Restitusi
Tuesday, 10 May 2016
SUDUT HUKUM | Kata restitusi dalam kamus bahasa
Indonesia yang berarti pembayaran kembali, ganti rugi; penyerahan bagian
pembayaran yang masih tersisa. Sedangkan dalam
hukum pidana, restitusi merupakan pembayaran ganti rugi yang menunjukkan adanya
pengertian akan penderitaan korban sesuatu tindak pidana, ganti rugi harus
dibayarkan kepada korban atau ahli waris korban.[1]

Ganti kerugian kepada korban ini hanya
mencakup ganti kerugian yang bersifat materiil, sementara ganti kerugian yang
immateriil para korban harus mengajukan perkara secara perdata. Dengan
demikian, pengaturan dalam KUHAP, perlindungan terhadap korban atas hak-haknya
tidak mendapatkan cukup pengaturan jika dibandingkan perlindungan kepada hak-hak
tersangka, terdakwa dan terpidana.[2]
Berbeda dengan kompensasi, bahwa
kompensasi diminta atas dasar permohonan, dan jika dikabulkan harus di bayar
oleh masyarakat atau negara, sedangkan restitusi di tuntut oleh korban agar di
putus pengadilan dan jika diterima tuntutannya, harus di bayar oleh pelaku
tindak pidana itu. Karena hakikat perbedaan demikian masih belum direalisasikan
dalam kenyataan, maka sering kali tidak ada bedanya antara kedua pembayaran itu,
karena yang terpenting, perhatian terhadap korban lebih dahulu, kemudian
menyusul bentuk pembayaran atas kerugian korban yang diakibatkan oleh tindakpidana.[3]
Dimensi ganti rugi atas penderitaan
korban bila dikaitkan dengan sistem restitusi, dalam pengertian viktimologi
adalah berhubungan dengan perbaikan atau restorasi atas kerugian fisik, moril,
harta benda dan hak-hak korban yang diakibatkan oleh tindak pidana. Karakter
utama dari restitusi ini berindikasi pertanggungajawaban pembuat atas tuntutan
tindakan restitutif yang bersifat pidana dalam kasus pidana.[4]
Menurut pendapat pakar hukum pidana
Indonesia : Penetapan orang yang dirugikan itu didasarkan atas azas-azas hukum
perdata dan kerugian itu ditimbulkan oleh perbuatan seseorang yang oleh hokum pidana
disebut ”si pembuat” (dader) dari suatu tindak pidana. Jadi dalam masalah
ganti rugi dalam pidana harus dilihat dalam hubungannya dengan ”tiga serangkai”
: delik (tindak pidana) – pembuat – korban. Masih pula harus diperhatikan,
kerugian itu bersifat materiil dan immateriil. Penggantian kerugian bersifat
materiil tidak menimbulkan masalah, tidak demikian dengan kerugian yang
bersifat immateriil, yang berupa kesusahan, kecemasan, rasa malu dan
sebagainya. Kerugian ini harus diganti dengan wujud uang. Dalam hukum perdata
hal ini sudah biasa, di situ dikenal apa yang disebut uang duka.
[1]
Theodora
Syah Putri, Upaya Perlindungan Korban Kejahatan, Jakarta: UI Press,
2006, hlm 7
[2] Ibid,. hlm 13
[3]
Wahyu
Wagiman dan Zainal Abidin,Praktek Restitusi dan Kompensasi di Indonesia, Jakarta:
Indonesia Corruption Watch, 2007. hlm13
[4]
Hendrojono,
Kriminologi : Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum, Jakarta:
PT. Raja
Grafindo Persada, 2005, hlm. 173