Biografi Abul A'la Maududi
Wednesday, 3 August 2016
SUDUT HUKUM | Nama lengkap dari pemikir besar Islam kontemporer dari anak benua India ini adalah Abu Al A'la Maududi. Maududi dilahirkan pada tanggal 03 Rajab 1321 H, dan bertepatan dengan tanggal 25 September 1903 M di Aurangabad, India Tengah yang kini dikenal dengan nama Andra Pradesh, India. Maududi merupakan putera dari seorang ayah yang bernama Ahmad Hasan.
Semasa kecilnya, Maududi belajar di rumah, diajar dan dididik oleh ayahnya sendiri, Ahmad Hasan, seorang pengikut sufi yang meninggalkan profesinya sebagai pengacara, karena dalam prakteknya dia acapkali harus melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nuraninya sebagai seorang muslim yang hendak memegang teguh kemurnian moral dan akhlak Islami. Dengan begitu, Ahmad Hasan mempunyai cukup waktu untuk mengajar dan mendidik anak-anaknya termasuk Maududi.
Pada waktu usia sebelas tahun, Maududi melanjutkan belajar di sekolah lanjutan yang bernama Madrasah Fauqaniyah, yakni sekolah yang dalam pembelajarannya menggabungkan pendidikan modern Barat dengan pendidikan Islam tradisional. Di sekolah inilah untuk pertama kalinya Maududi mendapat pelajaran ilmu kimia, ilmu alam, matematika dan lain sebagainya.

Maududi dikenal sebagai anak yang cerdas dan menyelesaikan pendidikannya tepat pada waktunya dengan mendapatkan ijazah maulawi. Karena alasan ekonomi, Maududi terpaksa meninggalkan Aurangabad dan pindah ke Heiderabad untuk menumpang hidup pada kakaknya yang tertua.
Di tempat baru ini, Maududi mencoba meneruskan pelajaran sekolahnya di Darul Ulum, salah satu lembaga pendidikan tinggi tempat mencetak ulama di India pada waktu itu. Ketika belajar di lembaga pendidikan inilah ayahnya sakit dan kemudian meninggal, setelah itu pendidikan Maududi terhenti secara formal. Namun dengan metode otodidak, Maududi tetap menekuni pelajaran-pelajarannya di luar lembaga pendidikan formal. Pada awal 1920-an, Maududi telah menguasai bahasa Arab, Persia dan Inggris disamping bahasa Urdu, bahasa ibunya.
Sebagian besar ilmu yang diperoleh Maududi didapatkan melalui jerih payahnya sendiri dengan bimbingan sarjana-sarjana tangguh pada masa itu. Sejak usia muda, Maududi telah menyukai jurnalisme dan pernah menjadi editor di beberapa mass media, ketika usianya baru menginjak dua puluhan tahun. Pada usia dua puluh empat, Maududi membuat kegemparan dengan karya ilmiah besarnya Al - Jihad fi al - Islam (jihad dalam Islam), sebuah buku yang sangat cermat dan tajam analisanya mengenai hukum Islam dalam perang dan damai. Buku ini memperoleh perhatian besar dan mendapatkan penilaian yang tinggi dari dunia akademik, sehingga Sir Muhammad Iqbal dan Maulana Muhammad Ali Jauhar, tokoh terkenal gerakan khilafah dan kemerdekaan, memberikan pujian yang sangat tinggi pada buku tersebut.
Pada tahun 1933, Maududi secara lebih intensif mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk riset dan menulis pendapat-pendapatnya tentang berbagai masalah serta mulai menerbitkan majalah bulanan Tarjuman al Qur'an yang menjadi sarana penyalur gagasan-gagasannya. Ia mencoba mendalami berbagai persoalan zaman modern dan sekaligus menawarkan pemecahan-pemecahan Islami terhadap persoalan tersebut. Gagasan-gagasan Maududi menarik perhatian begitu besar masyarakat karena metodologi yang digunakannya cukup baru dan belum pernah ada yang menggunakan metode tersebut, yaitu dengan melihat permasalahan yang dibahas dari perspektif pengalaman dunia Barat dan Islam dan menganalisanya dari kacamata Al - Qur'an dan Al - Sunah.
Membaca gagasan-gagasan segar Maududi, Muhammad Iqbal kemudian membujuknya agar pindah dari Heiderabad dan tinggal di Distrik Pathankot, suatu daerah di bagian timur Punjab. Di sana Maududi bersama Iqbal mendirikan suatu pusat riset yang dinamakan Dar al Islam, dengan tujuan untuk mendidik sarjana-sarjana Islam agar dapat berkarya secara positif dalam berkhidmat kepada Islam, terutama untuk melakukan rekonstruksi syariat Islam.
Pada tahun 1944, Maududi mendirikan suatu gerakan Islam Jama'ah Islami yang merupakan gerakan kader-kader Islam dan tidak pernah jadi gerakan massa. Gerakan ini sangat disegani terutama karena pemimpin dan anggotanya yang penuh integritas dan dedikasi yang tinggi terhadap Islam.
Ketika Pakistan resmi terbentuk pada tahun 1947, Maududi segera pindah ke Pakistan dan mulai memusatkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk ikut mendirikan suatu negara Islam yang benar-benar sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Dikarenakan gagasan-gagasan Maududi yang sering tidak sepaham dengan beberapa kebijakan pemerintah Pakistan yang oleh Maududi telah dianggap telah melenceng dari dari tujuan awal didirikannya Negara Pakistan, maka pada tahun 1953, Maududi divonis dan dijatuhi hukuman mati. Namun dengan pertimbangan beberapa hal, maka hukuman tersebut diubah menjadi hukuman seumur hidup.
Pemikiran-pemikiran Maududi tidak saja berpengaruh dan berguna di kawasan sub kontinen Indo Pakistan, melainkan juga berpengaruh di seluruh penjuru dunia. Maududi pernah berkeliling dunia untuk memberikan kuliah-kuliah di berbagai ibu kota negara-negara Timur Tengah, London, New York, Toronto dan sejumlah pusat studi di kota-kota besar dunia.
Akhirnya sang pemikir handal Islam ini menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tanggal 23 September 1979 di salah satu rumah sakit yang ada di kota New York, Amerika Serikat.
Rujukan:
Semasa kecilnya, Maududi belajar di rumah, diajar dan dididik oleh ayahnya sendiri, Ahmad Hasan, seorang pengikut sufi yang meninggalkan profesinya sebagai pengacara, karena dalam prakteknya dia acapkali harus melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hati nuraninya sebagai seorang muslim yang hendak memegang teguh kemurnian moral dan akhlak Islami. Dengan begitu, Ahmad Hasan mempunyai cukup waktu untuk mengajar dan mendidik anak-anaknya termasuk Maududi.
Pada waktu usia sebelas tahun, Maududi melanjutkan belajar di sekolah lanjutan yang bernama Madrasah Fauqaniyah, yakni sekolah yang dalam pembelajarannya menggabungkan pendidikan modern Barat dengan pendidikan Islam tradisional. Di sekolah inilah untuk pertama kalinya Maududi mendapat pelajaran ilmu kimia, ilmu alam, matematika dan lain sebagainya.
Baca Juga

Maududi dikenal sebagai anak yang cerdas dan menyelesaikan pendidikannya tepat pada waktunya dengan mendapatkan ijazah maulawi. Karena alasan ekonomi, Maududi terpaksa meninggalkan Aurangabad dan pindah ke Heiderabad untuk menumpang hidup pada kakaknya yang tertua.
Di tempat baru ini, Maududi mencoba meneruskan pelajaran sekolahnya di Darul Ulum, salah satu lembaga pendidikan tinggi tempat mencetak ulama di India pada waktu itu. Ketika belajar di lembaga pendidikan inilah ayahnya sakit dan kemudian meninggal, setelah itu pendidikan Maududi terhenti secara formal. Namun dengan metode otodidak, Maududi tetap menekuni pelajaran-pelajarannya di luar lembaga pendidikan formal. Pada awal 1920-an, Maududi telah menguasai bahasa Arab, Persia dan Inggris disamping bahasa Urdu, bahasa ibunya.
Pada tahun 1933, Maududi secara lebih intensif mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk riset dan menulis pendapat-pendapatnya tentang berbagai masalah serta mulai menerbitkan majalah bulanan Tarjuman al Qur'an yang menjadi sarana penyalur gagasan-gagasannya. Ia mencoba mendalami berbagai persoalan zaman modern dan sekaligus menawarkan pemecahan-pemecahan Islami terhadap persoalan tersebut. Gagasan-gagasan Maududi menarik perhatian begitu besar masyarakat karena metodologi yang digunakannya cukup baru dan belum pernah ada yang menggunakan metode tersebut, yaitu dengan melihat permasalahan yang dibahas dari perspektif pengalaman dunia Barat dan Islam dan menganalisanya dari kacamata Al - Qur'an dan Al - Sunah.
Membaca gagasan-gagasan segar Maududi, Muhammad Iqbal kemudian membujuknya agar pindah dari Heiderabad dan tinggal di Distrik Pathankot, suatu daerah di bagian timur Punjab. Di sana Maududi bersama Iqbal mendirikan suatu pusat riset yang dinamakan Dar al Islam, dengan tujuan untuk mendidik sarjana-sarjana Islam agar dapat berkarya secara positif dalam berkhidmat kepada Islam, terutama untuk melakukan rekonstruksi syariat Islam.
Pada tahun 1944, Maududi mendirikan suatu gerakan Islam Jama'ah Islami yang merupakan gerakan kader-kader Islam dan tidak pernah jadi gerakan massa. Gerakan ini sangat disegani terutama karena pemimpin dan anggotanya yang penuh integritas dan dedikasi yang tinggi terhadap Islam.
Ketika Pakistan resmi terbentuk pada tahun 1947, Maududi segera pindah ke Pakistan dan mulai memusatkan seluruh tenaga dan pikirannya untuk ikut mendirikan suatu negara Islam yang benar-benar sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Dikarenakan gagasan-gagasan Maududi yang sering tidak sepaham dengan beberapa kebijakan pemerintah Pakistan yang oleh Maududi telah dianggap telah melenceng dari dari tujuan awal didirikannya Negara Pakistan, maka pada tahun 1953, Maududi divonis dan dijatuhi hukuman mati. Namun dengan pertimbangan beberapa hal, maka hukuman tersebut diubah menjadi hukuman seumur hidup.
Pemikiran-pemikiran Maududi tidak saja berpengaruh dan berguna di kawasan sub kontinen Indo Pakistan, melainkan juga berpengaruh di seluruh penjuru dunia. Maududi pernah berkeliling dunia untuk memberikan kuliah-kuliah di berbagai ibu kota negara-negara Timur Tengah, London, New York, Toronto dan sejumlah pusat studi di kota-kota besar dunia.
Akhirnya sang pemikir handal Islam ini menghembuskan nafasnya yang terakhir pada tanggal 23 September 1979 di salah satu rumah sakit yang ada di kota New York, Amerika Serikat.
Rujukan:
- Abul A'la Maududi, The Islamic Law and Constitution, Lahore : Islamic Publication, cet. ke-6, 1977.
- Amin Rais dalam Pengantar Abul A'la Maududi, Khilafah dan Kerajaan : Evaluasi Kritis atas Pemerintahan Islam, Bandung : Mizan, cet. ke-6, 1996.
- Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara : Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta : UI Press, 1993.
- Abul A'la Maududi, Hak-hak Asasi dalam Islam, Jakarta : Bumi Aksara, cet. ke-2, 2000.