[ILMU] Sumber-Sumber Pengetahuan
Friday, 5 December 2014
[ILMU] Sumber-Sumber Pengetahuan
Ada 2 cara pokok mendapatkan pengetahuan dengan benar:
pertama, mendasarkan diri dengan rasio. Kedua, mendasarkan diri
dengan pengalaman.
Kaum rasionalis mengembangkan rasionalisme, dan pengalaman mengembangkan
empirisme. Kaum rasionalis mengembangkan metode deduktif dalam menyusun
pengetahuannya. Premis yang dipakai dari ide yang diangapnya jelas dan dapat
diterima. Ide ini menurut mereka bukan ciptaan pikiran manusia. Prinsip itu
sudah ada, jauh sebelum manusia memikirkannya (idelisme).
Di samping rasionalisme dan pengalaman masih ada cara lain yakni
intuisi atau wahyu. Intuisi merupakan pengetahuan yang didapatkan tanpa melalui
proses penalaran, bersifat personal dan tak bisa diramalkan.
Sedangkan wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada
manusia. Masalah yang muncul dalam sumber pengetahuan adalah dikotomi atau gap
antara sumber ilmu umum dan ilmu agama. Bagi agama Islam sumber
ilmu yang paling otoritatif adalah Alquran dan Hadis. Bagi ilmu umum (imuwan
sekuler) satunya-satunya yang valid adalah pengalaman empiris yang didukung
oleh indrawi melalui metode induksi.
Sedangkan metode deduksi yang ditempuh oleh akal dan nalar sering
dicurigai secara apriopri (yakni tidak melalui pengalaman). Menurut mereka,
setinggitingginya pencapaian akal adalah filsafat. Filsafat masih dipandang
terlalu spekulatif untuk bisa mengkonstruksi bangunan ilmiah seperti yang
diminta kaum positivis. Adapun pengalaman intuitif sering dianggap hanya sebuah
halusinasi atau ilusi belaka. Sedangkan menurut agamawan pengalaman intuitif
dianggap sebagai sumber ilmu, seperti para nabi memperoleh wahyu ilahi atau
mistikus memperoleh limpahan cahaya Ilahi.
Masalah berikutnya adalah pengamatan. Sains modern menentukan obyek
ilmu yang sah adalah segala sesuatu sejauh ia dapat diobservasi (the
observables) atau diamati oleh indra. Akibatnya muncul penolakan dari
filosof logika positivisme yang menganggap segala pernyataan yang tidak ada
hubungan obyek empirisnya sebagai nonsens. Perbedaan ini melahirkan metafisik
(dianggap gaib) dan fisik (dianggap science).
Masalah lainnya adalah munculnya disintegrasi pada tatanan klasifikasi
ilmu. Penekanan sains modern pada obyek empiris (ilmu-ilmu fisika) membuat
cabang ilmu nonfisik bergeser secara signifikan ke pinggiran. Akibatnya timbul
pandangan negatif bahwa bidang kajian agama hanya
menghambat kemajuan. Seperti dalam anggapan Freud yang menyatakan agama dan
terutama pendukungnya yang fanatik bertanggung jawab terhadap pemiskinan pengetahuan
karena melarang anak didik untuk bertanya secara kritis.
Masalah lainnya yang muncul adalah menyangkut metodologi ilmiah.
Sains pada dasarnya hanya mengenal metode observasi atau eksperimen. Sedangkan
agamawan mengembangkan metode lainnya seperti metode intuitif. Masalah terakhir
adalah sulitnya mengintegrasikan ilmu dan agama terutama indra, intektual dan
intuisi sebagai pengalaman legitimate dan riil dari manusia.