Sekilas Tentang Prosudur Penangkapan Menurut Hukum
Monday, 2 February 2015
SUDUT HUKUM | Penangkapan
merupakan masalah yang serius, hal ini dikarenakan menyangkut perampasan hak
asasi manusia yang sudah dijamin oleh UUD 1945, dimana sitertangkap akan
kehilangan kebebasannya. Disamping itu juga akan berdampak pada keluarga, teman
serta menyangkut nama baik korban. Oleh karena itu, prosudur penangkapan diatur
sedemikian rupa supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Namun
sering kali terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan prosdur yang telah
ditetapkan dalam Undang-Undang. Seperti kasus yang menimpa Tri Juanda beberapa waktu lalu. Tri Juanda ditangkap saat memimpin memimpin unjuk rasa massa Blang Panyang dan Rancong di
depan kompleks perumahan PT Arun, Batuphat, Muara Satu, Lhokseumawe, 27 Oktober
2014.[1] Diluar sana masih banyak yang
mengalami hal seperti yang menimpa Tri Juanda, padahal Undang-undang sudah
mengatur bagaimana prosudur penangkapan yang tepat.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas maka akan penulis paparkan tentang:
- Bagaimana prosudur penangkapan menurut hukum positif Indonesia?
- Apa langkah yang harus dilakukan jika terjadi penangkapan yang tidak sesuai prosudur?
Pengertian Pengkapan
Menurut Pasal 1 angka 20 KUHP, penangkapan
merupakan suatu tindakan penyidik berupa pengekangan kebebasan tersangka atau
terdakwa sementara waktu dimana terdapat dugaan keras bahwa seseorang telah
melakukan tindak pidana dan tindakan tersebut didukung bukti permulaan yang
cukup guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan.[2]
Dari pengertian diatas dapat kita ketahui
bahwa ada beberapa karakter dari penagkapan, yaitu:
- Penangkapan adalah pengekangan dalam waktu yang singkat untuk kepentingan penyidikan.
- Seseorang baru bisa ditangkap jika diduga keras telah melakukan tindak pidana
- Adanya alat bukti yang cukup.
Dari karakter diatas mengisyaratkan bahwa
perintah penagkapan tidak bisa dilakukan sesuka hati penyidik atau
sewenang-wenang, sperit yang dikatakan oleh Rusli Muhammad.[3]
Apalagi jika kita melihat poin yang ketiga, yaitu tentang alat bukti. Jika merujuk
pada SK No.Pol.SKEP/04/1/1982 tanggal 18 1982 menentukan bahwa barang bukti
permulaan adalah keterangan dan data yang terkandung dalam dua dari hal-hal
berikut:[4]
- Laporan polisi
- Berita acara pemeriksaan polisi
- Laporan hasil penyelidikan
- Keterangan saksi / saksi ahli
- Barang bukti
Menurut Yahya Harahap harus ada sedikitnya
dua alat bukti, yaitu laporan dan satu alat bukti lainnya.[5]
Prosudur Penangkapan
Seperti yang telah penulis katakana bahwa
penangkapan adalah perampasan hak seseorang, maka hal ini harus dilakukan
dengan prosudur yang benar. Dalam pasal 19 ayat 1 KUHAP waktu penangkapan
paling lama adalah satu hari. Petugas yang berwenang melakukan penangkapan
adalah polri[6]
dan jaksa, jika posisi jaksa sebagai penyidik.[7]
Kedua petugas itulah yang mempunyai wewenang untuk melakukan penagkapan,
kecuali dalam persoalan tertangkap tangan. Dalam hal tertangkap tangan maka
setiap orang berhak melakukan penagkapan.[8]
Penagkapan dapat dilakukan dengan dua cara:
- Dengan tanpa surat Perintah Penagkapan
Penagkapan dapat dilakukan tanpa harus
menunjukkan adanya surat perintah, hal ini hanya berlaku pada kasu tertangkap
tangan, dimana ketika dilakukan penangkapan seseorang sedang malakukan tindak
pidana.
- Dengan surat perintah Penagkapan
Ini adalah penangkapan yang biasanya kita
lihat. Dimana petugas datang ke tenpat seseorang dengan membawa surat
penangkapan. Surat penangkapan tersebut harus memuat hal-hal berikut:
- Identitas tersangka
- Alasan penagkapan
- Uraian singkat tentang kejahatan yang diduga kuat telah dilakukan oleh tersangka
- Tempat dimana sitersangka akan diperiksa.
Surat perintah penangkapan harus surat
resmi, supaya tidak terjadi kesewenag-wenagan terhadap tersangka.
Hak-hak Tersangka
Jika terjadi suatau pengkapan tersangka
sebagai hamba hukum dan warga Negara Indonesia mempunyai beberapa hak
selama proses penangkapan, yaitu sebagai berikut:[9]
1)
Bahwa seseorang ditangkap harus ada bukti permulaan
yang cukup / alasan kenapa seseorang tersebut ditangkap.
2)
Pada saat ditangkap, yang berhak melakukan penangkapan
hanyalah :
a. Penyidik yaitu :
·
Pejabat polisi Negara RI yang minimal berpangkat
inspektur Dua (Ipda).
·
Pejabat pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus
UU, yang sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda Tingkat I (Golongan II/b
atau yang disamakan dengan itu).
b. Penyidik pembantu, yaitu :
·
Pejabat kepolisian Negara RI dengan pangkat minimal
brigadier dua (Bripda).
·
Pejabat pegawai negeri sipil di lingkungan kepolisian
Negara RI yang minimal berpangkat Pengatur Muda (Golongan II/a atau yang
disamakan dengan itu).
3)
Pada saat seseorang ditangkap dia dapat melakukan :
a. Meminta surat tugas dari petugas kepolisian
yang akan menangkap anda.
b. Meminta surat perintah penangkapannya.
c. Teliti surat perintahnya, mengenai
identitasnya, alasan pengkapan, dan tempat diperiksa.
4)
Setelah sesorang ditangkap maka dia berhak untuk
melakukan :
a. Menghubungi dan didampingi oleh seorang
penasehat hukum/pengacara.
b. Segera diperiksa oleh penyidik dan
selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum.
c. Minta untuk dilepaskan setelah lewat dari 1
X 24 jam.
d. Diperiksa tanpa tekanan seperti ; intimidasi,
ditaku-takuti dan disiksa secara fisik.
Dalam
hal tertangkap tangan pun tersangka memiliki hak supaya penangkap segera
menyerahkan (memperlihatkan) barang bukti yang ada pada penyidik. Disamping itu, tersangka juga memiliki dua
hak lainnya, yaitu:[10]
1. Berhak mendapat bantuan hukum dari penasehat hukum selama
masa pemeriksaan
2. Berhak untuk saling berkomunikasi dengan penasehat hukum.
Jika petugas ingin menangkap tersangka yang
berada didalam rumah atau ditempat tertutup lainnya, maka:
1. Menunggu sampai tersangka keluar
2. Jika diperlukan untuk melakukan pnggeledahan maka harus ada izin dari
ketua pengadilan
3. Petugas harus memberti peringatan terlebih dahulu sebnyak tiga kali
Dari penjelasan diatas dapat kita lihat
bagaimana sulitnya prosudur dalam proses penangkapan. Hal ini hanya untuk
melindungi hak setiap warga Negara agar tidak diperlakukan semena-mena oleh
aparat penegak hukum.
Namun apa langkah yang bisa ditempuh oleh
tersangka jika terjadi penangkapan yang semena-mena?
Jika
Diperlakukan Semena-mena
Sering
kita melihat pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh penegak hukum
dalam menjalankan tugasnya, terutama dalam proses penagkapan, seperti tanpa
surat penangkapan, pemerikasaan dengan kekerasan atau penggeledahan secara
sepihak. Maka jika tersangka mengalami kasus-kasus yang seperti itu ada
beberapa langkah yuridis yang bisa dilakukan, yaitu:
- Mengajukan laporan atau aduan kepada petugas internal seperti Inspektorat Pengawasa Umum dan Inspektorat Profesi dan Pengamanan,
- Melaporkan kepada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas)
- Jika kurang memahami tentang masalah hukum, tersangka bisa meminta bantuan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH).
Itulah sedikit penjelasan tentang bagaimana
seharusnya tentang prosudur penangkapan. Hal ini penting untuk diketahui supaya
masyarakat kecil tidak diperlakukan semena-mena oleh petugas (penegak hukum).
Semoga ini bermanfaat, amin,,,,,
[1] :
http://atjehpost.co/m/read/14724/Usung-Keranda-Mayat-Mahasiswa-Demo-Polres-Lhokseumawe
[2] Pasal 1 angka 20 UU No. 8 Thn. 1981 Tentang Hukum
Acara Pidana
[3] Rusli Muhammad, Hukum Acara Pidana
Kontemporer (PT. Citra Aditya Bakti, Bndung 2007) hlm. 26
[4] Rocky Marbun, Cerdik & Taktis Menghadapi Kasus Hukum (
Transmedia Pustaka, Jakarta Selatan: 2010) hlm. 8
[5] Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan
Penerapan Kuhp: Penyidikan Dan Penuntutan ( Sinar Grafika: Jakarta, 2006)
hlm 158
[6] Pasal 18 KUHAP
[7] Pasal 284 ayat 2 KUHAP
[8] Pasal 111 KUHAP
[9] Hukum Online, perbedaan hak tersangka
& terpidana, diakses dari situs: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4236/perbedaan-hak-tersangka-&-terpidana
[10] Rocky Marbun, Cerdik & Taktis Menghadapi Kasus Hukum, hlm. 11