Pengertian Isbat Nikah
Friday, 19 February 2016
Sudut Hukum | Kata isbat berarti penetapan,
penyungguhan, penentuan. Mengisbatkan artinya menyungguhkan, menentukan,
menetapkan (kebenaran sesuatu).[1]
Sedangkan menurut fiqh nikah secara bahasa berarti ___ طءوا __ إ _ وھ artinya ”bersenggama atau bercampur”.[2]
Para
ulama’ ahli fiqh berbeda pendapat tentang makna nikah, namun secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa nikah menurut ahli fiqh berarti akad
nikah yang ditetapkan oleh syara’ bahwa seorang suami dapat memanfaatkan
dan bersenang-senang dengan kehormatan seorang istri serta seluruh tubuhnya.[3] Sedang
nikah menurut hukum positif yaitu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga, rumah
tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[4]
Jadi, pada dasarnya isbat nikah adalah
penetapan atas perkawinan seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
yang sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan agama Islam yaitu sudah
terpenuhinya syarat dan rukun nikah. Tetapi pernikahan yang terjadi pada masa
lampau ini belum atau tidak dicatatkan ke pejabat yang berwenang, dalam hal ini
pejabat KUA (Kantor Urusan Agama) yaitu Pegawai Pencatat Nikah (PPN).
Isbat (penetapan) merupakan produk Pengadilan
Agama, dalam arti bukan pengadilan yang sesungguhnya dan diistilahkan dengan jurisdiktio
voluntair. Dikatakan bukan pengadilan yang sesungguhnya, karena di dalam perkara
ini hanya ada pemohon, yang memohon untuk ditetapkan tentang sesuatu yaitu
penetapan nikah. Perkara voluntair adalah perkara yang sifatnya permohonan dan
didalamnya tidak terdapat sengketa, sehingga tidak ada lawan. Pada dasarnya
perkara permohonan tidak dapat diterima, kecuali kepentingan Undang-Undang
menghendaki demikian.[5]
Perkara voluntair yang dapat diajukan ke
Pengadilan Agama seperti:
- Penetapan wali pengampu bagi ahli waris yang tidak mampu untuk melakukan tindakan hukum.
- Penetapan pengangkatan wali
- Penetapan pengangkatan anak
- Penetapan nikah (isbat nikah)
- Penetapan wali adhol
[1]
Tim
Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka,
Cet. Ke-3 1990), h.339
[2] Djamaan Nur, Fiqh
Munakahat, (Semarang: CV. Toha Putra,1993), h.1
[4] Pasal 1 UU No.1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan.
[5]
H. A. Mukti
Arto, Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996), h.41.