Pandangan Hukum Islam tentang Bom Bunuh Diri
Sunday, 31 July 2016
SUDUT HUKUM | Salman Al-Audah mengemukakan, bahwa jihad adalah memerangi orang
yang disyari’atkan untuk diperangi dari kalangan orang-orang kafir dan
lain-lain. Dari segi hukum, ia menyatakan bahwa fase-fase berjenjang bagi
berlakunya hukum jihad, adalah sebagai beriukut. Pertama, fase,
“Tahanlah tanganmu”, yang mencakup seluruh periode Mekah. Kedua, fase,
“Telah diijinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya
mereka telah dizalimi.” Ketiga, fase, “Dan perangilah dijalan Allah orang-orang orang-orang
yang memerangi kamu.” Keempat, fase, “Dan perangilah kaum musyrikin itu semua, sebagaimana
mereka pun memerangi semua.”
Aksi bom bunuh diri / bom syahid ini, mendapat sambutan yang sangat
beragam. Pendapat-pendapat dari berbagai kalangan muncul, baik yang pro maupun
kontra. Munculnya aksi tersebut banyak dilatar belakangi oleh adanya beberapa
hal. Di Palestina sendiri misalnya, perjanjian damai yang telah disepakati
selalu dilanggar oleh pihak Israel. Sehingga bangsa Palestina merasa dirugikan
juga ditindas. Perang yang dilakukan untuk memprotes keadaan yang semakin
merugikan pihak Palestina yang mayoritas muslim, termasuk aksi-aksi heroik
tersebut, yang tak kunjung menemui titik temu.

Firman Allah : “ Mengapa
kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka
telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama kali
memulai memerangi kamu ? Mengapa kamu takut kepada mereka padahal Allahlah yang
berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang-orang yang beriman.
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan)
tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap
mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.” (QS. At Taubah; 13 -
14)
Umat Islam wajib berperang melawan orang-orang yang jahat, yang hidupnya
selalu menyulut kerusuhan dan menebarkan intimidasi dengan merampok, menindas
dan menzhalimi kaum lemah, kapanpun dan dimanapun mereka berada. Seorang muslim
wajib berperang untuk menjaga dan mencegah pertumpahan darah, menjaga harta dan
kehormatan. Oleh karena itu, seorang muslim tidak diperkenankan menyerahkan
hak-haknya kepada perampok, baik personal maupun organisasional, dengan level
regional maupun internasional.
Jihad harus dilakukan dengan langkah-langkah yang dipelajari sebelumnya
dan dengan tujuan – tujuan yang jelas yang memenuhi tuntutan agama dan tuntutan
umat yang sedang menaggung berbagai kekalahan dalam berbagai bidang kehidupan.
Sesungguhnya jihad menjadi fardhu ‘ain atas setiap muslim dan muslimah dalam
rangka menghadapi serangan-serangan yang terus menerus, yang bertujuan
merenggut agama Islam sampai ke akar-akarnya dan bertujuan untuk mencegah semua
pengikutnya hidup dibawah naungan ajaran Islam.
Islam tidak rela jika muslim duduk di rumah, mengunci pintu, hanya
cukup membaca “laa haula walaa quwwata illa
billaah” dan membaca “innalillahi wa inna ilaihi raaji’un”, sementara iblis-iblis kejahatan serta taghut-taghut kebatilan
membuat kerusakan di muka bumi serta mengoyakngoyak kebenaran dan nilai-nilai
tinggi seperti api yang melahap kayu. Orang Islam diwajibkan beribadah yang
dengan ibadah itu ia andil dalam menanggulangi kejahatan sebagaimana andilnya
ibadah zakat dalam berbuat kebaikan. Demikian itulah yang dinamakan ibadah
jihad fi sabilillah.
Islam mewajibkan jihad ini sebagaimana mewajibkan sholat, puasa
dan zakat dengan porsinya yang sama. Firman Allah dalam Al Qur’an: “ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kalian
kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya dan berjihadlah
dijalan- Nya agar kamu mendapatkan keuntungan.” (QS. Al Maidah 35)
Jihad adalah wajib menurut ijma’ kaum muslim dan merupakan dharurah di
dalam agama, sama persis dengan sholat, puasa, haji dan zakat. Jihad ada dua
macam, yang pertama adalah untuk dakwah Islam, dan yang kedua untuk membela
Islam dan kaum Muslim. Dalam
sebuah hadits, Nabi SAW. Bersabda:
“ Ibnu Mas’ud berkata: Ya Rasulullah, amal apakah yang
lebih disukai oleh Allah ? Bersabda Nabi: Sembahyang tepat pada waktunya. Saya
bertanya: Kemudian apakah? Jawab Nabi: Taat bhakti pada kedua ayah dan bunda. Saya
bertanya: Kemudian apakah ? Jawab nabi: Berjuang jihad fisabilillah (untuk
menegakkan kalimat Allah).” ( HR. Bukhori Muslim )
Dalam sebuah hadits lain : “ Kamu
wajib berjihad, karena jihad adalah kepaderian Islam.” ( Ahmad dari Abi Said Al Khudri )
Allah menghendaki perang untuk menguatkan kebenaran dan membenamkan
kebatilan, kendati orang-orang kafir tidak menghendakinya. Jika orang-orang
kafir memulai perang, maka tidak ada alternatif menolak kekejaman mereka
kecuali dengan perang. Jumhurul
ulama, yang diantaranya, para penganut paham Hanafi, maliki, dan Hambali, bahwa
illat jihad perang adalah untuk melakukan perlawanan terhadap suatu
penyerangan. Sedangkan paham Syafi’i adalah bahwa illatnya
adalah kekufuran.
Jihad perang termasuk dalam hukum imamah. Dan tidak seorang pun
kaum muslimin bertindak sendiri tanpa adanya izin dan pertimbangan dari imam
dalam menjalankan semuanya. Al-Tahawuni mengemukakan, “ masalah jihad itu
diserahkan kepada imam dan tergantung pada ijtihadnya, karena ia yang lebih
mengetahui keadaan anggotanya dan keadaan musuh serta jauh dekatnya posisi
musuh.” Said
Hawwa menegaskan bahwa jihad adalah sarana pokok dalam Islam guna menumpas
fitnah umat Islam dari agamanya serta membebaskan permusuhan, dan mengikis
kemurtadan. Persoalan tentang kapan diwajibkan perang, dimana dan apa
kekuatannya, semua itu memerlukan berbagai pertimbangan dan keputusan dari
ahlinya.
Perang dalam Islam bukan jihad secara bebas, tetapi jihad itu
terikat dengan syarat bahwa dilakukan pada jalan Allah (fi sabilillah). Allah mewajibkan
jihad atas muslimin, bukan sebagai alat untuk permusuhan, juga bukan suatu
sarana untuk ambisi seseorang, tetapi jihad sebagai perlindungan dakwah,
jaminan perdamaian, dan penunaian tugas yang besar yang beban beratnya harus
dipikul oleh muslimin, serta tugas untuk menunjukkan manusia pada kebenaran dan
keadilan. Dan sesungguhnya, agama Islam, sebagaimana mewajibkan perang, juga
mengajak kepada kedamaian.
Islam menegaskan bahwa menghunus pedang dan berjuang dalam sejarahnya
yang panjang tidak unutk menguasai tanah, atau menghinakan suatu bangsa, atau
mencari kekayaan, atau memaksa manusia masuk ke dalamnya, namun untuk
merealisir banyak sekali tujuan yang menghendaki adanya jihad tersebut. Islam
berjihad untuk mengusir gangguan dan fitnah, untuk memberikan keamanan kepada
mereka ke dalam jiwa mereka, harta mereka, dan akidah mereka, agar tidak ada
lagi fitnah.
Islam tidak mengangkat pedang untuk memaksa manusia memeluk akidahnya,
dan Islam tidak tersebar dengan pedang seperti dituduhkan musuhmusuhnya. Islam
hanya berjihad untuk menegakkan sistem yang aman dimana dalam naungannya, semua
pemeluk akidah mendapatkan keamanan, mereka hidup tunduk dibawah naungannya
kendati mereka tidak memeluk akidahnya, kendati mereka tidak beriman kepada
kitabnya dan kendati mereka tidak membenarkan Rasulullah SAW.
Rjukan:
- Luthfi Asy-Syaukani, Politik, HAM dan Isu-isu Teknologi dalam Fiqih Kontemporer, Pustaka Hidayah, Bandung, 1998,
- Muhammad Sa’id Ramdhun Al Buthy, Fiqih Jihad, Pustaka An-Nabaa’, JAT., 2001,
- Imam Abu ‘Ala Al Maududi, et. al., Jihad Bukan Konfrontasi, Terj. Oleh Syatiri Matrais, Cendekia Sentra Muslim, Jakarta, 2001,
- Kamil Salamah Al-Dugs, Jihad Qur’ani, PT Firdaus, Bogor, 1993,
- Muhammad Halabi Hamdy (ed), Menyambut Panggilan Jihad, Madani Pustaka, Yogyakarta, 2000,
- Syekh Muhammad Al Ghazali, 44 Persoalan Penting Tentang Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1994,
- Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqih Ja’fari, Lentera Basritama, Jakarta, 1996,
- H. Salim Bahresy, Riyadhus Shalihin, Al Ma’arif, Juz ll , Bandung, 1983,
- Jam’ah Amin, Jihad Bukan Terorisme, Trej. Olah Fadli Bakhri, Darul Falah, Jakarta, 2001,
- Muhammad Yusuf Qordhowi, Menyatukan Pikiran Para Pejuang Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1993.