Hukum Pelaksanaan Walimah al-‘Urs
Saturday, 20 August 2016
SUDUT HUKUM | Ulama antar madzhab sepakat bahwa
sunnah mengadakan walimah al-'urs setelah dukhul atau terjadinya hubungan
intim suami istri. Bukan seperti di Indonesia yang
dilakukan sebelum dukhul. Meskipun demikian, tetap mendapatkan kesunnahan
walimah.
Diriwayatkan oleh Ahmad dari
Hadist, bahwa ketika Ali melamar Fatimah, Rasulullah saw. berkata:
“Harus ada suatu walimah.” Dan sanad hadist tersebut lâ ba'sa bihî yang menunjukkan keharusan
diadaanya walimah dalam arti wajib. Dan
didasarkan pula pada hadist yang diriwayatkan Abu Syaikh dan
Thabrani dari hadist Abu Hurairah ra., sebagai hadist marfu'.
Walimah itu merupakan hak sekaligus sunnah. Barang siapa yang diundang menghadirinya lalu ia tidak menghadirinya, berarti ia telah berbuat maksiat.”
![]() |
Image: www.sahabatpakcek.com |
Yang dimaksud hak tersebut secara
zhahiriyah berarti kewajiban. Namun, para ulama berbeda pendapat,
misalnya jumhur ulama menyatakan bahwa palaksanaan walimah al-'urs hukumnya adalah sunnah muakkad atau sunnah yang diutamakan. Alasan
mereka adalah disuguhkannya makanan dalam walimah al-'urs adalah karena terdapat peristiwa yang menggembirakan yaitu adanya
pernikahan, maka hukumnya diserupakan dengan pelaksanaan walimah-walimah
yang lain yaitu menunjukkan kepada hukum sunnah. Sebab yang lain
dilaksanakannya walimah al-'urs
karena ada pernikahan. Namun, tidak
semua orang mampu mengadakan walimah dalam pernikahan. Perintah wajib
menurut jumhur semestinya mampu dilakukan oleh semua orang. Hal
ini dikemukakan oleh Abdul Aziz Dahlan dalam Ensiklopedi Hukum Islam.
Imam Taqyuddin menjelaskan:
Karena sesungguhnya walimah al-'urs adalah makanan yang tidak dikhususkan bagi orang yang membutuhkan, maka hukumnya diserupakan dengan qurban dan hukum tersebut diqiyaskan untuk walimah yang lain.”
Abi Ishaq Ibrahim bi 'Ali bin
Yusuf Al-Syaerazi dalam kitab al-Muhazzab menyebutkan:
Hukum walimah al-'urs adalah sunnah karena pesta tersebut diadakan karena adanya peristiwa yang menggembirakan.”
Sedangkan Ibnu Hazm menyatakan
bahwa hukum pelaksanaan walimah al-'urs adalah wajib. Karena
hadits-hadits mengenai walimah al- 'urs menunjukkan
bahwa hukum pelaksanaan walimah al-'urs adalah wajib terutama hadits Nabi saw. ketika
menyuruh Abd al-Rahman ibn 'Auf untuk melaksanakan walimah al-urs mengandung
perintah wajib untuk dilaksanakan. Alasan yang lain
adalah kisah pernikahan Ali ibn Abi Thalib dengan Fatimah, putri Nabi
Muhammad saw. Dalam Hadits tersebut juga mengandung keharusan untuk
melaksanakan walimah al-'urs. Hal ini dikemukakan oleh Abdul Aziz
Dahlan dalam Ensiklopedi Hukum Islam.
Dari Buraidah, ia berkata: ketika Ali melamar Fatimah, Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya harus untuk melaksanakan walimah al-'urs.”(H.R.Ahmad)
Adapula ulama lain yang
menyatakan bahwa hukum melaksanakan walimah al-'urs adalah fardu kifayah, yaitu sudah
dianggap cukup apabila salah satunya telah mengerjakan.
Demikian uraian tentang walimah
al-'urs, pengertian serta
hal-hal yang berhubungan erat dengan walimah
al-'urs sebagai landasan
penentuan hukum dari pelaksanaan walimah
al-'urs tersebut. Untuk
mengemukakan pendapat Ibnu Hazm tentang hukum
pelaksanan walimah al-'urs, penulis akan menukilkan dari kitab
karyanya “al-Muhalla” yang pada prinsipnya beliau berpendapat bahwa hukum
pelaksanaan walimah al-'urs
adalah
wajib.
Dalam arti bahwa setiap adanya
pernikahan maka wajib melaksanakan walimah al- 'urs dengan mengadakan sebuah pesta baik
dengan menyuguhkan makanan yang banyak
atau sedikit yang sesuai dengan kemampuan, sebagaimana beliau
kemukakan dalam kitabnya:
Diwajibkan atas tiap-tiap orang yang menikah untuk melaksanakan walimah al-'urs dengan sesuatu baik sedikit maupun banyak.”
Dalam karya yang lain, yaitu
dalam kitab “Maratib al-Ijma‟,” Ibnu Hazm menyebutkan:
Para sahabat telah sepakat dalam ijma‟ bahwa melaksanakan walimah al-'urs bagi orang yang menikah adalah sangat bagus.”
Di antara dasar-dasar yang
dijadikan sebagai pendukung pendapat Ibnu Hazm adalah sebuah riwayat
dari Muslim, dari Yahya ibn Yahya dan Qutaibah dan Abi Rabi', semuanya
dari Hammad ibn Zaid, dari Tsabit al-Banani, dari Anas ibn Malik,
sesungguhnya Rasulullah SAW melihat bekas kuning pada diri Abd al-Rahman
ibn 'Auf, maka Rasulullah SAW bersabda:
Apa ini? Dia menjawab: Saya telah menikah dengan seorang perempuan dengan mahar emas sebesar biji kurma. Nabi saw. bersabda: Adakanlah walimah al-'urs walaupun hanya dengan seekor kambing.” (H.R. Muttafaqun 'Alaih).
Dan juga hadits riwayat dari
Muslim, dari Abu Bakar ibn Abi Syaibah, dari 'Affan ibn Muslim, dari
Hammad ibn Salamah, dari Tsabit al-Banani, dari Anas ibn Malik, dia
bercerita tentang pernikahan Rasulullah saw. dengan Umm al-Mu'minin Shafiyah, maka dia berkata:
Rasulullah saw. mengadakan walimah al-'urs untuk Shafiyah dengan menyuguhkan kurma, susu kering dan samin.”(H.R.Muslim).
Dan hadits riwayat Bukhari, dari
Muhammad ibn Yunus, dari Safyan, dari Mansur ibn Shafiyah, dari
ibunya Shafiyah binti Syaibah, dia berkata:
Nabi Muhammad saw. melaksanakaan walimah al-'urs untuk sebagian istrinya dengan dua mud gandum.”(H.R. Bukhari).
Ibnu Hazm menolak pendapat ulama
yang menyatakan bahwa hukum pelaksanaan walimah al-'urs adalah sunnah berdasarkan hadits-hadits
yang telah disebut di atas. Terutama
maksud yang terkandung dalam hadits yang pertama, di sana dinyatakan bahwa
Nabi Muhammad saw. menyuruh Abd al-Rahman ibn 'Auf untuk
melaksnakan walimat al-'urs
walaupun
hanya dengan seekor kambing dengan
menggunakan fi'il amr, menurut Ibnu
Hazm fi‟il amr mengandung perintah wajib untuk
dilaksanakan. Hal ini dikemukakan oleh Abdul Aziz
Dahlan dalam Ensiklopedi Hukum Islam. Sehingga pelaksanaan walimat
al-'urs adalah wajib
dilaksanakan oleh orang yang menikah, apabila tidak dilaksanakan maka akan
mendapat celaan.
Rujukan:
Syams al-Din Muhammad bin Abi 'Abbas al-Ansari, Nihayatul Muhtâj ila Syarh al- Minhâj, Beirut: Dar Al- Fikr, Juz VI,
Syaikh Hassan Ayyub, Fikih Keluarga, Terj. Abdul Ghaffar, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet-V, 2006.
Imam Taqyuddin, Kifayah al-Ahyar, Semarang : Toha Putra, Juz II, t,th.
Ahmad Ibnu Hambal, Musnad Imam Ahmad Ibnu Hambal, Beirut: Dar al-Kutub al ilmiah, Juz V, t,t.
Imam Nasa'i, Sunan Al-Nasa‟i, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, Juz VI, t,t.
Ibnu Hazm, Al-Muhalla, Beirut: Dar al-Fikr, Juz IX, t,t.
Ibnu Hazm, Maratib al-Ijma‟, Beirut : Dar al-Kutub al-Ilmiah, t,t.