Pengertian Tindak Pidana Pemalsuan Uang dan Peredaran Uang Palsu
Wednesday, 9 September 2015
Sudut Hukum | Pengertian
Tindak Pidana Pemalsuan Uang dan Peredaran Uang Palsu
Tindak Pidana
Pemalsuan Uang Rupiah adalah suatu perbuatan melawan hukum yang dilakukan
dengan membuat dan menyimpan uang rupiah palsu, seolah-olah uang tersebut benar
atau asli adanya, padahal sesungguhnya bertentangan denganmyangmsebenarnya.
Jadi secara umum Tindak Pidana pemalsuan uang adalah kegiatan menirukan
keaslian dari suatu nilai mata uang yang di dalamnya mengandung ketidakbenaran
untuk diedarkan luas di masyarakat.
Pada dasarnya
pemalsuan Uang Rupiah (pemalsuan dan pengedaran uang palsu) lebih didasarkan
pada kepentingan mendasar yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup pelakunya,
karena sebagian besar pelaku dihimpit kesulitan ekonomi dan kasus-kasus yang
terjadi di negara Indonesia adalah mempunyai tipikal yang sama yaitu pelaku
terdorong untuk melakukan kejahatan uang palsu karena jeratan segi
finansialnya.
Begitu pula untuk kasus yang terjadi di luar negeri kebanyakan
kasus uang palsu terjadi juga mempunyai kemiripan yang sama dengan kejahatan
uang palsu yang terjadi di wilayah negara Indonesia. Terdapat beberapa kasus
yang tidak didasari oleh kesulitan ekonomi. Kejahatan uang palsu yang demikian
biasanya dipengaruhi oleh kepentingan politik.
Namun sangat jarang kasus
demikian terjadi karena untuk membuat uang palsu demi kepentingan politik
sangat banyak faktor yang mempengaruhinya seperti misalnya negara dalam keadaan
genting karena perang, ataupun untuk kepentingan pemilihan seorang pemimpin
negara ataupun untuk kepentingan yang sama dengan itu.
Uang palsu
adalah hasil perbuatan Tindak Pidana Melawan Hukum berupa meniru dan/atau
memalsukan uang yang dikeluarkan sebagai satuan mata uang yang sah. Tindak
Pidana Pemalsuan Uang Rupiah merupakan kejahatan yang serius karena selain
bertujuan untuk memperkaya diri sendiri secara ekonomis, juga bertujuan untuk
menghancurkan perekonomian negara secara politis. Kejahatan tersebut juga
semakin canggih karena kemajuan teknologi. Tanggung jawab terhadap Tindak
Pidana Pemalsuan Uang Rupiah tentu saja bukan tugas dari Bank Indonesia dan
pihak Kepolisiansemata, melainkan tugas dari seluruh lapisan masyarakat untuk
bersama memerangi kejahatan tersebut.
Upaya untuk
menanggulangi tindak pidana pemalsuan mata Uang Rupiah, memerlukan peran serta
masyarakat secara aktif, mengingat semua kegiatan transaksi ekonomi di suatu
negara, keberadaan uang palsu merupakan suatu hal yang sulit untuk dihindari,
karena uang memiliki fungsi yang strategis dalam kelangsungan suatu
pemerintahan atau negara.
Sifat strategis tersebut disebabkan karena selain
uang dapat dijadikan sebagai alat transaksi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
masyarakat, uang juga dapat dijadikan sebagai alat politik untuk menjatuhkan
perekonomian suatu negara.Agar keberadaan uang di suatu negara tetap selalu
dalam fungsinya sesuai dengan tujuannya, maka pencegahan uang palsu perlu
diupayakan baik secara preventif maupun represif. Pemalsuan uang
dilatarbelakangi oleh situasi perekonomian yang terpuruk, menyebabkan banyak
masyarakat yang ingin mendapatkan uang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dengan cara yang mudah.
Hal itu menjadi salah satu motivasi yang kuat bagi para
pemalsu dalam melakukan perbuatannya, di samping motivasi lainnya seperti
motivasi politis untuk mengacaukan perekonomian negara. Kejahatan Pemalsuan
Uang sebagian besar adalah:
- Kejahatan yang sifatnya tidak berdiri sendiri namun merupakan kejahatan yang terorganisir dengan baik, bahkan sangat mungkin merupakan kejahatan yang bersifat transnasional;
- Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah pada umumnya para residivis. Hal ini kemungkinan disebabkan hukuman yang dijatuhkan terhadap para pelaku masih ringan;
- Pemalsuan terhadap mata uang memerlukan suatu proses yang cukup rumit, oleh karena itu biasanya pelaku Tindak Pidana merupakan orang-orang yang memiliki keahlian khusus
Tindak Pidana
Pemalsuan Uang Rupiah perlu diberikan hukuman yang berat (setimpal), antara
lain dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap perekonomian negara. Hukuman
terhadap pemalsu uang perlu pula dikaitkan dengan jangka waktu edar suatu emisi
uang agar para pemalsu tersebut setelah menjalani hukuman tersebut tidak dapat
melakukan pemalsuan lagi terhadap Uang Rupiah dengan emisi yang sama.
Selain
itu, pidana penjara saja tidak cukup untuk menimbulkan efek jera, oleh karena
itu terhadap para pemalsu uang perlu ditambahkan hukuman lain yaitu berupa
penggantian kerugian materil yang diakibatkan oleh kejahatan tersebut. Hal ini
mengisyaratkan bahwa kejahatan pemalsuan uang yang sangat merugikan
perekonomian negara.
Untuk
menanggulangi pemalsuan Uang Rupiah, dari segi hukum material yang berlaku saat
ini sebenarnya sudah cukup mengantisipasi pemalsuan Uang Rupiah baik yang
terdapat dalam KUHP maupun dalam Undang-Undang tentang Mata Uang.
Akan tetapi
dari segi hukum formal perlu memperhatikan beberapa hal yang berkaitan dengan
profesionalisme aparat, sarana dan prasarana. Dalam rangka penanggulangan
preventif pemalsuan Uang Rupiah, khususnya yang berkaitan dengan pemalsuan dan
pengedarannya. Bank Indonesia adalah institusi yang berperan penting, sebab
yang berhak dan mempunyai kewenangan penuh untuk menentukan rupiah palsu atau
tidaknya uang yang beredar adalah Bank Indonesia
- Pemalsuan Uang Rupiah acap kali dilakukan sebagai kejahatan terorganisir bahkan melibatkan orang-orang yang punya kedudukan dan status dalam masyarakat.
- Pemalsuan Uang Rupiah adalah transnational crime yang melewati lintas batas negara.
- Pemalsuan Uang Rupiah adalah kejahatan yang sangat kompleks dalam pengertian tidak menyangkut motivasi ekonomi semata tetapi juga motivasi politik yang bertujuan terhadap instabilitas ekonomi suatu negara. Perihal kedua dan ketiga ini, banyak modus operandi pengedaran uang palsu yang bersumber dari luar negeri.
- Pemalsuan Uang Rupiah, sangat bersifat teknis sehingga untuk menentukan apakah uang tersebut palsu atau tidak, dibutuhkan keahlian tersendiri.
- Pembuktian pemalsuan Uang Rupiah yang berkaitan dengan pemalsuan tidaklah mudah karena si tersangka selalu mengatakan ketidaktahuannya bahwa uang yang dibawanya adalah palsu.
Tindak Pidana
Pemalsuan Uang Rupiah merupakan kejahatan yang serius karena selain bertujuan
untuk memperkaya diri sendiri secara ekonomis, juga dapat menghancurkan
perekonomian negara secara politis. Kejahatan tersebut juga semakin canggih
karena kemajuan dan kebaruan teknologi.
Tanggung jawab terhadap Tindak Pidana
Pemalsuan Uang Rupiah tentu saja bukan tugas dari Bank Indonesia dan pihak
Kepolisian semata, melainkan tugas dari seluruh lapisan masyarakat untuk secara
bersama-sama memerangi kejahatan tersebut. Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah
seharusnya tidak hanya dipandang sebagai kejahatan pemalsuan sebagaimana
pemalsuan dokumen, sebab pemalsuan Uang Rupiah merupakan kejahatan yang
berdampak luas, karena:
- Kekayaan korban dan kemampuannya untuk menggunakan uang menjadi hilang, sebab yang bersangkutan menjadi pemegang uang palsu yang tidak ada nilainya (kejahatan terhadap mata uang memiliki akibat langsung terhadap menurunnya kemampuan ekonomi korban);
- Menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Uang Rupiah baik domestik maupun internasional;
- Mengganggu kestabilan ekonomi nasional.
- Menurunkan wibawa negara
- Menurunnya kepercayaan terhadap rupiah akan menimbulkan biaya ekonomi yang lebih besar yang harus ditanggung oleh negara, karena Bank Indonesia, memiliki tujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai Rupiah.[1]
Bank Indonesia
perlu melakukan intervensi pasar dalam rangka memelihara kestabilan nilai
rupiah dan hal tersebut membutuhkan biaya besar. Selain itu, Indonesia sebagai
negara berkembang, yang pada saat ini daya beli sebagian besar masyarakatnya
sangat lemah, penurunan kemampuan ekonomi masyarakat akibat Tindak Pidana
Pemalsuan Uang Rupiah akan semakin memperburuk kondisi ekonomi masyarakat.
Dampak ikutannya adalah menurunnya kredibilitas pemerintah di mata masyarakat
karena pemerintah dapat dianggap tidak mampu melindungi kepentingan masyarakat.
Penurunan kemampuan ekonomi masyarakat perlu mendapat perhatian yang serius,
apalagi pada umumnya korban Tindak Pidana Pemalsuan Uang Rupiah adalah
masyarakat dengan kemampuan ekonomi yang rendah, misalnya pedagang kecil
(warung/asongan). Apabila kelompok masyarakat tersebut mendapat uang palsu dari
pembeli, hal tesebut tidak hanya menimbulkan kerugian sebesar jumlah uang palsu
tersebut, tetapi dapat mengancam kelangsungan usahanya karena pedagang
kecil/asongan pada umumnya tidak memiliki simpanan uang yang cukup untuk menutupi
kerugian dimaksud.
Perumusan
Tindak Pidana terhadap mata uang dalam KUHP diatur dalam Pasal 244 – 252 KUHP,
sebagai berikut:
- Perbuatan memalsukan mata uang;
- Perbuatan mengedarkan mata uang palsu;
- Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang palsu;
- Perbuatan merusak mata uang berupa perbuatan mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk diedarkan;
- Mengedarkan mata uang yang dirusak;
- Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang yang dikurangi nilainya;
- Perbuatan mengedarkan mata uang palsu atau dirusak;
- Membuat atau mempunyai persediaan bahan untuk pemalsuan uang;
- Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia keping-keping atau lembaran-lembaran perak tanpa ijin.
Pengaturan
Sanksi Pidana terhadap jenis-jenis Tindak Pidana tersebut dirumuskan dalam dua
bentuk, yaitu perumusan sanksi secara tunggal (hanya satu jenis pidana saja,
yaitu pidana penjara) dan secara alternatif, yaitu pidana penjara atau denda.
Jenis sanksi pidana yang diancamkan selain pidana penjara dan denda juga ada
sanksi perampasan uang palsu atau dirusak atau bahan-bahan yang digunakan untuk
memalsukan uang dan pencabutan hak-hak terdakwa.
Perumusan
sanksi pidana secara tunggal diancamkan kepada pelaku pemalsuanan perusakan
mata uang (butir a – f), sedangkan Sanksi Pidana Alternatif diancamkan kepada
pelaku yang mengedarkan dan menyimpan atau memasukkan bahan-bahan untuk
pemalsuan Uang Rupiah (butir g – i).
Mengingat pengaturan Tindak Pidana
Terhadap Mata Uang mempunyai fungsi perlindungan terhadap kepentingan publik
dalam hal ini kepentingan ekonomi masyarakat dan negara maka disamping pidana
penjara penjatuhan pidana denda kepada pelaku Tindak Pidana mata uang sangat
penting sebagai kompensasi dari kerugian yang ditimbulkan oleh Tindak Pidana
tersebut. Sanksi pidana penjara dalam KUHP menganut sanksi penjara minimum umum
dan maksimum umum, yaitu minimum 1 hari dan maksimum 15 tahun.
[1] Tim
Perundang-Undangan dan Pengkajian Hukum, Paradigma Baru dalam Menghadapi
Kejahatan Mata Uang (Pola Pikir, Pengaturan, dan Penegakan Hukum), Direktorat
Hukum Bank Indonesia, Jakarta, 2005,hlm. 12