Biografi Imam an-Nasa’i
Monday 14 March 2016
Sudut Hukum | Imam Nasa’i nama lengkapnya adalah Abu ‘Abd
Ahmad Ibnu Ali Ibnu Shu’aib Bahr al- Khurasani al-Qadi. Nama nasa’i dinisbatkan
pada tahun 215H.[1]
Ada yang berpendapat lahir tahun 214.[2]
Pada mulanya Imam Nasa’i belajar di daerah
Hurasana. Dalam waktu menginjak usia remaja sering kali an-Nasa’i berkelana
mencari hadis. Hisam, Irak, dan Syam yang tempat sering d kunjungi hadis dari
ulama-ulama hadis.[3]
Seperti Qutaibah ibnu sa’id, Ishak Ibnu Ruwaih, Haris Ibnu Misbin, Ali Ibnu
Hashran, Abu Dawud dan Tirmidhi.[4]
Kesehariannya Imam al-Nasa’i diakui sebagai
pribadi yang tekun beribadah, khususnya shalatullail (tahajjud), gemar berpuasa
mirip Nabiyullah Dawud as. (sehari berpuasa dan esoknya berbuka), rutin
menunaikan ibadah haji hampir setiap tahun kehidupan keulamaannya. Umur delapan
tahun sudah berhasil menghafal al-Quran, mengambil bagian secara aktif sebagai
militer sukarelawan muslim dalam rangka mempertahankan wilayah Mesir selaku
teritorial Daulah Islamiyah dan menjadikan ceramah hadisnya sebagai misi untuk
mengobarkan semangat jihad umat Islam disekitar domisilinya. Ketahanan fisiknya
amat prima, seperti juga keampuhan ilmiahnya, terlihat pada kesanggupan
memperistri empat orang wanita.
Sampai memasuki tahun 302 H. Imam al-Nasa’i
lama tinggal di Mesir, ditinggalkan Meser menuju Damaskus. Setahun kemudian
tepatnya hari senin tanggal 13 Safar tahun 303H. wafat di rumah palestina dan
dimakamkan di Bait al-Maqdis. Sebagai ulama berpendapat ia wafat di makkah dan
dimakamkan di suatu tempat antara safa dan marwah.[5]
Selaku ulama hadis fiqh yang terpandang
seantero Mesir dan diduga keras pernah menjabat qodi di suatu daerah Mesir.
Terbukti dengan rumusan judul pada koleksi hadis Sunan/al-Mujtaba, namun
kecenderungan ijtihad yang dilakukan tampak memihak kepada paham Imam As-Syafi’i.
Sebuah karangan fiqh mengenai tata laksana ibadah haji dan ummrah (manasik) di
tulis oleh Imam al-Nasa’i dengan titel al-Manasik mengacu pada pemaparan fiqh
syafi’iyyah.
(Baca juga: Para Ulama Yang Bermadzhab Syafi’iyah)
Pada usia senja ± 88 tahun atau tepatnya
memasuki tahun 303 H. Imam al-Nasa’i berada di Syiria, sebuah wilayah yang
mayoritas penduduknya fanatic mendukung dinsti amawiyah (raja-raja keturunan Mu’awiyah
bin Abi Sufyan). Gara- gara buku karangannya berjudul al-Kasa’is yang merangkum
reputasi kepribadian, keilmuan dan prestasi kepahlawanan persi militer Ali bin
Abi Thalib serta ahlul-bait (keluarga besar Nabi Muhammad SAW) dituduh sebagai
agen politik syi’ah.[6]
Imam al-Nasa’i kebetulan saja karena sesuai
dengan kebutuhan yang mendesak tertuju kepada pribadi Ali bin Abi Thalib
beserta ahlul-bait Nabi, bukan tertuju kepada aliansi Syi’ah, sebab motif
karangan Imam al-Nasai berjudul “al- Khasa’is” itu ditulis dalam rangka
menetralisir persepsi buruk masyarakat muslim di wilayah Damascus yang amat
memperihatinkan.[7]
Dengan informasi data pribadi Ali bin Abi Thalib beserta pribadi menonjol di
lingkungan ahlul-bait Nabi, diharapkan sifat positif masyarakat Damascus dalam
menilai para leluhur umat Islam secara proporsional. Simpati pribadi Imam
al-Nasa’i sebenarnya berlaku sama keserata sahabat Nabi Muhammad SAW, terbukti
karangan beliau yang lain berjudul “Fadhail al-Sahabah” menjadi semacam
perluasan dari karangan ter-dahulu bertitel al-Khasais itu. Dengan demikian
beliau menjadi korban kebrutalan massa pendukung Dinasti Amawiyah.
Sebagai seorang ulama hadis an-Nasa’i telah
menulis beberapa kitab besar tidak sedikit jumlahnya diantanya:
- Al-sunnah al-kubra
- Al-Sunnah al-Sughra, yang terkenal dengan al-Mujtaba
- Al-Khasa’is
- Al-Manasik.
Diantara kitab-kitab tersebut, yang terkenal
besar dan bermutu adalah kitab al-Sunan al-kubra kitab ini yang terkenal dan
beredar sampai sekarang.[8] Imam
an-Nasa’i telah menyusun kitab yang diberi nama al-Sunan al-Kubra, kemudian ia
himpunan lagi dalam kitab yang dinamakan al-sunan al-sugrhra. Al-Sunan
al-Sughra disusuberdasarkan fiqh sebagaimana kitab-kitabyang lain-lain.[9]
Guru dan Murid
Seperti para pendahulunya: Imam al-Bukhari,
Imam Muslim, Imam Abu Dawud, dan Imam at-Tirmidzi, Imam an-Nasa’i juga tercatat
mempunyai banyak pengajar dan murid. Para guru beliau yang nama harumnya
tercatat oleh pena sejarah antara lain; Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim,
Ishaq bin Rahawaih, al-Harits bin Miskin, Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud
(penyusun Sunan Abi Dawud), serta Imam Abu Isa at-Tirmidzi (penyusun al-Jami’/Sunan
at-Tirmidzi).
Sementara murid-murid yang setia mendengarkan
fatwa-fatwa dan ceramah-ceramah beliau, antara lain; Abu al-Qasim at-Thabarani
(pengarang tiga buku kitab Mu’jam), Abu Ja’far al-Thahawi, al-Hasan bin
al-Khadir as-Suyuti, Muhammad bin Muawiyah bin al-Ahmar al-Andalusi, Abu Nashr
ad-Dalaby, dan Abu Bakr bin Ahmad as-Sunni. Nama yang disebut terakhir,
disamping sebagai murid juga tercatat sebagai “penyambung lidah” Imam an-Nasa’i
dalam meriwayatkan kitab Sunan an-Nasa’i.[10]
Karangan-karangan beliau yang sampai kepada
kita dan telah diabadikan oleh pena sejarah antara lain; as-Sunan al-Kubra,
as-Sunan as-Sughra (kitab ini merupakan bentuk perampingan dari kitab as-Sunan
al-Kubra), al-Khashais, Fadhail as- Shahabah, dan al-Manasik. Menurut sebuah
keterangan yang diberikan oleh Imam Ibn al-Atsir al-Jazairi dalam kitabnya Jami
al-Ushul, kitab ini disusun berdasarkan pandangan-pandangan fiqh mazhab Syafi’i.[11]
[1] Muhammad Mahfudz, Manhaj Dzaw al-Nadh., 84. H
Zainul Arifin, Studi Kitab Had, (Surabaya: Al-Muna 2005), h. 124
[2] Abu Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah., 91. H
Zainul Arifin, Studi Kitab Had, (Surabaya: Al-Muna 2005), h. 124
[3] Rauf Syalabi, Al-Sunan al-Islamiyah Baina
Isbat al-Fahimun wa Rafada al-jahilin, (Mesir :al-sa’adah, 1978).’
270. H Zainul Arifin, Studi Kitab Had, (Surabaya: Al-Muna 2005) , h. 124
[4] Ahmad Umar Hasyim, Munahij al-Muhaddithin, (Kairo
: Jami’ah al Azhar, 1984), h. 96. HZainul
Arifin, Studi Kitab Had, (Surabaya: Al-Muna 2005), h. 124
[5] Para ulama’ berselisih pendapat tentang
wafatnya al-Nasa’i, ada yang pendapat di mekah, dikuburan antara Sofa dan
Marwah. Pendapat lain di Ramlah dimakamkan di Bait al-Maqdis. Lihat M.M. Abu
Shuhbah, Fi Rihab al-Sunnah., h. 325. H Zainul Arifin, Studi Kitab
Had, (Surabaya: Al-Muna 2005), h. 125
[6] Al-Sayuthi, dalam Mukaddimah Sunan al-Nasai,,. H. 62
[7] Al-Sayuthi, dalam Mukaddimah Sunan al-Nasai,,. H. 65
[8] H Zainul Arifin, Studi Kitab Had, (Surabaya: Al-Muna
2005).,h. 125
[9] Abu Shuhbah, Fi rihab al- sunnah., 94.
H Zainul Arifin, Studi Kitab Had, (Surabaya: Al-Muna 2005)., h. 125
[10] H Zainul Arifin, Studi Kitab Had, (Surabaya:
Al-Muna 2005).,h. 126-127
[11] Ibid,,. H. 127