Wasiat Wajibah Menurut Pendapat Para Ulama
Monday, 11 July 2016
SUDUT HUKUM | Dalam menentukan hukum wasiat, kebanyakan ulama berpendapat bahwa hukum
wasiat adalah tidak wajib karena kewajiban wasiat tercantum dalam Al-Quran
telah dihapus (mansukh) oleh
ayat kewarisan.
Kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa sejak munculnya ayat tentang
wasiat, berwasiat untuk kedua orang tua dan para kerabat terdekat adalah kewajiban.
Akan tetapi setelah turun ayat tentang kewarisan dengan system pembagian yang
pasti, maka kewajiban berwasiat tersebut menjadi mansukh yang dan akhirnya hukum
wasiat menjadi tidak wajib.
Untuk lebih jelasnya, di bawah ini dipaparkan kembali tentang
dasar pokok disyari’atkannya wasiat. Yaitu ayat Al-Quran yang tercantum dalam
surat Al-Baqarah (2) : 180.
Diwajibkan atas kamu, apabila seseorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu, bapak, dan karib kerabat, secara ma’ruf. Ini adalah kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa ”. (Al-Baqarah: 180)
Sebagaimana telah di uraikan di atas, bahwa dasar kewajiban wasiat tersebut, menurut kebanyakan ulama telah dihapus oleh ayat-ayat kewarisan yang dimaksud salah satunya tersebut dalam surat An-Nisa’ ayat 7, yang berbunyi :
Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, bagi orang wanita hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan ”.
Dalam menafsirkan ayat yang dijadikan dasar pokok disyari’atkannyawasiat sebagaimana tersebut di atas, kebanyakan ahli tafsir menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan firman Allah yang berbunyi (____) adalah (___) yang artinya adalah diserahkan kepada kamu.
Sedangkan firman Allah yang berbunyi (_ _____)
menunjukkan bahwa wasiat tersebut adalah
tidak wajib. Hal ini beralasan seandainya hukum wasiat itu wajib, maka perintah
wasiat tersebut tentu ditujukan dengan kata-kata untuk semua muslim, dan bukan
dengan kata-kata untuk semua orang yang bertaqwa. Oleh karena itu dalam ayat
tersebut Allah hanya menyebutkan dengan kata-kata untuk semua orang yang
bertaqwa saja, maka hal yang demikian ini menunjukkan bahwa hukum wasiat
tersebut tidak wajib.
Sementara itu Imam Ibnu Kastir dalam kitab tafsirnya mengatakan
bahwa ayat 180 surat Al-Baqarah tersebut mengandung maksud adanya perintah membuat
wasiat kepada orang tua dan para kerabat. Hal ini hukumnya wajib sebelum turun
ayat tentang kewarisan (pembagian harta peninggalan), maka hukum wasiat tersebut dihapus oleh ayat-ayat tentang kewarisan,
dan system kewarisan dengan pembagiannya yang pasti, menjadi ketentuan yang
harus diambil dan dipegangi oleh orang-orang yang berhak.
Imam mazhab empat, golongan Zaidiyah dan juga golongan Imamiyah berpendapat
bahwa hukum wasiat tidaklah wajib bagi setiap orang yang meninggalkan harta,
sekalipun terhadap kedua orang tua para kerabat yang tidak menerima warisan.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa menurut kebanyakan ulama, hokum
wasiat adalah tidak wajib, karena kewajiban berwasiat telah di hapus oleh system
kewarisan. Jika hadist yang diriwayatkan oleh Malik dari Nafi’ tersebut
dikaitkan dengan kitab disyari’atkannya wasiat sebagaimana tersebut dalam surat
Al-Baqarah ayat 180 juga tentang ayat-ayat kewarisan yang salah satunya telah disebutkan
diatas, maka tidak wajib, khususnya untuk kerabat dekat. Akan tetapi jika
dikaitkan dengan sifat hukum, maka hukum wasiat bisa bermacam-macam.
Adakalanya hukum wasiat menjadi wajib apabila wasiat itu ditujukan
untuk membayar hutang atau mengembalikan barang titipan.
Hukum wasiat menjadi sunnah apabila wasiat tersebut ditujukan
kepada kerabat yang tidak menerima warisan atau untuk membuat kebijakan secara umum.
Hukum wasiat menjadi mubah apabila wasiat tersebut di tujukan untuk saudara dan
para kerabat yang kaya. Dan adakalanya hukum wasiat menjadi haram apabila
wasiat ditujukan untuk kejelekan dan kemaksiatan.
Wasiat wajibah adalah interpretasi atau bahkan pelaksanaan firman
Allah dari surat Al-Baqarah ayat 180-181 yang intinya dapat dituturkan sebagi
berikut:
Bahwa orang yang merasa dekat dengan ajalnya, sedangkan ia memiliki harta peninggalan yang cukup banyak maka ia wajib melakukan wasiat untuk kedua orang tuanya dan kerabat-kerabatnya. Dan sesungguhnya orang yang mengubah isi wasiat tersebut akan menanggung akibatnya.
Pada akhirnya sebagai tindak lanjut pendapat-pendapat tersebut di
atas, para fuqaha tidak membatasi tentang siapa-siapa yang memperoleh wasiat
itu, asalkan dengan syarat orang yang menerima wasiat tersebut mempunyai kecakapan
dalam memegang harta di samping dia bukan termasuk ahli waris.
Rujukan:
- Muhammad Ali As-Sayyis, Tafsir Ayat Al-Ahkam, Beirut : t.th,
- Ibnu Al-Arabi, Ahkam Al-Quran, Cet. I, Beirut : Dar Kutub Al-Ilmiyah, 1988,
- Ismail Ibnu Kastir, Tafsir Al-Quran Al-Azim, Beirut : Al-Maktab Al-Ilmiyah, 1994,
- Wahbah Zuhaily, Al-fiqh Islami Wa Adiillatuh,, Beirut : Dar Al-Fikr, 1989,
- Amrullah Ahmad, et.al, Dimensi hukum Islam Di Indonesia Dalam Sistem Hukum Nasional Mengenang 65 th Prof. Dr. Bustanul Arifin, S.H, Jakarta: Gema Insani Press, 1996.