Pengertian Pembuktian dalam Perkara Pidana
Sunday, 1 May 2016
SUDUT HUKUM | Kata "pembuktian” berasal dari kata ”bukti” artinya ”sesuatu yang menyatakan
kebenaran suatu peristiwa”, kemudian mendapat awalan ”pem” dan akhiran ”an”,
maka pembuktian artinya ”proses perbuatan, cara membukti-kan sesuatu yang
menyatakan kebenaran suatu peristiwa”, demikian pula pengertian membuktikan
yang mendapat awalan ”mem” dan akhiran ”an”, artinya memperlihatkan bukti,
meyakinkan dengan bukti”.[1]
Pembuktian
merupakan bagian penting dalam pencarian kebenaran materiil dalam proses
pemeriksaan perkara pidana. Sistem Eropa Kontinental yang dianut oleh Indonesia
menggunakan keyakinan hakim untuk menilai alat bukti dengan keyakinannya
sendiri. Hakim dalam pembuktian ini harus memperhatikan kepentingan masyarakat
dan terdakwa. Kepentingan masyarakat berarti orang yang telah melakukan tindak
pidana harus mendapatkan sanksi demi tercapainya keamanan, kesejahteraan, dan
stabilitas dalam masyarakat. Sedangkan kepentingan terdakwa berarti bahwa ia
harus diperlakukan dengan adil sesuai dengan asas Presumption of Innocence.
Sehingga hukuman yang diterima oleh terdakwa seimbang dengan kesalahannya.

Banyak
ahli hukum yang mendefinisikan pembuktian ini melalui makna kata membuktikan.
Membuktikan menurut Sudikno Mertokusumo[2]
disebut dalam arti yuridis yaitu memberi dasar-dasar yang cukup kepada hakim
yang memeriksa perkara yang bersangkutan guna memberi kepastian tentang
kebenaran peristiwa yang diajukan. Lain halnya dengan definisi membuktikan yang
diungkapkan oleh Subekti. Subekti[3]
menyatakan bahwa membuktikan adalah meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil
atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Berdasarkan
definisi para ahli hukum tersebut, membuktikan dapat dinyatakan sebagai proses
menjelaskan kedudukan hukum para pihak yang sebenarnya dan didasarkan pada
dalil-dalil yang dikemukakan para pihak, sehingga pada akhirnya hakim akan
mengambil kesimpulan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Proses
pembuktian atau membuktikan mengandung maksud dan usaha untuk menyatakan
kebenaran atas sesuatu peristiwa, sehingga dapat diterima akal terhadap
kebenaran peristiwa tersebut.[4]
Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu peristiwa pidana telah terjadi dan
terdakwalah yang bersalah melakukannya, sehingga harus
mempertanggungjawabkannya.[5]
Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman
tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang membuktikan kesalahan yang
didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur
alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang dan boleh dipergunakan hakim
membuktikan kesalahan yang didakwakan.24 Hukum pembuktian merupakan sebagian
dart hukum acara pidana yang mengatur macam-macam alat bukti yang sah menurut
hukum, sistem yang dianut dalam pembuktian, syarat-syarat dan tata cara
mengajukan bukti tersebut serta kewenangan hakim untuk menerima, menolak dan
menilai suatu pembuktian.
Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana tidak memberikan penjelasan mengenai
pengertian pembuktian. KUHAP hanya memuat peran pembuktian dalam Pasal 183
bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila
dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.
[1] Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, diterbitkan oleh Departemen P & K, Balai Pustaka,
Jakarta, 1990, hlm. 133.
[2] Sudikno
Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty, hlm.
35.
[3] Subekti.,
2001, Hukum Pembuktian, Jakarta : Pradnya Paramitha, hlm. 1.
[4] Martiman
Prodjohamidjojo, 1984, Komentar atas KUHAP: Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, Jakarta: Pradnya Paramitha, hlm. 11.
[5] Darwan Prinst,
1998, Hukum Acara Pidana Dalam Praktik, Jakarta: Djambatan, hlm. 133.