Biografi Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy
Friday, 27 November 2015
Sudut Hukum | Biografi
Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy
Bicara
ihwal peta pemikiran hukum Islam Indonesia abad ke-20, kita akan menemukan
sosok yang sedemikian populer, yakni Prof. Dr. Teuku Hasbi ash-Shiddieqy.
Dialah sosok ulama yang menggulirkan gagasan perumusan fiqih Islam yang sesuai
dengan kepribadian bangsa Indonesia. Sosok Teuku Hasbi memiliki pendirian,
bahwa syariat Islam bersifat elastis dan dinamis, mengikuti perkembangan tempat
dan zaman. Ruang lingkupnya mencakup segala aspek kehidupan manusia, baik
mengenai hubungan vertikal manusia kepada Allah, maupun hubungan horizontal
antara sesama manusia.[1]
Nama
lengkapnya adalah Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, beliau dilahirkan di
Lhokseumawe pada tanggal 10 Maret 1904 – 9 Desember 1975. Seorang ulama dan
cendekiawan muslim, ahli ilmu fiqh, hadits, tafsir, dan ilmu kalam; penulis
yang produktif dan pembaharu (Mujaddid) yang terkemuka dalam menyeru
kepada umat agar kembali ke Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah saw. Kata “Ash-Shiddieqy”
menisbatkan namanya kepada Abu Bakar ash-Shiddieqy , karena Hasbi mempunyai
ikatan nasab dengan sahabat Nabi saw. Yang paling utama itu melalui ayahnya, Teungku
Kadi Sri Maharaja Mangkubumi Husein ibn Mas’uf. Ibunya bernama Teungku Amrah
binti Teungku Sri Maharaja Mangkubumi Abdul Aziz.[2]
Jenjang
pendidikan pertama dilalui Hasbi ash-Shiddieqy di pesantren yang dipimpin oleh
ayahnya sendiri sampai ia berumur 12 tahun. Kemudian ia belajar di beberapa
pesantren lain di Aceh sampai ia bertemu dengan seorang ulama, Muhammad bin
Salim al-Kalali. Dari ulama inilah ia banyak mendapat bimbingan dalam mempelajari kitab-kitab kuning seperti Nahwu,
Saraf, Mantiq, Tafsir, Hadits, Fiqh, dan Ilmu Kalam. Pada tahun 1926, dengan
kemauannya yang besar untuk mendapatkan ilmu yang lebih luas dan mendalam, ia
berangkat ke Surabaya untuk belajar di pesantren al-Irsyad yang dipimpin oleh
Ustadz Umar Hubeisy. Dengan bekal ilmu yang telah diperolehnya di Aceh, maka
dalam waktu hanya satu tahun ia telah dapat menyelesaikan studinya di pesantren
itu.
Kemudian dengan bekal ilmu yang telah dimilikinya, ia mulai
terjun ke dunia pendidikan sebagai pendidik. Pada tahun 1928 ia telah dapat
memimpin sekolah al-Irsyad di Lhokseumawe. Di samping itu, ia giat melakukan
dakwah di Aceh dalam rangka mengembangkan paham pembaruan (Tajdid) serta
memberantas syirik, bid’ah, dan khurafat. Dua tahun kemudian ia diangkat
sebagai kepala sekolah Al-Huda di Kruengmane, Aceh Utara, sambil mengajar di
HIS (Hollandsch Inlandsche School, setingkat SD) dan MULO (Meer
Uitgebreid Lager Onderwijs, setingkat SMP) Muhammadiyah. Karirnya sebagai
pedidik seterusnya ia baktikan sebagai direktur Darul Mu’allimin Muhammadiyah
di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) pada tahun 1940-1942, di samping itu ia juga
membuka Akademi Bahasa Arab. Sebagai seorang pemikir yang banyak mengerahkan
pikirannya dalam bidang hukum Islam, maka pada zaman Jepang ia diangkat menjadi
anggota Pengadilan Agama Tertinggi di Aceh.