Hal-Hal Yang Harus Dibuktikan
Tuesday, 15 March 2016
Sudut Hukum | Pada dasarnya proses pembuktian dilakukan terhadap barang siapa mendalilkan terhadap suatu hak atau peristiwa dan untuk meneguhkan haknya atau guna membantah hak orang lain haruslah dibuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut. (Pasal 163 HIR, Pasal 283 RBg, Pasal 1865 KUH Perdata). Jadi konkretnya pembuktian dilakukan apabila ada dalil-dalil yang dikemukakan pihak satu kemudian dibantah pihak lainnya. Misalnya dalam gugatan perceraian, suatu pengakuan dari salah satu pihak maka hukum mewajibkan hakim untuk memeriksa apakah benar yang dikemukakan oleh yang bersangkutan.
Maka yang harus dibuktikan adalah “peristiwa” dan bukan hukumnya. Hukumnya tidak harus diajukan atau dibuktikan oleh para pihak, tetapi secara ex officio dianggap harus diketahui dan diterapkan oleh hakim (ius curia novit). Ketentuan ini dapat disimpulkan dari Pasal 178 ayat (1) HIR/ Pasal 189 ayat (1) RBg dan Pasal 50 ayat (1) Rv.
Jadi hakim dalam proses perdata terutama harus menemukan dan menentukan peristiwanya atau hubungan hukumnya dan kemudian memberlakukan atau menerapkan hukumnya terhadap peristiwa yang telah ditetapkannya itu.
(Baca Juga: Saksi sebagai alat bukti)
Peristiwa-peristiwa yang dikemukakan penggugat dan tergugat belum tentu semuanya penting bagi hakim guna dasar pertimbangan dari pada putusannya. Peristiwa-peristiwa itu masih harus disaring oleh hakim, harus dipisahkan mana yang penting (relevant, material) bagi hukum dan mana yang tidak (irrelevant, immaterial ). Peristiwa yang relevant itulah yang harus ditetapkan dan oleh karena itu harus dibuktikan. Misalnya: yang harus dibuktikan adalah adanya “perjanjian hutang piutang” antara penggugat dan tergugat. Tidaklah relevant bagi hukum apakah penggugat pada waktu mengadakan perjanjian tersebut telah memakai baju batik dan tergugat sedang merokok. Yang relevant bagi hakim adalah apakah benar-benar pada waktu dan tempat tertentu telah terpenuhi syarat-syarat sahnya perjanjian, sehingga terjadilah perjanjian hutang piutang tertentu antara kedua belah pihak.
(Baca juga: Pengakuan sebagai alat bukti)
Dalam beberapa hal peristiwanya tidak perlu dibuktikan atau diketahui oleh hakim. Ini disebabkan karena:
- Dalam hal tergugat mengakui gugatan penggugat, maka peristiwa yang menjadi sengketa yang diakui itu dianggap telah terbukti, karena pengakuan merupakan alat bukti, sehingga tidak memerlukan pembuktian lebih lanjut.
- Dalam hal dijatuhkan putusan verstek. Karena tergugat tidak datang, maka peristiwa yang menjadi sengketa yang dimuat dalam surat gugatan tanpa diadakan pembuktian dianggap benar dan kemudian tanpa mendengar serta diluar hadirnya pihak tergugat dijatuhkanlah putusan verstek oleh hakim.
- Dengan telah dilakukan sumpah decisoir , sumpah yang bersifat menentukan, maka peristiwa yang menjadi sengketa, yang dimintakan sumpah dianggap terbukti dan tidak memerlukan pembuktian lebih lanjut.
- Apabila hakim karena jabatannya (ex officio) dianggap telah mengetahui fakta-faktanya. Baik faktafakta:
a. Prosesuil, yaitu fakta-fakta yang terjadi selama persidangan berjalan dan dilihat sendiri oleh hakim yang bersangkutan. Misalnya, pihak penggugat atau tergugat tidak hadir di persidangan, salah satu pihak mengangkat sumpah dan lain-lain sebagainya.
b. Notoir, yaitu fakta-fakta yang telah diketahui umum. Misalnya, dalam keadaan inflasi harga barang-barang mahal, hari minggu kantorkantor tutup, laut dan langit berwarna biru dan sebagainya.