Sedikit Penjelasan Tentang Qiyas
Monday 2 February 2015
Ketika kita
membaca buku tentang hukum Islam khususnya tentang Ushul Fiqh, ataupun keika
kita mendengar ceramah-ceramah agama kita sering mendengar kata qiyas. Bagi
orang yang belajar di pasantren ataupun Universitas Islam ini adalah kata yang
sering didengar dan dipelajari. Maka dalam posting ini kami hanya memaparkan
secara singkat tentang apa itu qiyas. Bagaimana qiyas itu, dan apa rukun-rukun
qiyas serta contoh nya.
Tentang masalah
qiyas sebetulnya sudah kami posting pada beberapa artikel kami yang terdahulu,
seperti pada posting yang berjudul Qiyas (analogi).
Namun pada
posting kali ini kami ingin memaparkan secara santai saja tentang masalah
qiyas, ini merupakan posting yang ringan dibaca tanpa perlu menggunakan pemikiran
yang serius.
Yang dimaksud
dengan qiyas dalam hukum Islam adalah Menyamakan status hukum suatu
perbuatan yang belum ada nashnya dengan perbuatan yang sudah ada nash nya
karena ada persamaan illat, itu ada definisi qiyas yang sering kita
dengar.
Sebagaimana telah
kita ketahui bahwa sumber hukum Islam (baca: Sumber Hukum Islam) yang paling
pokok adalah Al-quran dan hadis. Namun kedua sumber tersebut telah berhenti
dengan wafatnya Rasulullah. Dengan wafatnya Rasul maka tidak ada lagi yang
menerima wahyu, juga tidak ada lagi hadis-hadis dari beliau, karena yang
dinamakan hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada nabi baik berupa
perkataan, perbuatan ataupun ketetapan nabi. Maka dengan wafatnya
beliau otomatis perkataan, perbuatan dan ketetapannya sudah tidak ada lagi.
Namun disisi lain
masalah yang dihadapi oleh manusia terus bertambah dari hari-ke hari.
Masalah-masalah tentang hukum terus berkembang yang sangat membutuhkan akan
status hukumnya, apakah perbuatan itu boleh, wajib ataupun haram?
Dalam menghadapi
masalah seperti inilah para ulama Mujtahid (baca: tingkatan para Ahli Hukum Islam) melakukan ijtihad untuk menemukan status hukum perbuatan tersebut. Salah
satu metode yang digunakan adalah dengan menggunakan qiyas. Yaitu dengan
menyamakan masalah yang baru dengan masalah yang sudah pernah dijelaskan dalam
al-quran dan hadis.
Sebagai contoh
untuk masalah ini adalah tentang
hukum minum bir (minuman yang memabukkan). Dalam al-quran dan hadis tidak
disebutkan tentang masalah bir, karena bir adalah minuman yang baru, tidak
dikenal pada masa dahulu. Para ulama
mujtahid melakukan ijtihad dengan menyamakan bir ini kepada khamar yang
terdapat dalam surah Al-maidah ayat 90.
Setelah melihat antara keduanya ada hal yang bisa disamakan,
yaitu memabukkan. Hal yang bisa disamakan inilah yang dinamakan dengan illat
hukum.
Namun harus
diingat bahwa tidak semua ulama menerima (menggunakan) qiyas dalam melakukan
ijtihad. Dengan lain perkataan ada juga ulama yang menolak kehujjahan qiyas,
sipa mereka? mereka adalah kolompok nidhamiya, kelompok zahiri dan sebahagian
ulama syiah.
Meskipun begitu,
jumhur ulama sepakat bahwa qiyas merupakan hujjah, dengan dalil QS. An-Nisa: 59
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Para ulama
memahami kata “Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya)” dalam ayat tersebut
sebagai qiyas, karena jika kita pahaminya secara lafaz sunggu tidak mungkin
dikarenakan dua hal: yang pertama Nabi sudah wafat, yang kedua kita kita bisa
berkomunikasi dengan tuhan.
Rukun-rukun qiyas
Rukun qiyas ada
empat:
1. Asal
2. Furu’ (cabang)
3. Hukum asal
4. Illat.
Ketika melakukan
ijtihad dengan menggunakan motode qiyas maka harus terpenuhi 4 unsur tersebut.
Sebagai contoh kita ambil saja contoh khamar diatas.
Asal nya adalah
khamar yang terdapat dalam Al-quran ayat 90, sedangkan furu’ nya adalah masalah
baru yaitu minuman bir. Hukum asal adalah hukum yang disebut dalam nash
(al-quran dan hadis dalam masalah tersebut, dalam masalah ini khamar hukumnya
haram. Dan yang terakhir adalah illat, yaitu suatu sifat yang bisa disamakan
antara asal dengan furu’, dalam masalah bir illatnya adalah memabukkan.
Saya rasa posting
kali ini cukup sampai disini dulu, kita akan lanjutkan dikesempatan yang lain,
jika ada yang ingin ditanyakan silahkan tanyakan melalui form komentar dibawah,
semoga posting ini bermanfaat, amin……