Prinsip-prinsip Politik Islam
Thursday, 1 January 2015
Pengertian Pemerintahan Islam
Menurut makna, kata Al Hukmu bermakna Al
Qadha (keputusan). Sedangkan kata Al Hukum bermakna munaaafidhul hukmi (pelaksana keputusan atau pemerintahan). Adapun
menurut istilah, kata Al Hukmu maknanya adalah sama dengan Al mulku dan As
sulthan yaitu, kekuasaan yang melaksanakan hukum dan aturan. Juga bisa disebut
dengan aktiiiifitas kepemimpinan yang telah diwajibkan oleh Syara’ atas kaum muslimin.
Berangkat dari uraian di atas sudah jelas
bahwa fokus daari pemerintahan adalah kekuasaan. Di mana kekuasaan digunakan seebagai alat untuk mengatur sebuah roda
pemerintahan dalam suatu negara. Sehingga pembicaraan tentang pemerintahan tidak luput dari politik
dan negara, karena untuk mencapai kekuasaan
itu harus melalui proses politik. Dalam Islam antara agama dan politik itu terdapat sebuah perbedaan pendapat dalam memahami
sumbernya, yaitu al-Qur’an dan as- Sunnah. Lepas dari pro dan kontra antara yang sepakat dan tidak,
yang jelas Islam tidak bisa lepas dari
sebuah tatanan kehidupan bernegara.
Dari perbedaan itulah lahirlah teori yang
berbeda-beda tentang bentuk pemerintahan Islam, seperti halnya teorinya Muhammad Husein Haikal yang berpandangan bahwa pemerintahan
Islam boleh berbentuk apa saja. Apakah pemerintahan itu berbentuk otoriter, kerajaan,
atau republik, yang terpenting pemerintahan itu harus mencakup semua aspek baik
aspek ekonomi, pertahanan, maupun aspek yang mendukung pemerintahan.
Negara Islam adalah suatu negara yang
dijanjikan Tuhan untuk umat Islam, yang sifat-sifatnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Kedaulatan negara harus dipegang oleh
rakyat yang percaya kepada Tuhan sebagai pemilih khalifah, kepala negara.
2. Keagamaan harus dipegang teguh dalam
negara, baik dalam pemerintahan maupun dalam masyarakat.
3. Segala perasaan takut dan khawatir harus
dibasmi habis, diganti dengan rasa aman yang sejati.
4. Kemerdekaan beragama untuk menyembah
Tuhan berlaku dengan seluas-luasnya. Tidak terjadi paksaan, tekanan, atau bujukan apapun
yang menghilangkan perasaan bebas dan sukarela.
Dalam kitab tafsir al-Manar ditegaskan
bahwa surat an-Nisa ayat 58-59 adalah asas sendi bagi pemerintahan negara
Islam. Setiap orang yang membaca dari ayat tersebut tidak akan sulit untuk
mengambil dasardasar penting bagi politik kenegaraan. Tiga dasar politik yang terpenting
dari ayat tersebut yaitu :
1. Penyelenggara negara adalah pemangku
amanat luhur dan suci rakyat, yang harus mereka tunaikan sebaik-baiknya bagi
rakyat yang menjadi ahlinya.
2. Pemegang badan-badan kehakiman mendapat
tugas untuk melaksanakan keadilan dalam menjatuhkan
hukum diantara manusia.
3. Seluruh rakyat harus memilih wakil-wakil
yang akan menjadi ulil amri dan wajib mentaati segala undang-undang dan
peraturannya setelah hukum Tuhan dan rasul-Nya.
Ayat tersebut di atas juga mengandung
dasar-dasar negara Islam, yaitu :
1. Amanat yang bertanggung jawab, kejujuran
dan keikhlasan. Dasar ini lebih mendalam daripada kemanusiaan yang beradab dan
kebangsaan yang luhur, seperti yang dipakai oleh negara-negara sekarang.
2. Keadilan yang luas untuk seluruh manusia
termasuk keadilan sosial.
3. Ketuhanan Yang Maha Esa, seperti yang
tertulis dalam perintah “taatlah kepada Tuhan dan Rasul-Nya”.
4. Kedaulatan rakyat yang dicantumkan dalam
perintah ulil amri.
Dalam setiap pemerintahan Islam harus
mendasarkan pada prinsip-prinsip politik dan perundang-undangan pada kitab al Qur’an
dan as Sunnah yang kedua-duanya menjadi
sumber pokok dari perundangundangan yaitu pokok pegangan dalam segala aturan yang menyangkut seluruh aspek kehidupan setiap muslim.
Karena itu setiap bentuk peraturan perundang-undangan yang diterapkan oleh pemerintah
mengikat setiap muslim untuk mentaatinya.
Sebagaimana yang disarikan oleh Muhammad
S. El. Wa dalam bukunya “On The Political System of Islamic State” bahwa
politik Islam pada hakekatnya terdiri atas “Musyawarah (syura),
Keadilan, Kebebasan, Persamaan kewajiban untuk taat dan batas wewenang dan hak penguasa”.
1. Prinsip Musyawarah
Dalam hal ini musyawarah merupakan
prinsip pertama dalam tata aturan politik Islam yang amat penting, artinya penentuan kebijaksanaan pemerintah dalam sistem
pemerintahan Islam haruslah berdasarkan atas kesepakatan musyawarah, kalau kita kembali pada nash, maka prinsip ini sesuai dengan ayat
al Qur’an dalam surat al Imran ayat 159.
Artinya : “Dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu, kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada
Allah” (Q.S. al Imran : 159).
Jadi musyawarah merupakan ketetapan dasar
yang amat prinsip antara lain dalam sistem politik Islam umat Islam harus tetap bermusyawarah dalam segala masalah dan
situasi yang bagaimanapun juga Rasulullah sendiri sering bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam segala urusan, hal ini mengandung
arti bahwa setiap pemimpin pemerintahan (penguasa, pejabat, atau imam) harus selalu bermusyawarah dengan pengikut atau dengan
umatnya, sebab musyawarah merupakan media pertemuan
sebagai pendapat dan keinginan dari kelompok orang-orang yang mempunyai kepentingan akan hasil keputusan itu. Dengan
musyawarah itu pula semua pihak ikut terlibat dalam menyelesaikan persoalan,
dengan demikian hasil musyawarah itupun akan diikuti mereka, karena merasa ikut
menentukan dalam keputusan itu sudah barang tentu materi musyawarah itu
terbatas pada hal-hal yang sifatnya bukan merupakan perintah Allah yang sudah
dijelaskan dalam wahyu-Nya.
2. Prinsip Keadilan
Kata ini sering digunakan dalam al Qur’an
dan telah dimanfaatkan secara terus menerus untuk
membangun teori kenegaraan Islam. Prinsip keadilan banyak sekali ayat al Qur’an memerintahkan berbuat adil dalam segala
aspek kehidupan manusia seperti firman Allah dalam surat an Nahl ayat 90:
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh
kamu berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran
dan permusuhan. Dia memberi pelajaran
kepadamu, agar kamu dapat mengambil pelajaran” (Q.S. an Nahl : 90).
Ayat di atas memerintahkan umat Islam
untuk berbuat adil, sebaliknya melarang mengancam dengan sanksi hukum bagi orang-orang yang berbuat sewenang-wenang, jadi kedudukan prinsip keadilan dalam sistem pemerintahan Islam
harus menjadi alat pengukur dari nilai-nilai dasar atau nilai-nilai sosial masyarakat
yang tanpa dibatasi kurun waktu. Kewajiban
berlaku adil dan menjauhi perbuatan dzalim, mempunyai tingkatan yang amat
tinggi dalam struktur kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
Dijadikan keadilan sebagai prinsip
politik Islam, maka mengandung suatu konsekuensi bahwa para penguasa atau
penyelenggara pemerintahan harus melaksanakan tugasnya dengan baik dan juga
berlaku adil terhadap suatu perkara yang dihadapi, penguasa haruslah adil dan mempertimbangkan
beberapa hak warganya dan juga mempertimbangkan kebebasan berbuat bagi warganya
berdasarkan kewajiban yang telah mereka laksanakan. Adil menjadi prinsip
politik Islam dikenakan pada penguasa untuk melaksanakan pemerintahannya dan bagi
warganya harus pula adil dalam memenuhi kewajiban dan memperoleh keadilannya,
hak dan kewajiban harus dilaksanakan dengan seimbang.
3. Prinsip Kebebasan
Adalah merupakan nilai yang juga amat
diperhatikan oleh Islam, yang dimaksud di sini bukan kebebasan bagi warganya untuk dapat melakukan kewajiban sebagai warga
negara, tetapi kebebasan di sini mengandung makna yang lebih positif, yaitu kebebasan bagi warga negara untuk memilih sesuatu yang
lebih baik, maksud kebebasan berfikir untuk menentukam mana yang baik dan mana yang buruk, sehingga proses berfikir ini dapat
melakukan perbuatan yang baik sesuai dengan hasil pemikirannya, kebebasan berfikir dan kebebasan berbuat ini pernah diberikan
oleh Allah kepada Adam dan Hawa untuk mengikuti petunjuk atau tidak mengikuti petunjuk yang diberikan oleh Allah sebagaimana
firman-Nya :
Artinya : “Berkata (Allah) : Turunlah
kamu berdua dari surga bersamasama sebagaimana kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain, maka jika datang kepadamu petunjuk
dari-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk
dari-Ku ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka” (Q.S. Toha : 123).
Jadi maksud ayat tersebut di atas adalah
kebebasan yang mempunyai akibat yang berbeda,
barangsiapa yang memilih melakukan sesuatu perbuatan yang buruk, maka iapun akan dibalasa dengan keburukan sesuai dengan apa yang
telah mereka lakukan.
4. Prinsip Persamaan
Prinsip ini berarti bahwa “setiap
individu dalam masyarakat mempunyai hak yang sama, juga mempunyai persamaan mendapat kebebasan, tanggung jawab, tugas-tugas
kemasyarakatan tanpa diskriminasi rasial, asal-usul, bahasa dan keyakinan (credo)”.
Dengan prinsip ini sebenarnya tidak ada
rakyat yang diperintah secara sewenang-wenang, dan tidak ada penguasa yang memperbudak rakyatnya karena ini merupakan kewajiban
yang harus dilaksanakan oleh penguasa, Allah menciptakan manusia laki-laki dan perempuan dengan berbagai bangsa dan suku bukanlah
untuk membuat jarak antara mereka, bahkan diantara mereka diharapkan untuk saling kenal mengenal dan tukar pengalaman, bahkan
yang membedakan diantara mereka hanyalah karena taqwanya.
5. Prinsip Pertanggungjawaban dari Pemimpin
Pemerintah tentang Kebijakan yang diambilnya.
Jika seorang pemimpin pemerintahan
melakukan hal yang cenderung merusak atau menuruti kehendak sendiri maka umat berhak memperingatkannya agar tidak meneruskan
perbuatannya itu, sebab pemimpin tersebut berarti telah meninggalkan kewajibannya untuk menegakkan kebenarannya dan menjauhi
perbuatan yang munkar. Jika pemimpin tersebut tidak mengabaikan peringatan,
maka umat berhak mengambil tanggung jawab sebagai pemimpin pemerintahan, karena
penguasa di dunia ini merupakan khalifah yang menjalankan amanat Allah, maka
tindakan penyalahgunaan jabatan seperti berjalan di atas jalan yang dilaknat
Allah, menindas rakyat, melanggar perintah al Qur’an dan as Sunnah, maka
pemimpin tersebut berhak diturunkan dari jabatannya.
Demikian diantara prinsip-prinsip politik
Islam yang ada tanpa menutup kemungkinan adanya prinsip-prinsip yang lain. (*Ahmad
Dzakirin)