Penjelasan Seputar Maksiat Hati
Saturday, 22 August 2015
Sudut Hukum | Seputar Maksiat Hati
Ketahuilah, bahwa agama Islam terdiri atas dua bagian: meninggalkan
apa yang dilarang dan melakukan amal ketaatan.
Meninggalkan apa yang dilarang jauh lebih sulit karena melakukan
amal ketaatan dapat di-lakukan setiap orang, sedangkan meninggalkan syahwat
hanya bisa diwujudkan oleh mereka yang tergolong shiddiqun. Oleh karena
itu, Rasulullah SAW. bersabda, “Orang yang berhijrah adalah yang meninggalkan
keburukan, sedangkan orang yang berjihad adalah yang berjuang melawan hawa
nafsunya.” Ketahuilah bahwa ketika engkau bermaksiat sesungguhnya engkau
melakukan maksiat tersebut dengan anggota badanmu padahal ia merupakan nikmat
dan amanat Allah yang diberikan kepadamu. Mempergunakan nikmat Allah dalam rangkat bermaksiat kepada-Nya
adalah puncak kekufuran. Dan berkhianat terhadap amanat yang dititipkan Allah
kepadamu betul-betul merupakan perbuatan yang me-lampaui batas. Anggota badanmu
adalah rakyat atau gembalaanmu, maka perhatikan dengan baik bagaimana kamu
menggembalakan mereka. Masing-masing kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin
bertanggung jawab atas yang dipimpinnya. Sadarlah bahwa semua anggota badanmu
akan menjadi saksi atasmu pada hari kiamat dengan lidah yang fasih. Ia akan
menyingkap rahasiamu di hadapan semua makhluk. Allah Swt. berfirman, “Pada hari
dimana lidah, tangan, dan kaki mereka menjadi saksi atas perbuatan yang kalian
lakukan” (Q.S. an-Nur: 24) Allah Swt berfirman, “Pada hari ini, Kami tutup
mulut mereka sedangkan tangan mereka berbicara pada Kami dan kaki mereka
menjadi saksi atas apa yang mereka kerjakan” (Q.S. Yasin:65).
Oleh karena itu, peliharalah semua anggota badanmu dari maksiat,
khususnya tujuh anggota badanmu karena neraka Jahannam memiliki tujuh pintu.
Masing-masing mereka mempunyai bagian tersendiri. Yang masuk ke dalam
pintu-pintu neraka Jahannam itu adalah mereka yang bermaksiat kepada Allah Swt.
dengan tujuh anggota badan tersebut, yaitu mata, telinga, lidah, perut,
kemaluan, tangan, dan kaki.
Mata diciptakan agar bisa memberi petunjuk padamu di waktu gelap, agar
bisa kau pergunakan pada saat diperlukan, agar dengannya engkau melihat semua
keajaiban langit dan bumi, dan agar engkau bisa mengambil pelajaran dari
tanda-tanda kekuasaan-Nya. Maka dari itu, peliharalah matamu itu dari empat
hal: melihat yang bukan mahram-nya, melihat gambar bagus dengar syahwat,
melihat seorang muslim dengan pandangan meremehkan, serta melihat aib seorang muslim.
Adapun telinga, maka peliharalah ia agar tidak mendengar
bidah, gibah, perkataan keji, takut pada kebatilan, atau kejelekan orang.
Telinga tersebut diciptakan untukmu agar engkau bisa mendengar kalam Allah Swt,
sunah Rasulullah Saw, dan kata hikmah para wali serta agar engkau bisa
mempergunakannya untuk bisa menggapai surga yang penuh kenikmatan, kekal abadi
di sisi Tuhan Penguasa alam semesta. Jika engkau mempergunakan telinga tersebut
pada sesuatu yang dibenci ia akan menjadi beban atau musuh bagimu. Begitu pula
ia akan berbalik arah dari yang seharusnya bisa mengantarkanmu menuju
kesuksesan, menjadi mengantarkanmu menuju kehancuran. Ini benar-benar merupakan
kerugian. Jangan engkau mengira bahwa dosanya hanya dibebankan kepada si
pembicara, sedangkan si pendengar terbebas dari dosa. Karena, dalam riwayat
disebutkan, pendengar adalah sekutu bagi yang berbicara. Ia adalah salah satu
pihak dari dua orang yang sedang bergibah (bergunjing).
Adapun lidah, maka ia diciptakan agar dengannya engkau bisa
banyak berzikir kepada Allah Swt, membaca Kitab Suci-Nya, memberi petunjuk
kepada makhluk Allah lainnya, serta mengungkapkan kebutuhan agama dan duniamu
yang tersimpan dalam hati. Apabila engkau mempergunakannya bukan pada tujuan
yang telah digariskan berarti engkau telah kufur terhadap nikmat Allah Swt.
Lidah merupakan anggota badanmu yang paling dominan. Tidaklah manusia
diceburkan ke dalam api neraka melainkan sebagai akibat dari apa yang
di-lakukan oleh lidah. Maka peliharalah ia dengan semua kekuatan yang kau
miliki agar ia tidak menjerumuskanmu ke dalam dasar neraka. Sebuah riwayat
menyebutkan, “Sesungguhnya seseorang berbicara dengan satu kata yang dengannya
ia ingin membuat teman-temanuya tertawa, namun karena itu ia jatuh ke dasar
neraka selama tujuh puluh musim.” Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ada
seorang syahid yang terbunuh di dalam peperangan pada masa Rasulullah Saw. Lalu
seseorang berkata, “Selamat baginya yang telah memperoleh surga!” Tapi Rasul
Saw. kemudian bersabda, “Dari mana engkau tahu? Barangkali ia pernah mengatakan
sesuatu yang tak berguna dan bakhil terhadap sesuatu yang takkan pernah
mencukupinya.” Maka, peliharalah lidahmu dari delapan perkara:
Pertama: berdusta. Jagalah lidahmu agar jangan sampai berdusta baik
dalam keadaan yang serius maupun bercanda. Jangan kau biasakan dirimu berdusta
dalam canda karena hal itu akan mendorongmu untuk berdusta dalam hal yang
bersifat serius. Berdusta termasuk induk dosa-dosa besar. Kemudian, jika engkau
dikenal mempunyai sifat seperti itu (pendusta) maka orang tak akan percaya pada
perkataanmu dan untuk selanjutnya engkau akan hina dan dipandang sebelah mata.
Apabila engkau ingin mengetahui busuknya perkataan dusta yang ada pada dirimu,
maka lihatlah perkataan dusta yang dilakukan orang lain serta bagaimana engkau
membenci, meremehkan, dan tidak menyukainya. Lakukanlah hal semacam itu pada
semua aib dirimu. Sesungguhnya engkau tidak mengetahui aibmu lewat dirimu
sendiri tapi lewat orang lain. Apa yang kau benci dari orang lain, pasti juga
orang lain membencinya darimu. Oleh karenanya, jangan kau biarkan hal itu ada
pada dirimu.
Kedua: menyalahi janji. Engkau tak boleh menjanjikan sesuatu tapi
kemudian tidak menepatinya. Hendaknya engkau berbuat baik kepada manusia dalam
bentuk tingkah laku, bukan dalam bentuk perkataan. Jika engkau terpaksa harus
berjanji, jangan sampai kau ingkari janji tersebut, kecuali jika engkau
betul-betul tak berdaya atau ada halangan darurat. Sebab, menyalahi janji
merupakan salah satu dari tanda-tanda nifak dan buruknya akhlak. Nabi Saw.
bersabda, “Ada tiga hal, yang jika ada di antara kalian yang jatuh ke dalamnya
maka ia termasuk munafik, walaupun ia puasa dan salat. Yaitu, jika berbicara ia
berdusta, jika berjanji ia mengingkari, dan jika diberi amanat ia berkhianat.”
Ketiga: gibah (menggunjing). Peliharalah lidahmu dari menggunjing
orang. Dalam Islam, orang yang melakukan perbuatan tersebut lebih hebat
daripada tiga puluh orang pezina. Begitulah yang terdapat dalam riwayat. Makna
gibah adalah membicarakan seseorang dengan sesuatu yang ia benci jika ia
mendengarnya. Jika hal itu engkau lakukan, maka engkau adalah orang yang telah
melakukan gibah dan aniaya, walaupun engkau berkata benar. Hindarilah untuk
menggunjing secara halus. Yaitu, misalnya engkau nyatakan maksudmu secara tidak
Iangsung dengan berkata, “Semoga Allah memperbaiki orang itu. Sungguh
tindakannya sangat buruk padaku. Kita meminta kepada Allah agar Dia memperbaiki
kita dan dia.” Di sini terkumpul dua hal yang buruk, yaitu gibah (karena dari
pernyataanya kita bisa memahami hal itu) dan merasa bahwa diri sendiri bersih
tidak bersalah. Tapi, jika engkau benar-benar bermaksud mendoakannya, maka
berdoalah secara rahasia jika engkau merasa berduka dengan perbuatannya. Dengan
demikian, jelaslah bahwa engkau tak ingin membuka rahasia dan aibnya. Kalau
engkau menampakkan dukamu karena aibnya, berarti engkau sedang membuka aibnya.
Cukuplah firman Allah Swt. ini menghalangimu dari gibah, “Jangan sebagian
kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang di antara kalian
senang memakan daging saudaranya yang sudah mati. Pasti kalian tidak
menyukainya” (Q.S. al-Hujurat: 12).
Allah mengibaratkanmu dengan pemakan bangkai manusia. Oleh karena
itu, alangkah baiknya jika engkau menghindari perbuatan tersebut. Jika engkau
mau merenung, engkau tak akan menggunjing sesama muslim. Lihatlah pada dirimu,
apakah dirimu itu mempunyai aib, baik yang tampak secara lahiriah maupun yang
tersembunyi? Apakah engkau sudah meninggalkan maksiat, baik secara rahasia
maupun terang-terangan? Jika engkau menyadari hal itu, ketahuilah bahwa
ketidakberdayaan seseorang untuk menghindari apa yang kau nisbatkan padanya
sama seperti ketidakberdayaanmu. Sebagaimana engkau tidak suka jika kejelekanmu
disebutkan, ia juga demikian. Apabila engkau mau menutupi aibnya, niscaya Allah
akan menutupi aibmu. Tapi apabila engkau membuka aibnya, Allah akan jadikan
lidah-lidah yang tajam mencabik-cabik kehormatanmu di dunia, lalu Allah akan
membuka aibmu di akhirat di hadapan para makhluk-Nya pada hari kiamat. Apabila
engkau melihat lahir dan batinmu lalu engkau tidak menemukan aib dan
kekurangan, baik dari aspek agama maupun dunia, maka ketahuilah bahwa
ketidaktahuanmu terhadap aibmu itu merupakan kedunguan yang sangat buruk. Tak
ada aib yang lebih hebat daripada kedunguan tersebut. Sebab, jika Allah
menginginkan kebaikan bagimu, niscaya Dia akan memperlihatkan aib-aibmu. Tapi,
apabila engkau melihat dirimu dengan pandangan rida, hal itu merupakan puncak
kebodohan. Selanjutnya, jika sangkaanmu memang benar, bersyukurlah pada Allah
Swt. Jangan malah engkau rusak dengan mencela dan menghancurkan kehormatan
mereka. Sebab, hal itu merupakan aib yang paling besar.
Keempat: mendebat orang. Karena, dengan mendebat, kita telah
menyakiti, menganggap bodoh, dan mencela orang yang kita debat. Selain itu,
kita menjadi berbangga diri serta merasa lebih pandai dan berilmu. Ia juga
menghancurkan kehidupan. Manakala engkau mendebat orang bodoh, ia akan
menyakitimu. Sedangkan manakala engkau mendebat orang pandai, ia akan membenci
dan dengki padamu. Nabi Saw. bersabda, “Siapa yang meninggalkan perdebatan
sedang ia dalam keadaan salah, maka Allah akan membangun untuknya sebuah rumah
di tepi surga. Dan siapa yang meninggalkan perdebatan padahal dia dalam posisi
yang benar Allah akan membangun untuknya sebuah rumah di surga yang paling
tinggi.”
Jangan sampai engkau tertipu oleh setan yang berkata padamu,
“Tampakkan yang benar, jangan bersikap lemah!” Sebab, setan selalu akan
menjerumuskan orang dungu kepada keburukan dalam bentuk kebaikan. Jangan sampai
engkau menjadi bahan tertawaan setan sehingga dia mengejekmu. Menampakkan
kebenaran kepada mereka yang mau menerimanya adalah suatu kebaikan. Tetapi hal
itu harus dilakukan dengan cara memberikan nasihat secara rahasia bukan dengan
cara mendebat. Sebuah nasihat memiliki karakter dan bentuk tersendiri. Harus
dilakukan dengan cara yang baik. Jika tidak, ia hanya akan mencemarkan aib
orang. Sehingga kebukannya lebih banyak daripada kebaikan yang ditimhulkannya.
Orang yang sering bergaul dengan para fakih zaman ini memiliki karakter suka
berdebat sehingga ia sulit diam. Sebab, para ulama su‟ tersebut mengatakan
padanya bahwa berdebat merupakan sesuatu yang mulia dan mampu berdiskusi
merupakan satu kebanggaan. Oleh karena itu, hindarilah mereka sebagaimana
engkau menghindar dari singa. Ketahuilah, perdebatan merupakan sebab datangnya
murka Allah dan murka makhluk-Nya.
Kelima: mengklaim diri bersih dari dosa. Allah Swt. berfirman,
“Jangan kalian merasa suci. Dia yang lebih mengetahui siapa yang bertakwa”
(Q.S. an-Najm: 32). Sebagian ahli hikmat ditanya, “Apa itu jujur yang buruk?”
Mereka menjawab, “Seseorang yang memuji dirinya sendiri.” Janganlah engkau
terbiasa demikian. Ketahuilah bahwa hal itu akan mengurangi kehormatanmu di
mata manusia dan mengakibatkan datangnya murka Allah Swt. Jika engkau ingin
membuktikan bahwa membanggakan diri tak membuat manusia bertambah hormat
padamu, lihatlah pada para kerabatmu manakala mereka membanggakan kemuliaan,
kedudukan, dan harta mereka sendiri, bagaimana hatimu membenci mereka dan muak
atas tabiat mereka. Lalu engkau mencela mereka di belakang mereka. Jadi
sadarlah bahwa mereka juga bersikap demikian ketika engkau mulai membanggakan
diri. Di dalam hatinya, mereka mencelamu dan hal itu akan mereka ungkapkan
ketika mereka tidak berada di hadapanmu.
Keenam: mencela. Jangan sampai engkau mencela ciptaan Allah Swt,
baik itu hewan, makanan, ataupun manusia. Janganlah engkau dengan mudah
memastikan seseorang yang menghadap kiblat sebagai kafir, atau munafik. Karena,
yang mengetahui semua rahasia hanyalah Allah Swt. Oleh karena itu, jangan
mencampuri urusan antara hamba dan Allah Swt. Ketahuilah bahwa pada hari kiamat
engkau tak akan ditanya, “Mengapa engkau tidak mencela si fulan? Mengapa engkau
mendiamkannya?” Bahkan, walaupun engkau tidak mencela iblis sepanjang hidupmu
dan engkau melupakannya, engkau tetap tak akan ditanya tentang hal itu serta
tak akan dituntut karenanya pada hari kiamat. Tapi, jika engkau mencela salah
satu makhluk Allah Swt. baru engkau akan dituntut. Jangan engkau mencerca
sesuatu pun dari makhluk Allah Swt. Nabi Saw. sendiri sama sekali tidak pernah
mencela makanan yang tidak enak. Jika beliau berselera dengan sesuatu, beliau
memakannya. Jika tidak, beliau tinggalkan.
Ketujuh: mendoakan keburukan bagi orang lain. Peliharalah lidahmu
untuk tidak mendoakan keburukan bagi suatu makhluk Allah Swt. Jika ia telah
berbuat aniaya padamu, maka serahkan urusannya pada Allah Swt. Dalam sebuah
hadis disebutkan, “Seorang yang dianiaya mendoakan keburukan bagi yang
menganiaya dirinya sehingga menjadi imbang, kemudian yang menganiaya masih
memiliki satu kelebihan yang bisa ia tuntut kepadanya pada hari kiamat.”
Sebagian orang terus mendoakan keburukan bagi Hajjaj sehingga sebagian salaf
berkata, “Allah menghukum orang-orang yang telah mencela Hajjaj untuknya,
sebagaimana Allah menghukum Hajjaj untuk orang yang telah ia aniaya.”
Kedelapan: bercanda, mengejek, dan menghina orang. Peliharalah
lidahmu baik dalam kondisi serius maupun canda karena ia bisa menjatuhkan
kehormatan, menurunkan wibawa, membuat risau, dan menyakiti hati. Ia juga
merupakan pangkal timbulnya murka dan marah serta dapat menanamkan benih-benih
kedengkian di dalam hati. Oleh karena itu, jangan engkau bercanda dengan
seseorang dan jika ada yang bercanda denganmu,jangan kau balas. Berpalinglah
sampai mereka membicarakan hal lain.
Semua itu merupakan cacat yang terdapat pada lidah. Yang perlu kau
lakukan adalah mengasingkan diri atau senantiasa diam kecuali dalam keadaan
darurat. diceritakan bahwa Abu Bakar ash-Shiddiq r.a. meletakan sebuah batu di
mulutnya agar tidak berbicara keuali saat perlu saja. Beliau menunjuk lidahnya
lalu berkata, “Inilah yang menjadi segala sumber bagiku. kekanglah ia sekuat
tenagamu, karena ia merupakan faktor utama yang membuatmu celaka di dunia dan
akhirat.”
Adapun perut, maka jangan kau isi ia dengan barang haram atau
syubhat. Berusahalah untuk mencari yang halal. Jika engkau telah mendapatkan
yang halal, berusahalah mengkonsumsinya tidak sampai kenyang. Sebab, perut yang
kenyang bisa membekukan hati, merusak akal, menghilangkan hafalan, memberatkan
anggota badan untuk beribadah dan menuntut ilmu, memperkuat syahwat, serta
membantu tentara setan. Jika kenyang dari makanan halal merupakan awal segala
keburukan, bagaimana jika dari yang haram? Mencari sesuatu yang halal merupakan
kewajiban bagi setiap muslim. Beribadah dan menuntut ilmu yang disertai
mengkonsumsi makanan haram seperti membangun di atas kotoran hewan. Apabila
engkau merasa cukup selama setahun memakai baju yang kasar, lalu selama sehari
semalam memakan dua potong roti garing, lalu engkau tidak menikmati apa yang
lezat bagi manusia, maka engkau tak butuh pada yang lain. Barang yang halal
sangat banyak.
Engkau tidak perlu meyakinkan dirimu dengan menyelidiki hal-hal
yang tersembunyi. Tapi engkau harus menjaga diri dari yang sudah jelas kau
ketahui bahwa itu adalah haram. Atau setelah di-lihat dari ciri-ciri yang
terkait dengan harta tersebut, engkau bisa menduga bahwa itu adalah haram.
Apayang sudah diketahui tampak jelas secara lahir, sementara yang bersifat
dugaan tampak dengan adanya ciriciri. Misalnya harta penguasa dan para
pekerjanya, harta orang yang tak bekerja kecuali dengan cara menjual khamar,
riba, judi, dan sebagainya. Jika engkau tahu bahwa sebagian besar hartanya
adalah haram, maka apa yang kau terima darinya, walaupun mungkin halal, ia
termasuk haram karena adanya dugaan yang kuat tadi. Yang jelas-jelas haram
adalah memakan harta wakaf tanpa izin atau syarat dari si pemberi wakaf. Siapa
yang melakukan maksiat, kesaksiannya tertolak, dan wakaf atau apa pun yang ia
terima atas nama kesufian adalah haram.
Kami telah menyebutkan hal-hal yang terkait dengan masalah syubhat,
halal, dan haram dalam satu kajian tersendiri pada kitab Ihya Ulumiddin.
Pelajarilah kitab tersebut karena mengetahui yang halal dan haram wajib
hukumnya bagi setiap muslim sebagaimana salat lima waktu.
Adapun kemaluan, peliharalah ia dari semua yang diharamkan
Allah. Jadilah sebagaimana yang disebutkan Allah Swt, “Mereka yang menjaga
kemaluan mereka, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau sahaya yang mereka
miliki, maka mereka tak dapat dicela” (Q.S. al-Mukminun: 5-6). Engkau baru bisa
menjaga kemaluan dengan menjaga pandangan mata, menjaga hati untuk tidak merenungkannya,
serta menjaga perut dari yang syubhat dan dari rasa kenyang. Karena, semua itu
merupakan penggerak dan tempat tumbuhnya syahwat. Kedua tangan, harus engkau pelihara
agar ia tidak kau jadikan alat untuk memukul seorang rnuslim, untuk mendapat
harta haram, untuk menyakiti sesama makhluk, untuk berkhianat terhadap amanat
dan titipan, serta untuk menuliskan sesuatu yang tak boleh diucapkan karena
pena merupakan lidah pula. Oleh karena itu,peliharalah pena tersebut
sebagaimana engkau menjaga lidah.
Janganlah engkau pergunakan kedua kaki untuk menuju pintu seorang
penguasa lalim. Sebab, berjalan menuju para penguasa lalim tanpa ada keperluan
merupakan maksiat yang besar karena berarti ia bersikap tawadu dan memuliakan
mereka yang telah berbuat lalirn. Allah Swt. telah memerintahkan kita untuk
berpaling dari mereka dalam firman-Nya yang berbunyi, “Janganlah kalian condong
kepada mereka yang telah berbuat lalim, niscaya kalian tersentuh api neraka dan
kalian tidak mempunyai penolong selain Allah. Lalu kalian tidak ditolong” (QS.
Hud: 113). Jika engkau pergi menemui mereka untuk mendapat harta, berarti
engkau berusaha meraih sesuatu yang haram. Nabi Saw. bersabda, “Siapa yang
bersikap merendah kepada orang kaya, sepertiga agamanya telah hilang.” ini
terhadap orang kaya yang saleh, lalu bagaimana merendah terhadap orang kaya
yang lalim?
Ringkasnya, ketika engkau bergerak dan diam dengan anggota badanmu,
itu semua merupakan nikmat Allah Swt. Maka dari itu, janganlah engkau
menggerakkan anggota badanmu dalam rangka maksiat kepada Allah. Tetapi
pergunakanlah untuk taat kepada-Nya. Ketahuilah, jika engkau tak patuh maka
bencananya akan kembali padamu, sementara jika kamu mau menanam, maka buahnya
akan menjadi milikmu. Adapun Allah, Dia tak butuh padamu dan tak butuh pada
amal perbuatanmu. Setiap jiwa tergantung pada amal perbuatan-nya. Jangan sampai
engkau berkata, “Allah Maha Pemurah Dan Maha Penyayang. Dia Maha Mengampuni
dosa mereka yang bermaksiat.” Ini merupakan ungkapan yang benar tapi ditujukan
pada sesuatu yang batil. Orang yang mengucapkannya termasuk dungu seperti kata
Rasul Saw., “Orang yang cerdik adalah yang bisa menundukkan hawa nafsunya dan
beramal untuk hari sesudah mati. Sedangkan orang yang dungu adalah yang
mengikuti hawa nafsunya dan berangan-angan kepada Allah”.
Ketahuilah bahwa ucapanmu itu seperti ucapan seseorang yang ingin
menjadi fakih dalam ilmu agama tanpa mau belajar, tapi justru sibuk dengan
sesuatu yang batil lalu berkata, “Allah Maha Pemurah dan Maha Penyayang. Dia
Maha berkuasa untuk mencurahkan ke dalam hatiku berbagai ilmu yang Dia tanamkan
di hati para nabi dan wali-Nya tanpa usaha dan belajar.” Itu seperti ucapan
orang yang menginginkan harta, tapi tak mau menanam, berdagang, atau berusaha
kemudian berujar, “Allah Maha Pemurah. Dia memiliki kekayaan langit dan bumi.
Dia Maha Berkuasa untuk memberikan kepadaku sebagian dari khazanah kekayaan-Nya
sehingga aku tak perlu bekerja. Hal itu telah Dia lakukan kepada para
hamba-Nya.” Jika engkau mendengar ucapan kedua orang di atas, engkau pasti
menganggap kedua orang itu bodoh dan engkau pasti mengejeknya walaupun sifat
pemurah dan kuasa Allah yang ia sebutkan benar. Demikian pula, Orang-orang yang
alim dalam bidang-bidang agama akan menertawakanmu jika engkau menuntut ampunan
tanpa ada usaha. Allah Swt. berfirman, “Bagi manusia apa yang ia usahakan”
(Q.S. an-Najm: 39), “Kaliaan dibalas sesuai dengan amal perbuatan kalian” (Q.S.
ath-Thar: 16), “Orang-orang abrar (berbuat baik) berada dalam kenikmatan
sedangkan mereka yang selalu berbuat dosa berada di neraka Jahim” (Q.S.
al-Infithar: 13-14).
Apabila engkau tetap menuntut ilmu dan mencari harta dengan
bersandar pada kemurahan-Nya serta terus membekali diri untuk akhirat, maka
Tuhan Pemelihara dunia dan akhirat adalah satu. Dia Maha Pemurah dan Penyayang
baik di dunia maupun di akhirat. Ketaatanmu tidak membuat-Nya bertambah
pemurah. Hanya saja, kemurahan-Nya adalah Dia memudahkan jalan menuju negeri
kenikmatan yang abadi dan kekal dengan senantisa sabar dalam meninggalkan
syahwat selama beberapa saat. Ini merupakan puncak kemurahan. Jangan engkau
rusak dirimu dengan ajaran jahat para pengangguran. Ikutilah para nabi dan orang-orang
saleh. Jangan engkau terlalu berharap bisa memanen sesuatu yang tak kau tanam.
Sedangkan orang yang berpuasa, salat, berjihad, serta bertakwa, semoga ia
diampuni.
Ini adalah beberapa hal yang patut dipelihara oleh anggota badanmu.
Engkau juga harus membersihkan hatimu karena ia merupakan bentuk ketakwaan
secara batin. Hati adalah segumpal daging yang jika baik maka seluruh badan
menjadi baik. Tapi jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh badan menjadi
rusak. Berusahalah untuk memperbaiki hatimu itu agar seluruh anggota badanmu
juga baik. Hati menjadi baik dengan selalu merasakan kehadiran Allah.[]