Pengertian dan Tujuan Taklik Talak
Friday, 15 April 2016
SUDUT HUKUM | Taklik
berarti janji, pernyataan, talak, pernyataan gugurnya talak dengan janji yang
telah diucapkan. Para ulama member definisi Ta’liq dengan mengatakan menggantungkan hasil kandungan
jumlah yang dinamakan Jaza’ dengan berhasil kandungan jumlah lain yang
dinamakan Syarat.
Menurut
Subekti bahwa Taklik adalah janji yang diucapkan oleh pihak mempelai laki-laki
bahwa apabila terjadi hal-hal sebagaimana disebutkan dan isterinya
melaporkannya kepada Hakim Agama maka jatuhlah talak kesatu.
Adapun
yang dinamakan Taklek menurut J.C.T Simorangkir dkk yaitu perceraian karena
syarat-syarat yang telah diucapkan oleh laki-laki ketika nikah sudah dipenuhi. Sedangkan Hasbullah
Bakry memberikan definisi tentang Taklik At-Talak yaitu dengan (talak = yang
digantungkan, lazimnya dalam bahasa Indonesia disebut Taklik dan dalam bahasa
Jawa Taklek).
Di
Indonesia telah menjadi kebiasaan diadakannya Taklik Talak yang dibaca suami
Muslim setelah akad nikah berlangsung, agaknya pada waktu Kerajaan Islam berdiri di
Negeri ini, masyarakat sudah mengenal Taklik itu karena tercantum dalam Kitab-Kitab
Fiqih yang diamalkan masyarakat Islam. Di Jawa dikenal sebagai “Janjining
Ratu” atau “Janji Dalem” yang dibuat oleh Raja. maksudnya ialah agar
si isteri tidak tersia-sia dan teraniaya oleh perbuatan dan tingkah laku suami.
Tujuan Taklik Talak
Bahwa adapun maksud diadakannya Taklik Talak ialah usaha dan daya upaya melindungi isteri dari tindakan sewenangwenang suaminya agar si isteri tidak tersia-sia dan teraniaya oleh perbuatan dan tingkah laku suami. Syari’at Islam sudah menentukan secara terperinci hak isteri atas suami, namun ia tidak memiliki alat pemaksa supaya suami menunaikan kewajibannya.
Dengan adanya sistem Taklik Talak inilah, maka nasib isteri dan kedudukannya dapat diperbaiki. Jika suami menyia-nyiakan isterinya atau berbuat nusyuz, sehingga ia sengsara maka isteri dapat mengadukan kepada Hakim supaya perkawinannya diputuskan. Hakim dapat mengabulkan permohonannya sesudah terbukti kebenaran pengaduannya itu.
Rujukan:
- Purwadarminta, W, J, S, Kamus Umum Bahasa Indonesia / Susunan WJS Poerwadarminta diolah kembali oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta: Balai Pustaka, Edisi ke-3, Cetakan ke-3, 2006,
- Syaikh Mahmoud Syaltout, Syaikh M. Ali As-Sayis, Perbandingan Madzhab dalam Masalah Fiqih, Alih Bahasa oleh Ismuha, Jakarta: Bulan Bintang, 1993,
- Subekti, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, Cetakan ke-14, 2002,
- J.C.T, Simorangkir, Rudy T, Erwin, J.T, Prasetyo, Kamus Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan Ke-13, 2009,
- Hasbullah Bakry, Kumpulan Lengkap Undang-Undang dan Peraturan Perkawinan di Indonesia, Jakarta: PT. Djambatan,
- Ratno Lukito, Pergumulan Antara Hukum Islam dan Adat di Indonesia, Jakarta:
- Peunoh Daly, Hukum Perkawinan Islam Suatu Studi Perbandingan dalam Kalangan Ahlus-Sunah dan Negara-Negara Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1988.