Pendapat Imam Malik Tentang Jual Beli Anjing
Saturday, 20 August 2016
SUDUT HUKUM | Dalam kitab al Muwattha’
disebutkan bahwa hukum tsaman (hasil
dari jual beli anjing) adalah
makruh baik anjing yang bermanfaat maupun
tidak.
Imam Malik berkata: saya memakruhkan harga anjing baik yang bermanfaat maupun tidak, karena Nabi Saw. Melarangnya”.
Beliau mendasarkan pada sabda
Nabi Saw. berikut ini:
Dari ibn Syihab, dari Abi Bakr bin Abd al Rahman bin Harits bin Hisyam, dari Abi Masy'ud al Anshari, sesungguhnya Rasulullah Saw. melarang harga anjing, harga pezina dan ongkos peramal.”
Meskipun dalam hadis tersebut
jelas-jelas ada larangan dari Nabi Saw. akan tetapi Imam Malik
memberikan hukum makruh bukan haram. Hukum makruh jual beli anjing
bukan karena najisnya melainkan karena adanya larangan langsung dari
Nabi Saw. karena Imam Malik tidak menghukumi najis pada anjing,
meskipun beliau mewajibkan membasuh tujuh kali, hal itu bukan karena
najisnya melainkan karena murni beribadah kepada Allah.[1] Tidak najisnya
anjing menurut beliau didasarkan pada firman Allah dalam QS. Al Maidah ayat 5:
Mereka menanyakan kepadamu: "Apakah yang Dihalalkan bagi mereka?". Katakanlah: "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatih nya untuk berburu; kamu mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu (waktu melepaskannya). dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat cepat hisab-Nya.”
Dalam ayat tersebut menjelaskan
tentang anjing yang digunakan untuk berburu. Kemudian imam
Malik berpendapat, jikalau anjing itu najis maka najislah hasil buruannnya
ketika anjing membawanya kepada tuannya.[2]
Dilihat dari bagaimana kebiasaan
anjing ketika menyerahkan hasil buruan kepada tuannya, yaitu dengan menggigit.
padahal dalam sebuah hadis dijelaskan bahwa jilatan anjing
itulah yang menyebabkan sebuah bejana itu najis yang wajib dibasuh dengan
tujuh kali basuhan yang salah satunya dicampur dengan debu. Otomatis
jika anjing itu membawa hasil buruan kepada tuannya dengan cara
tersebut maka sudah pasti jilatan atau air liurnya mengenai hasil buruan itu.
[1]
Wahbah Al
Zuhaili, Al Fiqh Al Islam wa Adillatuhu, jld. I, Damsiq: Dar Al Fiqr, Cet VII,
2006, hlm. 295, 305-306.
[2]
Ahamad Al
Syurbashi, Yasalunaka fi Al Din wa Al Hayat, Beirut-Libanon: Dar Al
Jail,
1996,
hlm. 26-27.