Jual Beli Anjing Dalam Perspektif Hukum Islam
Sunday, 3 July 2016
SUDUT HUKUM | Salah satu dari sekian banyak
usaha yang baik untuk mencari rizki adalah jual beli. Hal ini telah
diajarkan oleh Allah SWT dengan Firman-Nya:
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (Q.S.Al-Baqarah :275)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu" (Q.S. An-Nisa':29)
Dan umat sepakat bahwa jual beli
dan penekunanya sudah berlaku (dibenarkan) sejak zaman Rasulullah SAW hinga
hari ini.

Menurut Sayyid Sabiq didalam fiqh
as-Sunnahnya syarat barang yang diakadkan adalah:
- Bersihnya barang
- Dapat dimanfaatkan
- Milik orang yang melakukan akad
- Mampu menyerahkannya
- Mengetahui
- Barang yang diakadkan ada ditangan
Maka boleh memperjual belikan
binatang-binatang dengan tujuan untuk berburu atau dimanfaatkan kulitnya, atau
untuk mengangkut barang, atau dengan tujuan menikmati suara dan bentuknya.9
Mengenai jual beli anjing ini
terdapat bermacam-macam pendapat diantara ulama.
Imam Syafi'I berpendapat, bahwa
harga anjing dengan keadaan apapun juga tidak halal.[1] Hadits dari Ibnu
Mas'ud Al-Ansari:
Bahwasanya Rasulullahh SAW melarang dari harga anjing dan hasil lacur dan upah tukang tilik"[2]
Dan haram memelihara anjing
kecuali karena darurat untuk kebaikan penghidupan.[3] Hadits dari Ibnu
Umar:
قل: رسوالله صلى الله عليه وسلم من اقتنى كلبا الا كلب ماشية اوضاريا نقص من عمله كليوم قير اطا (
Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa menyimpan anjing, kecuali anjing untuk menjaga ternak atau untuk berburu, maka kuranglah dari amalanya setiap hari dua qirat"[4]
Menurut An-Nakhai yang
diperbolehkan hanya memperjual belikan anjing pemburu.[5] Dia beralasan
dengan hadits Jabir yang diriwayatkan oleh An-Nakhai:
نهى رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم عن ثمن الكلب إلاكلب صيد( 15
Rasulullah SAW melarang harga anjing kecuali anjing pemburu"[6]
Sedang menurut Imam Abu Hanifah,
anjing yang dapat dijinakkan, seperti untuk penjagaan, anjing penjaga tanaman
boleh diperjual belikan.[7]
Hadits Ibnu Abbas ra.:
رخص رسول الله صلى الله عليه وسلم فى ثمن كلب الصيد(
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah"[8]
Imam Al-Qurtubi sebagaimana
dinukil oleh Asy-Syaukani didalam kitab Fath al-Qadir berpendapat: boleh
menjual anjing, binatang-binatang buas untuk berburu dan boleh memanfaatkan
kegunaan lainya, ini ditunjukkan dengan bolehnya kita memakan hasil buruan semua
binatang buas yang telah kita ajari, termasuk anjing dan
burung-burung buas lainnya.[9]
Seluruh fuqaha bidang hadits
berpendapat haram menjual anjing. Hukum ini mencakup sermua anjing, baik yang
kecil maupun yang besar, baik untuk tujuan berburu, menjaga ternak maupun untuk
menjaga tanaman.[10]
Kemudian Al-Qadi Abd Al-Wahab
menerangkan bahwa sebagian sahabatnya memandang makruh penjualan anjing dan
sebagian lagi memandang haram.[11]
Dari uraian diatas dapatlah kita
memahami perlunya mengetahui penegasan hukum jual beli anjing beserta
pemilikanya yang paling tepat, mengingat semakin banyaknya orang yang melakukan
jual beli anjing dan memeliharanya.
[1] Muhammad Idris
Asy-Syafi’I, Al-Umm. Al-Umm. (ttp. : Al Kulliyah al-Azhariyah, t.t.) III : 11
[2] Imam Bukhari,
Shahih Bukhari. “Kitab Al-Buyu“. “Bab Saman Kalbi” (Beirut : Dar al-Fikr,
t.t.), II : 43. Hadits Riwayat Imam Bukhari dari Abi Mas’ud Al-Ansari.
[3] Muhammad Idris
Asy-syafi’I. Al-Umm,. hlm. 13.
[4]
Al-Baihaqiy,
Al-Sunan Al-Kubra, “Kitab al-Buyu”, Bab Ma Jaa Fima Yahila Iqtinauhu min
Al-Kalbi, edisi Al-Jauhar An-Naqiy, (ttp. : Dar al-Fikr, t.t.), VI : 9. Hadits
dari Nafi’ dari Ibnu Umar
[5] As-Sayyid Sabiq,
Fiqh As-Sunnah,. hlm. 131.
[6]
Asy-Syaukaniy,
Nailul Autar, (Mesir : Mustafa Al Baby Al-Halabi wa auladuh, t.t.), V : 163.
[7]
As-Sayyid Sabiq.
Fiqh As-Sunnah. hlm. 131.
[8]
Safwah
Al-Saqa (taqdim wa tahqiq). Musnad al-Imam Abu Hanifah. cet. 1, (ttp.: Rabi’ Halabi,
1382 H / 1981 M). hlm. 162.
[9]
Asy-Syaukaniy,
Fath Al-Qadir, (Mesir : Mustafa Al-Baby Al-Halaby wa Auladuh, t.t.). II :13.
[10]
Ibnu
Qayyim, Zad Al-Ma’ad, (Mesir : Mustafa Al-Baby Al-Halabi wa Auladuh, t.t.), III
: 300.
[11]
Ibid.