Metode dan Corak Penafsiran Hasbi ash-Shiddieqy
Friday, 27 November 2015
Sudut Hukum | Metode
dan Corak Penafsiran Hasbi ash-Shiddieqy
Berbagai
metode penafsiran Al-Qur’an berkembang, mulai tafsir yang penafsirannya
didasarkan atas sumber ijtihad, pendapat para ulama, dan berbagai teori
pengetahuan yang teori semacam ini dikenal dengan metode Bil Ra'yi dan Bil
Ma'tsur. Di samping itu juga ada mufassir yang memadukan dua bentuk metode
di atas, yaitu dengan cara mula-mula mencari sumber penafsiran Al-Qur’an,
Al-Hadits maupun dari sahabat tabi’in, yang kalau itu tidak ada atau mungkin
untuk memperjelas, maka kemudian didasarkan pada ijtihad.
Untuk
menentukan metode apa yang digunakan oleh Hasbi ash-Shiddieqy, harus diketahui
dulu motivasi dan sumber-sumber dalam penafsiran An-Nur. Pada kata pengantar
tafsir An-Nur, beliau mengatakan:
“Indonesia membutuhkan perkembangan tafsir dalam bahasa persatuan Indonesia, maka untuk memperbanyak lektur Islam dalam masyarakat Indonesia dan untuk mewujudkan suatu tafsir yang sederhana yang menuntun para pembacanya kepada pemahaman ayat dengan perantaraan ayat-ayat itu sendiri. Sebagaimana Allah telah menerangkan : bahwa Al-Qur‟an itu setengahnya menafsirkan yang setengahnya, yang meliputi penafsiran yang diterima akal berdasarkan pentakwilan ilmu dan pengetahuan, yang menjadikan intisari pendapat para ahli dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan yang diisyaratkan Al-Qur‟an secara ringkas. Dengan berharap taufiq dan inayah yang maha pemurah lagi maha penyayang kemudian dengan berpedoman kepada kitab-kitab tafsir yang mu‟tabar, kitab-kitab hadits yang mu‟tamad, kitab-kitab sirah yang terkenal. Saya menyusun kita tafsir ini dengan saya namai An-Nur”.[1]
Melihat ungkapan di atas, terlihat bahwa motivasi Hasbi
ash-Shiddieqy sangat mulia yaitu untuk memenuhi hajat orang Islam di Indonesia
untuk mendapatkan tafsir dalam bahasa Indonesia yang lengkap, sederhana dan
mudah dipahami. Sumber yang beliau gunakan dalam menyusun tafsir An-Nur adalah
:
- Ayat-ayat Al-Qur’an;
- Hadits-hadits Nabi yang Shahih;
- Riwayat-riwayat Sahabat dan Tabi’in;
- Teori-teori Ilmu Pengetahuan dan Praktek-praktek penerapannya;
- Pendapat Mufassir terdahulu yang terhimpun dalam kitab-kitab tafsir Mu’tabar.
Berdasarkan sumber-sumber yang di pakai, maka dapat diketahui
bahwa metode yang dipakai oleh Hasbi ash-Shiddieqy dalam menyusun tafsir An-Nur
adalah metode campuran antara metode Bil Ra'yi dan Bil Ma'tsur.
Hal ini juga beliau kemukakan bahwa dalam menyusun tafsir ini berpedoman pada
tafsir induk, baik kitab tafsir Bil Ma'tsur maupun kitab tafsir Bil
Ma'qul.
Tafsir An-Nur karya Hasbi ash-Shiddieqy tidak mempunyai corak
penafsiran dan orientasi terhadap bidang tertentu, sebab kalau diperhatikan semua
tafsirnya tidak memuat bidang ilmu tertentu, seperti bidang Bahasa, Hukum,
Sufi, Filsafat, dan sebagainya. Hasbi ash-Shiddieqy membahasnya dengan
mengaitkan bidang ilmu pengetahuan secara merata artinya tidak ada penekanan
pada bidang tertentu, sebab membahas dengan memfokuskan pada bidang tertentu
menurutnya akan membawa para pembaca keluar dari bidang tafsir.
Namun tidak bisa disangkal bahwa Hasbi ash-shiddieqy adalah
tenaga pengajar pada fakultas Syari’ah dan ahli dalam bidang hukum Islam, maka
ketika beliau menafsirkan ayat-ayat hukum kelihatan lebih luas, namun tidak
berarti dia memberi corak dan berorientasi pada tafsir hukum. Pada kata
pengantar kitab tafsir An-Nur beliau menyatakan : “Meninggalkan uraian yang
tidak langsung berhubungan dengan tafsir ayat, supaya tidak selalu para pembaca
dibawa keluar dari bidang tafsir, baik ke bidang sejarah atau bidang ilmiah
yang lain”.
Dari ungkapan di atas, Hasbi ash-Shiddieqy tidak bermaksud
tidak akan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan uraian ilmiah yang panjang
lebar yang dikhawatirkan keluar dari tujuan ayat-ayat tertentu. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa tafsir An-Nur bercorak Adabi Ijtima’i.
[1] Teungku
Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Tafsir Al-Qur‟anul Madjid An-Nur (Jakarta:
Cakrawala Publishing, 2011), h. v