Asbabun Nuzul surah Al-Mu’minun Ayat 1-10
Thursday, 28 April 2016
SUDUT HUKUM | Menurut Shubhi Al-Shalih, yang dikutip oleh
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, definisi dari asbabun nuzul ialah:
Sesuatu yang dengan sebabnya turun suatu ayat atau beberapa ayat yang mengandung sebab itu, atau memberi jawaban terhadap sebab itu, atau menerangkan hukumnya pada masa terjadinya sebab tersebut.[1]
Definisi ini memberikan pengertian bahwa sebab
turun suatu ayat adakalanya berbentuk pertanyaan. Suatu ayat-ayat atau beberapa
ayat turun untuk menerangkan hal yang berhubungan dengan peristiwa tertentu
atau member jawaban terhadap pertanyaan tertentu.
Sebab turunnya ayat 1-11 surah Al-Mu’minun ini
menurut riwayat yang dikutip oleh Al-Maraghy bahwa sebagian sahabat bertanya
kepada Aisyah, “Bagaimana akhlak Rasulullah?” Aisyah menjawab, “Akhlak beliau
adalah Al-Qur'an.” Kemudian Aisyah membaca ayat: Qad aflaha al-mu’minun sampai
wa al-ladzina hum ’ala shalawatihim yuhafizhun, lalu berkata, “Demikianlah
akhlak Rasulullah SAW.”[2]
Sedangkan Ibn Katsir selain riwayat di atas
juga mengutip hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Umar Ibn Khattab.
Dia berkata, “Apabila turun kepada Rasulullah sesuatu wahyu terdengarlah di
sampingnya suara seperti denging lebah. Kami diam sejenak kemudian beliau
menghadap kiblat. Mengangkat kedua tangannya, lalu berdoa:
Ya Allah, berilah tambahan kepada kami dan janganlah engkau menguranginya. Muliakanlah kami dan jangan engkau hinakan. Berilah kami rezeki dan janganlah engkau tolak. Utamakanlah kami dan jangan engkau menyisihkan kami. Ridhailah kami dan jadikanlah kami ridha. Kemudian beliau bersabda, “Sesungguhnya Allah telah menurunkan kepadaku 10 ayat. Barangsiapa yang mengamalkannya, maka dia masuk surga.”
Kemudian beliau membaca ayat qad aflaha al-mu’minun.
Beliau membaca sampai selesai 10 ayat.
Jadi, menurut dua riwayat di atas tersebut
tidak ada sebab khusus diturunkannya ayat Al-Mu’minun ayat 1-11. Untuk
memperteguh iman dan juga memberi kabar bahagia bagi orang-orang yang
meyakininya merupakan ciri khas dari surat makkiyah ini.
[1]
Ahmad
Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul
Qur’an,
(Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006), hlm. 89-90.
[2]
Ahmad
Musthafa Al-Maraghiy, Tafsir Al-Maraghiy, terj. Hery Noer Ali,
(Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 1. Hal ini juga dapat dilihat dalam Muhammad
Nasib Ar-Rifa’i, Taisiru Al-Aliyyul Qadir Li Ikhtishari Tafsir Ibn Katsir,
terj. Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), hlm. 407.