Perkembangan Ilmu Pada Zaman Yunani
Saturday, 6 December 2014
Periode filsafat Yunani merupakan periode sangat penting dalam
sejarah peradaban manusia karena pada waktu itu terjadi perubahan pola pikir
mitosentris (pola pikir masyarakat yang sangat mengandalkan mitos untuk menjelaskan
fenomena alam, seperti gempa bumi dan pelangi). Gempa bumi tidak dianggap
fenomena alam biasa, tetapi Dewa Bumi yang sedang menggoyangkan kepalanya.
Namun, ketika filsafat diperkenalkan, fenomena alam tersebut tidak lagi
dianggap sebagai aktivitas dewa, tetapi aktivitas alam yang terjadi secara
kausalitas.
Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal usul alam adalah
Thales (624-546 SM) mempertanyakan “Apa sebenarnya asal usul
alam semesta ini?” Ia mengatakan asal alam adalah air karena air unsur penting
bagi setiap makhluk hidup, air dapat berubah menjadi benda gas, seperti uap dan
benda dapat, seperti es, dan bumi ini juga berada di atas air.
Sedangkan Heraklitos mempunyai kesimpulan bahwa yang mendasar
dalam alam semesta ini adalah bukan bahannya, melainkan aktor
dan penyebabnya, yaitu api. Api adalah unsur yang paling asasi dalam alam
karena api dapat mengeraskan adonan roti dan di sisi lain dapat melunakkan es.
Artinya, api adalah aktor pengubah dalam alam ini, sehingga api pantas dianggap
sebagai simbol perubahan itu sendiri.
Pythagoras (580-500 SM) berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama dari alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur bilangan merupakan juga unsur yang terdapat dalam segala sesuatu. Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan
tidak terbatas.
Menurut Abu Al Hasan Al Amiri, seorang filosof muslim Phitagoras belajar
geometri dan matematika dari orang-orang mesir (Rowston, dalam Kartanegara,
2003).
Filosof alam ternyata tidak dapat memberikan jawaban yang memuaskan,
sehingga timbullah kaum “sofis”. Kaum sofis ini memulai kajian
tentang manusia dan menyatakan bahwa ini memulai kajian tentang manusia dan
menyatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran. Tokoh utamanya adalah
Protagoras (481-411 SM). Ia menyatakan bahwa “manusia” adalah ukuran kebenaran.
Ilmu juga mendapat ruang yang sangat kondusif dalam pemikiran kaum sofis karena
mereka memberi ruang untuk berspekulasi dan sekaligus merelatifkan teori ilmu,
sehingga muncul sintesa baru.
Socrates, Plato, dan Aristoteles menolak relativisme kaum sofis. Menurut
mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia.
Periode setelah Socrates disebut dengan zaman keemasan filsafat Yunani
karena pada zaman ini kajian-kajian yang muncul adalah perpaduan
antara filsafat alam dan filsafat tentang manusia. Tokoh yang sangat
menonjol adalah Plato (429-347 SM), yang sekaligus murid Socrates.
Menurutnya, kebenaran umum itu ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam
idea.
Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles (384-322
SM). Ia murid Plato, berhasil menemukan pemecahan persoalanpersoalan besar
filsafat yang dipersatukannya dalam satu sistem: logika, matematika,
fisika, dan metafisika. Logika Aristoteles berdasarkan pada analisis
bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya silogisme terdiri dari
tiga premis:
- Semua manusia akan mati (premis mayor).
- Socrates seorang manusia (premis minor).
- Socrates akan mati (konklusi).
Aristoteles dianggap bapak ilmu karena dia mampu meletakkan dasar-dasar
dan metode ilmiah secara sistematis.