Enam Tips Mencari Kerja
Friday, 17 July 2015
Sudut Hukum | Ada beberapa tips yang moga bermanfaat bagi Anda yang sedang mencari kerja. tips ini kami ambil dari web Rumasyho.com. berikut adalah tips nya
Pertama: Pahamilah, Setiap Jiwa Tidak Akan Mati Sampai Rezekinya Sempurna
Ingat, setiap jiwa tidak akan mati sampai rezekinya sempurna. Kalau sudah ada jaminan demikian, setiap yang bekerja teruslah bekerja, jangan khawatir dengan jatah rezekinya.
Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ رُوْحَ القُدُسِ نَفَثَ فِي رَوْعِي إِنَّ نَفْسًا لاَ تَمُوْتَ حَتَّى تَسْتَكْمِلَ رِزْقُهَا ، فَاتَّقُوْا اللهَ وَأَجْمِلُوْا فِي الطَّلَبِ ، وَلاَ يَحْمِلَنَّكُمْ اِسْتَبْطَاءَ الرِّزْقُ أَنْ تَطْلُبُوْهُ بِمَعَاصِي اللهَ ؛ فَإِنَّ اللهَ لاَ يُدْرِكُ مَا عِنْدَهُ إِلاَّ بِطَاعَتِهِ
“Sesungguhnya ruh qudus (Jibril), telah membisikkan ke dalam batinku bahwa setiap jiwa tidak akan mati sampai sempurna ajalnya dan dia habiskan semua jatah rezekinya. Karena itu, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah cara dalam mengais rezeki. Jangan sampai tertundanya rezeki mendorong kalian untuk mencarinya dengan cara bermaksiat kepada Allah. Karena rezeki di sisi Allah tidak akan diperoleh kecuali dengan taat kepada-Nya.” (HR. Musnad Ibnu Abi Syaibah 8: 129 dan Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 8: 166, hadits shahih. Lihat Silsilah Al-Ahadits As-Shahihah no. 2866).
Dalam hadits di atas diperintahkan untuk mencari rezeki dengan cara yang halal. Janganlah rezeki tadi dicari dengan cara bermaksiat atau dengan menghalalkan segala cara. Kenapa ada yang menempuh cara yang haram dalam mencari rezeki? Di antaranya karena sudah putus asa dari rezeki Allah sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas.
Kedua: Cari Pekerjaan yang Halal, Jauhi yang Haram
Dalam mencari pekerjaan berusalah untuk menyeleksi pekerjaan. Carilah yang halal dan jauhilah yang haram. Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ فَإِنَّ نَفْسًا لَنْ تَمُوتَ حَتَّى تَسْتَوْفِىَ رِزْقَهَا وَإِنْ أَبْطَأَ عَنْهَا فَاتَّقُوا اللَّهَ وَأَجْمِلُوا فِى الطَّلَبِ خُذُوا مَا حَلَّ وَدَعُوا مَا حَرُمَ
“Wahai umat manusia, bertakwalah engkau kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki, karena sesungguhnya tidaklah seorang hamba akan mati, hingga ia benar-benar telah mengenyam seluruh rezekinya, walaupun terlambat datangnya. Maka bertakwalah kepada Allah, dan tempuhlah jalan yang baik dalam mencari rezeki. Tempuhlah jalan-jalan mencari rezeki yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR. Ibnu Majah no. 2144. Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Jika cara yang ditempuh adalah cara yang halal, tentu akan berpengaruh pada ampuhnya do’a. Sebaliknya, yang ditempuh adalah cara yang tidak halal, lihat saja bagaimana akibat buruknya.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ وَغُذِىَ بِالْحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ
“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang laki-laki yang telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo’a: “Wahai Rabbku, wahai Rabbku.” Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka bagaimanakah Allah akan memperkenankan do’anya?” (HR. Muslim no. 1015)
Yusuf bin Asbath berkata:
بَلَغَنَا أنَّ دُعَاءَ العَبْدِ يَحْبِسُ عَنِ السَّمَاوَاتِ بِسُوْءِ المطْعَمِ
“Telah sampai pada kami bahwa do’a seorang hamba tertahan di langit karena sebab makanan jelek (haram) yang ia konsumsi.”
Lihatlah para salaf sangat memperhatikan apa yang mereka masukkan dalam perutnya. Ada yang bertanya kepada Sa’ad bin Abi Waqqash:
تُسْتَجَابُ دَعْوَتُكَ مِنْ بَيْنَ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ – صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – ؟ فَقَالَ : مَا رَفَعْتُ إِلَى فَمِي لُقْمَةً إِلاَّ وَأَنَا عَالِمٌ مِنْ أَيْنَ مَجِيْئُهَا ، وَمِنْ أَيْنَ خَرَجَتْ
“Apa yang membuat do’amu mudah dikabulkan dibanding para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamlainnya?” “Aku tidaklah memasukkan satu suapan ke dalam mulutku melainkan aku mengetahui dari manakah datangnya dan dari mana akan keluar,” jawab Sa’ad.
Dari Wahb bin Munabbih, ia berkata:
مَنْ سَرَّهُ أَنْ يَسْتَجِيْبَ اللهُ دَعْوَتَهُ ، فَلْيُطِبْ طُعْمَتَهُ
“Siapa yang berharap do’anya dikabulkan oleh Allah, maka perbaikilah makanannya.” (Dinukil dari Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 275-276)
Ketiga: Cari Berkah dalam Pekerjaan, Bukan Besarnya Gaji
Ada sahabat yang pernah bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
أَىُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُورٍ
“Wahai Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?” Beliau bersabda, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi).” (HR. Ahmad 4: 141, hasan lighoirihi)
Kita dapat mengambil pelajaran penting bahwa para sahabat tidak bertanya manakah pekerjaan yang paling banyak penghasilannya. Namun yang mereka tanya adalah manakah yang paling thoyyib (diberkahi). Sehingga dari sini kita tahu bahwa tujuan dalam mencari rezeki adalah mencari yang paling berkah, bukan mencari manakah pekerjaan yang penghasilannya paling besar. Karena penghasilan yang besar belum tentu berkah. Demikian penjelasan berharga dari Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al Fauzan dalam Minhatul ‘Allam, 6: 10.
Pekerjaan yang gajinya besar pun kadang sampai melalaikan dari ibadah seperti shalat. Sungguh mengkhawatirkan.
Keempat: Jauhkan Diri dari Pekerjan Meminta-Minta
Dari ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَا يَزَالُ الرَّجُلُ يَسْأَلُ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِىَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لَيْسَ فِى وَجْهِهِ مُزْعَةُ لَحْمٍ
“Jika seseorang meminta-minta (mengemis) pada manusia, ia akan datang pada hari kiamat tanpa memiliki sekerat daging di wajahnya.” (HR. Bukhari no. 1474 dan Muslim no. 1040)
Dari Hubsyi bin Junadah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ
“Barangsiapa meminta-minta padahal dirinya tidaklah fakir, maka ia seakan-akan memakan bara api.” (HR. Ahmad 4: 165. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur lain)
Perlu dipahami bahwa hanya tiga orang yang diperbolehkan meminta-minta sebagaimana disebutkan dalam hadits Qabishah, di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
يَا قَبِيصَةُ إِنَّ الْمَسْأَلَةَ لاَ تَحِلُّ إِلاَّ لأَحَدِ ثَلاَثَةٍ رَجُلٍ تَحَمَّلَ حَمَالَةً فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَهَا ثُمَّ يُمْسِكُ وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ جَائِحَةٌ اجْتَاحَتْ مَالَهُ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – وَرَجُلٍ أَصَابَتْهُ فَاقَةٌ حَتَّى يَقُومَ ثَلاَثَةٌ مِنْ ذَوِى الْحِجَا مِنْ قَوْمِهِ لَقَدْ أَصَابَتْ فُلاَنًا فَاقَةٌ فَحَلَّتْ لَهُ الْمَسْأَلَةُ حَتَّى يُصِيبَ قِوَامًا مِنْ عَيْشٍ – أَوْ قَالَ سِدَادًا مِنْ عَيْشٍ – فَمَا سِوَاهُنَّ مِنَ الْمَسْأَلَةِ يَا قَبِيصَةُ سُحْتًا يَأْكُلُهَا صَاحِبُهَا سُحْتًا
“Wahai Qabishah, sesungguhnya meminta-minta itu tidak halal kecuali untuk tiga orang:(1) seseorang yang menanggung hutang orang lain, ia boleh meminta-minta sampai ia melunasinya,(2) seseorang yang ditimpa musibah yang menghabiskan hartanya, ia boleh meminta-minta sampai ia mendapatkan sandaran hidup, dan(3) seseorang yang ditimpa kesengsaraan hidup sehingga ada tiga orang yang berakal dari kaumnya berkata, ‘Si fulan benar-benar telah tertimpa kesengsaraan’, maka boleh baginya meminta-minta sampai mendapatkan sandaran hidup.Meminta-minta selain ketiga hal itu, wahai Qabishah adalah haram dan orang yang memakannya berarti memakan harta yang haram.” (HR. Muslim no. 1044)
Patut dipahami bahwa orang miskin yang sebenarnya adalah seperti yang disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah berikut, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَيْسَ الْمِسْكِينُ الَّذِى تَرُدُّهُ الأُكْلَةُ وَالأُكْلَتَانِ ، وَلَكِنِ الْمِسْكِينُ الَّذِى لَيْسَ لَهُ غِنًى وَيَسْتَحْيِى أَوْ لاَ يَسْأَلُ النَّاسَ إِلْحَافًا
“Namanya miskin bukanlah orang yang tidak menolak satu atau dua suap makanan. Akan tetapi miskin adalah orang yang tidak punya kecukupan, lantas ia malu atau tidak meminta dengan cara mendesak.” (HR. Bukhari no. 1476). Orang miskin berarti bukan pengemis. Orang miskin adalah yang sudah bekerja, namun tetap belum mencukupi kebutuhan pokoknya.
Kelima: Cari Pekerjaan yang Tidak Menyengsarakan Orang Lain
Ada salah satu pekerjaan yang terlarang yaitu menimbun barang sehingga mematikan stok barang di pasaran, terutama untuk barang kebutuhan pokok yang diperlukan masyarakat banyak. Dalam hadits disebutkan:
لاَ يَحْتَكِرُ إِلاَّ خَاطِئٌ
“Tidak boleh menimbun barang, jika tidak, maka ia termasuk orang yang berdosa.” (HR. Muslim no. 1605).
Apa hikmah terlarangnya menimbun barang?
Imam Nawawi berkata, “Hikmah terlarangnya menimbun barang karena dapat menimbulkan mudarat bagi khalayak ramai.” (Syarh Shahih Muslim, 11: 43).
Namanya orang yang berutang, rata-rata adalah rakyat kecil atau mereka memang orang yang butuh. Apakah pantas orang yang butuh semacam itu disengsarakan? Rata-rata pula orang bisa stress dan bahkan bisa gantung diri hanya karena tumpukan utang pada para rentenir. Karena prinsip utang di zaman ini hanyalah untuk mencari untung. Dan itu menyengsarakan rakyat jelata sama halnya menimbun barang yang penulis singgung di atas.
Bahkan di tempat kami di Gunungkidul, rata-rata yang gantung diri atau bunuh diri adalah karena masalah utang yang berat yang mesti dilunasi di rentenir. Bahkan tingkat bunuh diri di Gunungkidul dapat dibilang sangat tinggi. Sebab utama karena masalah ekonomi yaitu numpuknya utang. Bank saat ini tak jauh dari kerjaan para rentenir walau mungkin bunganya lebih ringan. Tetapi riba tetap haram tak pandang ringannya. Karena para ulama menyepakati, “Setiap utang piutang yang di dalamnya meraup keuntungan (ada manfaat yang diambil), maka itu adalah riba.”
Keenam: Banyak Do’a Supaya dapat Rezeki yang Halal
Tanpa do’a dan tanpa banyak memohon pada Allah, kita sulit mendapatkan yang halal. Hanya dengan banyak terus memohon pada Allah, kita akan dipermudah untuk raih yang halal.
Cobalah terus meminta pada Allah untuk mendapatkan pekerjaan yang halal sebagaimana yang Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam ajarkan berikut ini:
اللَّهُمَّ اكْفِنِى بِحَلاَلِكَ عَنْ حَرَامِكَ وَأَغْنِنِى بِفَضْلِكَ عَمَّنْ سِوَاكَ
[Ya Allah cukupkanlah aku dengan yang halal dan jauhkanlah aku dari yang haram, dan cukupkanlah aku dengan karunia-Mu dari bergantung pada selain-Mu] (HR. Tirmidzi no. 3563, hasan menurut At Tirmidzi, begitu pula hasan kata Syaikh Al Albani)