulan yang berbentuk
suatu silogisme. Barangsiapa mencuri dihukum. Suto mencuri, maka Suto
dihukum. Sebaliknya suatu analisis itu merupakan penalaran yang memisahkan. Suto
dihukum oleh karena ada ketentuan bahwa siapa mencuri dihukum.
Ada yang bependapat bahwa ilmu hukum atau dogmatik hukum itu tidak mengenal
metode analisis dalam pengertian analisis kritis, tetapi penjelasan atau
penafsiran oleh karena pertanyaan-pertanyaan di dalam ilmu hukum hanya dapat
dijawab oleh atau didalam hukum positif saja.
b. Ilmu hukum bersifat normatif
Ilmu hukum disebut sebagai ilmu hukum normatif oleh karena objeknya terdiri
dari norma atau kaedah
c. Ilmu hukum bersifat hermeneutis
Ilmu hukum bersifat menafsirkan. Dalam hal ini dikenal beberapa metode penemuan
hukum. Tidak jarang bahwa metode interpretasi, argumentasi dan konstruksi hukum
dianggap sebagai metode ilmu hukum. Metode penemuan hukum tersebut lebih
merupakan metode yang digunakan dalam praktek hukum.
d. Ilmu hukum berorientasi yurisprudensial
Ilmu hukum merupakan ilmu hukum peradilan {rechtspraak wetenschap). Dengan
demikian ilmu hukum itu berorientasi kepada yurisprudensi.
Menurut Paul Scholten (G.J.Scholten, 1949: 298) hukum dapat dilihat dari 3 segi
yang kesemuanya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, tetapi harus
dipisahkan satu sama lain.
Pertama metode yang melihat hukum sebagai perilaku dan pertimbangan manusia
yang mencoba menjelaskan secara historis-sosiologis kenyataan berhubungan
dengan fenomena-fenomena lain. Ini merupakan metode sejarah hukum dan sosiologi
hukum. Metode ini menanyakan tentang terjadinya pranata dan gambaran-gambaran
hukum, menjelaskan terjadinya secara causaal-genetis.
Yang kedua adalah metode yuridis yang sesungguhnya yang melihat peraturan yang
berlaku sebagai suatu kesatuan yang berarti yang dijelaskan dari dirinya
sendiri. Metode ini tidak menanyakan bagaimana terjadinya hukum, tetapi “apakah
hukum itu?” dan sekaligus menjawab pertanyaan “apa yang sah?”. Apakah dalam
konkretonya dalam hubungan tertentu harus terjadi menurut hukum? Bukan
causaal-genetis, tetapi logis-sistematis.
Akhirnya adalah metode yang menilai hukum yang tidak menanyakan apa hukum itu,
tetapi “apa hukum itu seharusnya” dan ukurannya diterapkan pada hukum yang
berlaku. Ini merupakan metode filsafat hukum. Ia menanyakan tentang “hukumnya
hukum” atau “keadilan”.
Rujukan:
Bakker, Anton-, 1984, Metode metode filsafat, Ghalia IndonesiaSalam, Burhanuddin, H.- 1988, Logika Formal, Bina aksara, Jakarta
Suriasumantri, Jujun S.-, 1984, Filsafat Ilmu sebuah pengantar, Penerbit Sinar Harapan
Scholten, Paul -, 1945, De stuctuur der rechtswetenschappen, NV Noordhollandsche Uitgevers Matschappij, Amsterdam
Scholten, Paul-, Recht en gerechtigheid dalam G. J. Scholten ed., Verzamelde Geschriften van wijlen Paul Scholten
Scholten, G. J.-, ed., 1949, Verzamelde Geschriften van wijlen Prof. Mr. Paul Scholten, NV Uitgevers-Maatschappij, W.E.J.Tjeenk Willink, Zwolle
Velden, W.G. van der-, 1988, disertasi, De ontwikkeling van de wetgevingswetenschap, Koninklijke Vermande B.V., Lellystad, Oleh :Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H.