Hakim di Mata Umat, Ulama dan Hukum
Tuesday, 24 February 2015
SUDUT HUKUM | “Dalam akhir sambutan saya ini, ada dua permintaan saya kepada Pak Dirjen. Pertama, saya mohon malam ini Pak Dirjen tidak kembali ke Medan, tapi berkenan menginap di rumah dinas ini. Kedua, saya mohon Pak Dirjen tidak segera memutasikan Saudara Ketua Pengadilan Agama Tebing Tinggi ke tempat lain, karena kami dan masyarakat di sini memerlukannya. Demikian pula, kami sangat memerlukan isteri Ketua PA.”
Itulah kata-kata Walikota Tebing Tinggi, Bapak Ir. H. Umar Zunaidi Hasibuan, MM, ketika memberi sambutan pengantar jamuan makan malam, di rumah dinasnya, pada Kamis (14/6/2012) malam. Acara itu dihadiri oleh tidak kurang dari 100 tamu, yang terdiri dari para pejabat Kota Tebing Tinggi, Pimpinan PTA dan PA-PA se-Sumatera Utara, perwakilan instansi terkait, para ulama dan tokoh masyarakat.
Wali Kota yang tampak berwibawa, berwawasan luas dan menyenangkan ini dengan ramah dan hangat menyambut semua tamu yang datang pada acara jamuan makan malam itu. Acara jamuan makan malam diadakan dalam rangka menyambut kontingen Turnamen Tenis ke-11 PTWP Lingkungan Peradilan Agama se-Sumatera Utara, yang dipusatkan di Tebing Tinggi. Turnamen ini juga dikaitkan dengan peringatan 130 tahun peradilan agama. Tema yang diusung dalam perigatan ini adalah Peningkatan Peran Hakim di Mata Hukum dan Ulama di Mata Umat.
Saya senang sekali melakukan perjalanan menghadiri acara di Tebing Tinggi ini. Selain saya bisa melakukan kunjungan ke PA-PA sekitar, yaitu PA Medan, PA Lubuk Pakam dan PA Tebing Tinggi itu sendiri, saya juga dapat melihat banyak hal yang menggembirakan untuk kepentingan pengembangan peradilan agama yang lebih baik di masa depan.
Usungan tema peningkatan peran hakim di mata hukum dan ulama di mata umat, tampak bukan “omdo”, alias omong doang. Bersamaan dengan turnamen ini, di waktu malam harinya dilakukan rapat kordinasi dan diskusi-diskusi untuk meningkatkan kapasitas SDM dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat pencari keadilan. Ini sangat terkait dengan peningkatan profesionalitas hakim di mata hukum.
Di samping itu, saya melihat pula dalam rangkaian peringatan ini, ada penulisan buku-buku, perlombaan penulisan artikel hukum, seminar-seminar dan penerbitan newsletter. Semua ini jelas sekali terkait dengan penguatan peran hakim di mata hukum.
Adapun penguatan peran ulama di mata umat, fenomena dan hasilnya nampak sekali dari situasi atau interaksi dalam penyelenggaraan turnamen itu. Sambutan Walikota Tebing Tinggi, secara formal, yang ditulis di awal artikel ini memperlihatkan sangat jelas betapa tokoh masyarakat dan umat merasakan manfaat dari aparat pengadilan agama.
Dari bincang-bincang dengan Walikota, Wakil Walikota dan beberapa tokoh masyarakat, saya berkesimpulan bahwa eksistensi peradilan agama, termasuk para aparatnya, sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Masyarakat telah mengambil manfaat dari institusi kita ini.
Aparat dan para isteripun tidak lepas dari kegiatan di bidang keagamaan, pendidikan dan sosial. Interaksi yang proporsional antara aparat dan para isteri dengan masyarakat tidaklah mengganggu tugas pokok pengadilan. Malah tampaknya sangat membantu keberhasilan pelaksanaan tugas itu.
Saya melihat acara pembukaan turnamen yang dimeriahkan oleh dua grup Marching Band, diselenggarakan di Lapangan Merdeka Kota Tebing Tinggi, disemarakkan dengan spanduk panjang dan karangan-karangan bunga, didukung oleh berbagai pihak dan dihadiri tidak saja oleh keluarga besar peradilan agama, memperlihatkan keberhasilan peradilan agama se-Sumatera Utara, khususnya PA Tebing Tinggi, dalam melakukan kordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak di Tebing Tinggi, termasuk dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat. Kordinasi dan komunikasi ini tidak lain adalah silaturahmi, yang sangat dianjurkan oleh agama kita.
Saya senang sekali, proses penguatan ‘hakim di mata hukum dan ulama di mata umat’ di provinsi Sumatera Utara ini berlangsung terus bahkan terlihat dalam beberapa hal ada percepatan-percepatan. Walaupun di sana-sini masih menemui keterbatasan, kreativitas dan inovasi tanpa henti, menuju pengadilan yang lebih baik, terus menerus digaungkan oleh pimpinan PTA dan seluruh jajarannya. Kreativitas dan inovasi diarahkan untuk kepentingan peningkatan pelayanan hukum.
Dalam memberikan pelayanan hukum, hakim merupakan unsur yang sangat dominan. Oleh karena itu, hakim dituntut untuk dapat berlaku adil, jujur, arif dan bijaksana, mandiri, berintegritas tinggi, bertanggung jawab, menjunjung tinggi harga diri, berdisiplin tinggi, berperilaku rendah hati dan bersikap profesional. Ikhlas, qana’ah dan syukur juga merupakan sifat yang harus selalu dimiliki para hakim. Dengan mengamalkan sifat-sifat itu, hakim akan dapat memberikan pelayanan hukum yang memuaskan kepada para pihak.
Sifat-sifat terpuji yang harus dipelihara oleh hakim itu tidak lain adalah sifat-sifat yang melekat kepada para nabi dan ulama-ulama sebagai pewaris nabi. Oleh karena itu, penguatan hakim di mata hukum dan ulama di mata umat seperti diperlihatkan oleh PTA Medan dan PA-PA sewilayah Sumatera Utara perlu terus digalakkan dan disebarluaskan.
Memang, kita mendengar masih adanya kontroversial tentang adagium ‘hakim di mata hukum dan ulama di mata umat’. Ada yang mengkhawatirkan jika seorang hakim berperan juga sebagai ulama, maka tugas kehakimannya akan terganggu. Peran sebagai ulama ‘ditakutkan’ mengintervensi fungsi seseorang sebagai hakim, dan akan mempengaruhi putusannya ketika seorang jamaahnya menjadi pihak pada perkara yang ditangani oleh sang hakim yang ulama itu.
Bagi saya, kekuatiran itu memang beralasan. Namun demikian, kekuatiran itu dapat dihindari dengan cara sang hakim yang ulama ini tidak menangani perkara yang sedang menimpa jamaahnya itu. Bukankah, secara umum setiap hakim juga wajib menghindari menangani perkara dari para pihak yang mempunyai hubungan dekat atau akrab dengannya, jika dikhawatirkan akan mempengaruhi putusannya? Bukankah kalau hakim itu profesional dan proporsional dalam menjaga komunikasi dan interaksinya dengan masyarakat, maka kekuatiran intervensi itu tidak akan terjadi?
Di luar itu, kita sepakat, jika para hakim kita mempunyai sifat-sifat terpuji yang biasa melekat pada ulama sebagai pewaris nabi, maka dunia peradilan kita akan betul-betul bermartabat, berwibawa dan dipercaya publik.
Dengan memelihara sifat-sifat ulama, seorang hakim tidak akan melakukan penyelewengan sekecil apapun, apalagi menyangkut hukum. Saya yakin, dengan selalu menjaga dan mengamalkan sifat-sifat yang terpuji itu, tidak akan pernah ada lagi hakim yang diperiksa oleh Badan Pengawasan dan KY atau disidang oleh Majelis Kehormatan hakim, apalagi ditangkap basah oleh KPK.
Kita betul-betul mendambakan semua hakim berhati mulia, bersikap dewasa dan bertindak berani, tegas serta bijaksana. Kalau ini terjadi, insya Allah visi Mahkamah Agung untuk menjadikan badan peradilan Indonesia yang agung akan cepat terlaksana. Kapankah itu?
sumber: PA Tangerang