Pengertian Nusyuz
Saturday, 19 March 2016
Sudut Hukum | Nusyuz berasal dari an-nasyz, yaitu
tempat yang tinggi. Menurut istilah, adalah kedurhakaan isteri kepada suaminya
dalam hal-hal yang allah wajibkan atasnya untuk menaatinya.jadi, sakan-akan ia
lebih tinggi ketimbang suaminya.[1] Menurut
bahasa nusyūz adalah masdar atau infinitive dari kata, وشزيىشز yang mempunyai arti
tanah yang terangkat tinggi ke atas.[2] 'Ali
as-Sabunidalam tafsirnya mengatakan bahwa: الىشز المكان المرتفع .[3]Sedangkan
menurut al-Qurtubi: ما ارتفع مه
الأرض
(suatu yang terangkat ke atas dari bumi).[4]
(Baca juga: Bentuk-bentuk Perbuatan Nusyuz)
Menurut terminologis, nusyūz mempunyai
beberapa pengertian diantaranya: Menurut fuqaha Hanafiyah seperti yang
dikemukakan Saleh Ganim mendefinisikanya dengan ketidaksenangan yang terjadi
diantara suami-isteri. Ulama mazhab Maliki berpendapat bahwa nusyūz adalah
saling menganiaya suami isteri. Sedangkan menurut ulama Syafi'iyah nusyūz
adalah perselisihan diantara suami-isteri, sementara itu ulama Hambaliyah
mendefinisikanya dengan ketidak-senangan dari pihak isteri atau suami yang
disertai denganpergaulan yang tidak harmonis.[6]
Menurut Ibnu Mansur, secara terminologis
nusyûz ialah rasa kebencian suami terhadap isteri atau sebaliknya.[7] Sedangkan
menurut Wahbah al-Zuhaili, guru besar ilmu fiqh dan ushul fiqh pada Universitas
Damaskus, mengartikan nusyûz sebagai ketidakpatuhan atau kebencian suami kepada
isteri terhadap apa yang seharusnya dipatuhi, begitu pun sebaliknya.[8]
Isteri yang melakukan nusyûz dalam
Kompilasi Hukum Islam didifinisikan sebagai sebuah sikap ketika isteri tidak
mau melaksanakan kewajibannya yaitu kewajiban utama berbakti lahir dan batin
kepada suami dan kewajiban lainnya adalah menyelenggarakan dan mengatur
keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya.[9]
Bagi sebagian ulama berpendapat bahwa
nusyûz tidak sama dengan syiqâq, karena nusyûz dilakukan oleh salah satu
pasangan dari suami-isteri. Nusyûz berawal dari salah satu pihak, baik dari
isteri maupun suami bukan kedua-duanya secara bersama-sama, karena hal tersebut
bukan lagi merupakan nusyûz melainkan dikategorikan sebagai syiqâq.[10]
Begitu pula mereka membedakan antara nusyûz
dan I’râdh. Pengertian kata nusyūz lebih menyeluruh dari pada kata i'radh. Hal
ini tentu saja dikarenakan kandungan arti kata nusyūz melingkupi seluruh jenis
perlakuan buruk dari suami dan isteri dalam hidup rumah tangga. Sedangkan i'radh
hanya sebatas beralihnya perhatian suami dari isterinya kepada sesuatu yang
lain.
Dari pengertian di atas, ternyata para
ulama memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda antara satu dengan yang
lainya. Dan sebagai kesimpulannya, disamping perbuatan nusyūz selain mungkin
saja dilakukan oleh seorang isteri, juga mungkin bila dilakukan oleh seorang
suami, jika suami tidak mempergauli isterinya dengan baik atau ia melakukan
tindakan-tindakan yang melebihi batas-batas hak dan kewenangannya dalam
memperlakukan isteri yang nusyūz sebagaimana yang digariskan oleh ajaran agama.
[1] Abu Malik Kamal bin as-Sayyid Salim, Shahih Fiqih Sunnah, diterj. Abu Ihsan dkk, (Jakarta: Pustaka At-Tazkia, 2006), 302
[2] Ibn Manzur, Lisan al-“Arabi, (Beirut: Dar Lisan al-“Arabi, tt), 637.
[3] Muhammad 'Ali As-Sabuni, Rowaiul Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur'an, (Jakarta: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 2001 H/14), I: 322.
[4] Al-Qurtubi, Jami' al-Ahkam al-Qur'an, (Mesir: Dar al-Kitab al-'Arabi, 1967), III: 170.
[5] Achmad Warson Munawwir, Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 1418.
[6] Saleh bin Ganim al-Saldani, Nusyuz, alih bahasa A. Syaiuqi Qadri, cet. VI (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), hlm. 25-26.
[7] Ibid., hlm. 1354.
[8] Ibid., hlm. 1355
[9] Inpres nomor 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam, Pasal 83 Ayat (1) dan 84 Ayat (1)
[10] Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, tt.), IV: 1353