-->

Pembaruan Hukum Islam

SUDUT HUKUM | Istilah “pembaruan” memiliki arti proses, cara, perbuatan membarui. Jika istilah ini dibawa ke dalam konteks hukum Islam, maka yang dimaksud adalah upaya untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian ajaran Islam di bidang hukum dengan kemajuan modern, sehingga hukum Islam dapat menjawab segala tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan-perubahan sosial sebagai akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.

Sedangkan istilah “hukum Islam” merupakan istilah khas Indonesia, sebagai terjemahan dari al-fiqh al-Islami atau dalam konteks tertentu dari al-syari’ah al-Islami. Istilah ini dalam wacana ahli hukum Barat digunakan Islamic Law. Dalam Al-Qur’an maupun Al-Sunnah, istilah al-hukm al-Islami tidak dijumpai, tetapi yang digunakan adalah kata syari’ah yang dalam penjabarannya kemudian lahir istilah fikih. Untuk konteks Indonesia, dapat dipahami bahwa hukum Islam adalah peraturan-peraturan yang diambil dari wahyu dan diformulasikan dalam keempat produk pemikiran hukum yakni fikih, fatwa, keputusan pengadilan dan undang-undang yang dipedomani dan diberlakukan bagi umat Islam Indonesia.

Pembaruan Hukum IslamPembaruan hukum Islam, menurut Abdul Manan, adalah upaya dan perbuatan melalui proses tertentu dengan penuh kesungguhan oleh pihak-pihak yang memiliki kompetensi dan otoritas dalam pengembangan hukum Islam (mujtahid), melalui caracara yang telah ditentukan berdasarkan kaidah-kaidah istinbat hukum, agar hukum Islam dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Sasaran pembaruan hukum Islam dalam hal ini adalah fikih. Fikih merupakan hasil pemikiran dari para ahli. Dalam penggalian fikih, para ulama sangat dipengaruhi kondisi sosialnya, sehingga kadang-kadang terjadi perbedaan pemikiran di kalangan para fukaha yang berada dalam kondisi zaman dan tempat yang berbeda. Hal ini sekaligus menandaskan bahwa pada fikih terbuka peluang untuk diadakan pemikiran ulang atau dilakukan pembaruan-pembaruan.

Menurut Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah:

Baca Juga


تغيرالفتوي واختلا فها بحسب تغيرالأزمنة والأمكنة والأحوال والنيا ت والأواءد

Bahwasanya fatwa dapat berubah karena adanya perubahan zaman, tempat, keadaan, niat dan kebiasaan.
Berdasarkan penelitian Ibnu al-Qayyim terhadap teks-teks Al-Qur’an dan Al- Sunnah, akhirnya beliau menyimpulkan bahwa syari’at Islam dibangun untuk kepentingan manusia dan tujuan-tujuan kemanusiaan yang universal yakni keadilan, kerahmatan, kemaslahatan dan kebijaksanaan atau mengandung makna (hikmah) bagi kehidupan. Jadi, prinsip-prinsip ini harus menjadi dasar dan substansi dari seluruh persoalan hukum Islam. Penyimpangan terhadap prinsip-prinsip ini berarti bertentangan dengan cita-cita syari’at atau agama. Dengan demikian, setiap hal yang zhalim, tidak memberi rahmat, bukanlah hukum Islam.

Selanjutnya dipertegas Al-Syatibi, bahwa syariat diadakan untuk kemaslahatan hamba, baik di dunia maupun di akhirat yang meliputi tiga tingkatan yakni daruriyat, hajiyat dan tahsiniyat. Ketiganya diurut berdasarkan tingkat kepentingannya dari yang sifatnya paling urgen, urgen dan pelengkap.

Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, pemikiran-pemikiran fikih yang cenderung memarjinalkan perempuan harus dikaji ulang, antara lain nikah sebagai akad kepemilikan suami atas istri, superioritas suami atas istri dalam keluarga, domestikasi perempuan, nikah di bawah umur dan hak ijbar bagi wali, poligami, nusyuz dan lain-lain. 

Apalagi jika dikaitkan dengan prinsip nas dan fakta historis. Secara umum, aturan-aturan hukum keluarga dalam Al-Qur’an maupun sunah menggambarkan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Adanya ayat-ayat atau hadis tertentu yang dinilai diskriminatif oleh kaum feminis harus dipahami secara filosofis dan kontekstual. Fakta sejarah juga menjelaskan pembatasan aktivitas perempuan di ranah domestik muncul pada masa kekuasaan pasca masa kenabian dan diduga kuat dipengaruhi oleh peradaban luar Islam akibat melebarnya kekuasaan Islam.

Inilah yang menjadi dasar pentingnya upaya-upaya pembaruan tersebut. Menurut Amir Syarifuddin, perlunya pembaruan pemikiran hukum Islam (fikih) dalam rangka tercapainya kemaslahatan masyarakat sesuai dengan tujuan hukum diturunkan Allah swt. Sementara kemaslahatan umat banyak ditentukan oleh faktor waktu, tempat dan keadaan. Kemaslahatan dapat berubah bila waktu sudah berubah dan kondisi masyarakat juga sudah mengalami perubahan. Apa yang dianggap maslahat dalam waktu tertentu, dalam waktu berikutnya mungkin tidak dianggap maslahat lagi dan begitu pula sebaliknya.

Demikian halnya perbedaan situasi sebuah wilayah atau tempat juga menjadi salah satu pertimbangan pentingnya pembaruan hukum Islam. Apalagi disadari adanya perbedaan budaya Indonesia dengan budaya masyarakat Timur Tengah (Arab) tempat fikih global dirumuskan.

Pembaruan hukum Islam khususnya mengenai kedudukan perempuan, penting untuk dilakukan dalam rangka penyesuaian pemikiran pemikiran hukum Islam dengan perkembangan kontemporer dan keindonesiaan pada berbagai bidang, antara lain politik, hukum, ekonomi, sosial budaya dan lain-lain. Upaya ini menjadi penting agar kemaslahatan yang menjadi tujuan hukum Islam dapat terwujud dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat, laki-laki maupun perempuan.

Rujukan:


  1. Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Ed. III; Cet. IV; Jakarta: Balai Pustaka, 2007.
  2. Nasrun Rusli, Konsep Ijtihad Al-Syaukani : Relevansinya bagi Pembaruan Hukum Islam di Indonesia, Cet. I; Jakarta: Logos, 1999.
  3. Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Ed. I; Cet. VI; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.
  4. Abdul Manan, Aspek-aspek Pengubah Hukum Ed. I; Cet. III; Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005.
  5. Ibnu al-Qayyim Al-Jauziyah, I’lam al-Muwaqqi’in ‘an Rabb al-‘Alamin, Juz III,  Cet. II; Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993M-1414H.
  6. al-Syatibi, Al-Muwafaqat fi Usul al-Syari’ah, Ditahqiq oleh Muhammad ‘Abd al-Qadir al- Fadili, Jilid I, Juz II, Beirut: al-Maktabah al-As}riyyah, t.th.
  7. Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh, Juz VII, Cet.XXXI; Damsyik: Dar al-Fikr, 1430H/2009M.
  8. Amir Syarifuddin, Pembaharuan Pemikiran dalam Hukum Islam, Cet. II; Padang: Angkasa Raya, 1993.

Related Posts

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel