Siapa Ahlussunnah wal Jama'ah?
Friday, 5 December 2014
SIAPA AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH ?
Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah
golongan mayoritas
umat Muhammad. Mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka
dalam dasar-dasar aqidah. Merekalah yang dimaksud oleh hadits Rasulullah shallallahu
‘alayhi wasallam:
Maknanya: "…maka barang siapa yang menginginkan tempat lapang di surga hendaklah berpegang teguh pada al Jama’ah; yakni berpegang teguh pada aqidah al Jama’ah”. (Hadits ini dishahihkan oleh al Hakim, dan at-Tirmidzi mengatakan hadits hasan shahih)
Setelah tahun 260 H menyebarlah bid’ah Mu’tazilah,
Musyabbihah dan lainnya. Maka dua
Imam yang agung Abu al Hasan al Asy’ari (W 324 H) dan Abu Manshur
al Maturidi (W 333 H) - semoga Allah meridlai keduanya- menjelaskan
aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah yang diyakini para sahabat dan
orang-orang yang mengikuti mereka, dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (nash-nash
al Qur’an dan al hadits) dan ‘aqli (argumen rasional) disertai dengan bantahan-bantahan terhadap syubhah-syubhah
(sesuatu yang dilontarkan untuk mengaburkan hal yang sebenarnya) Mu’tazilah, Musyabbihah dan lainnya, sehingga Ahlussunnah Wal
Jama’ah dinisbatkan kepada keduanya. Mereka (Ahlussunnah) akhirnya dikenal
dengan nama al Asy’ariyyun (para pengikut al Asy’ari) dan al
Maturidiyyun (para pengikut al Maturidi). Jalan yang ditempuh oleh al
Asy’ari dan al Maturidi dalam pokok-pokok aqidah adalah sama dan satu.
Al Hafizh Murtadla az-Zabidi (W 1205 H) dalam al Ithaf juz
II hlm. 6, mengatakan: “Pasal Kedua: "Jika dikatakan Ahlussunnah WalJama’ah maka yang dimaksud adalah al Asy’ariyah dan al Maturidiyyah”. Mereka
adalah ratusan juta ummat Islam (golongan mayoritas).
Mereka adalah para pengikut madzhab Syafi’i, para pengikut madzhab Maliki,
para pengikut madzab Hanafi dan orangorang utama dari madzhab Hanbali (Fudhala’
al Hanabilah). Sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam telah
memberitahukan bahwa mayoritas ummatnya tidak akan sesat. Alangkah beruntungnya
orang yang senantiasa mengikuti mereka.
Maka diwajibkan untuk penuh perhatian dan keseriusan dalam
mengetahui aqidah al Firqah an- Najiyah yang merupakan golongan
mayoritas, karena ilmu aqidah adalah ilmu yang paling mulia disebabkan ia
menjelaskan pokok atau dasar agama. Rasulullah shallalllahu ‘alayhi wasallam
ditanya tentang sebaik-baik perbuatan, beliau menjawab:
Maknanya: “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya”. (HR.
al Bukhari)
Sama sekali tidak mempunyai arti (berpengaruh), ketika golongan Musyabbihah mencela
ilmu ini dengan mengatakan "ilmu ini adalah ‘ilm
al Kalam al Madzmum (ilmu kalam yang dicela) oleh
salaf. Mereka tidak mengetahui bahwa ‘ilm al Kalam al Madzmum adalah
yang dikarang dan ditekuni oleh Mu’tazilah, Musyabbihah dan ahli-ahli bid’ah
semacam mereka. Sedangkan ‘ilm al Kalam al Mamduh (ilmu kalam yang
terpuji) yang ditekuni oleh Ahlussunnah, dasar-dasarnya sesungguhnya telah ada
di kalangan para sahabat. Pembicaraan dalam ilmu ini dengan membantah ahli
bid’ah telah dimulai pada zaman para sahabat. Sayyidina Ali - semoga Allah
meridlainya- membantah golongan Khawarij dengan hujjah-hujjahnya.
Beliau juga membungkam salah seorang pengikut ad- Dahriyyah
(golongan yang engingkari adanya pencipta alam
ini). Dengan hujjahnya pula, beliau mengalahkan empat puluh orang Yahudi
yang meyakini bahwa Allah adalah jism (benda). Beliau juga membantah
orang-orang Mu’tazilah. Ibn Abbas -semoga Allah meridlainya- juga
berhasil membantah golongan Khawarij dengan hujjahhujjahnya. Ibn Abbas,
al Hasan ibn ‘Ali, ‘Abdullah ibn ‘Umar -semoga Allah meridlai mereka semua- juga
telah membantah kaum Mu’tazilah.
Dari kalangan Tabi’in; al Imam al Hasan al Bishri, al Imam al Hasan
ibn Muhammad Ibn al Hanafiyyah cucu sayyidina ‘Ali, dan khalifah ‘Umar ibn Abd
al 'Aziz -semoga Allah meridlai mereka- juga telah membantah kaum
Mu’tazilah. Dan masih banyak lagi ulama-ulama salaf lainnya, terutama al Imam
asy-Syafi’i -semoga Allah meridlainya-, beliau sangat mumpuni dalam ilmu
aqidah, demikian pula al Imam Abu Hanifah, al Imam Malik dan al Imam Ahmad -semoga
Allah meridlai mereka- sebagaimana dituturkan oleh al Imam Abu Manshur al
Baghdadi (W 429 H) dalam Ushul ad-Din, al Hafizh Abu al Qasim ibn
‘Asakir (W 571 H) dalam Tabyin Kadzib al Muftari, al Imam az- Zarkasyi
(W 794 H) dalam Tasynif al Masami’ dan al 'Allaamah al Bayyadli (W
1098 H) dalam Isyarat al Maram dan lain-lain.
Telah banyak para ulama yang menulis kitabkitab khusus mengenai
penjelasan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah seperti Risalah al 'Aqidah
ath-Thahawiyyah karya al Imam as-Salafi Abu Ja’far ath-Thahawi (W
321 H), kitab al ‘Aqidah an-Nasafiyyah karangan al Imam ‘Umar an- Nasafi
(W 537 H), al ‘Aqidah al Mursyidah karangan al Imam Fakhr ad-Din ibn
‘Asakir (W 630 H), al 'Aqidah ash-Shalahiyyah yang ditulis oleh al Imam
Muhammad ibn Hibatillah al Makki (W 599 H); beliau menamakannya Hadaiq al
Fushul wa Jawahir al Ushul, kemudian menghadiahkan karyanya ini kepada
sulthan Shalah ad-Din al Ayyubi (W 589 H) -semoga Allah meridlainya-, beliau
sangat tertarik dengan buku tersebut sehingga memerintahkan untuk diajarkan
sampai kepada anak-anak kecil di madrasah-madrasah, sehingga buku tersebut
kemudian dikenal dengan sebutan al 'Aqidah ash-Shalahiyyah.
Sulthan Shalah ad-Din adalah seorang ‘alim yang bermadzhab
Syafi’i, mempunyai perhatian khusus dalam menyebarkan al 'Aqidah as- Sunniyyah.
Beliau memerintahkan para muadzdzin untuk mengumandangkan al
'Aqidah as-Sunniyyah di waktu tasbih (sebelum adzan shubuh) pada
setiap malam di Mesir, seluruh negara Syam (Syiria, Yordania, Palestina dan Lebanon),
Mekkah dan Madinah, sebagaimana dikemukakan oleh al Hafizh as-Suyuthi (W
911 H) dalam al Wasa-il ila Musamarah al Awa-il dan lainnya.
Sebagaimana banyak terdapat buku-buku yang telah dikarang dalam
menjelaskan al 'Aqidah as- Sunniyyah dan senantiasa penulisan itu terus berlangsung.