Pengertian Overmacht
Monday, 22 August 2016
SUDUT HUKUM | Overmacht dalam hukum
pidana diatur dalam pasal 48 KUHP yang menyatakan:
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dipidana”.[1]
Menurut bunyi pasal tersebut,
daya paksa (overmacht) menjadi dasar peniadaan hukuman.
Undang-undang hanya menyebut tidak dipidana seseorang yang melakukan
perbuatan karena terdorong keadaan atau daya yang memaksa.
Undang-undang tidak menjelaskan apakah yang dimaksud dengan daya
paksa (overmacht). Pengertian dan penjelasan tersebut diberikan
oleh para sarjana hukum.
Kata “daya paksa” dalam pasal
tersebut adalah salinan kata Belanda “overmacht”, yang
artinya suatu keadaan, kejadian yag tidak dapat dihindarkan dan terjadi di
luar dugaan (di luar kekuasaan manusia).[2]


Moeljatno memberikan pengertian overmacht
sebagai kekuatan atau daya paksa yang
lebih besar.[3]
Surjanatamihardja menerjemahkan kata overmacht dengan
berat lawan, sedang Jusuf Ismail menerjemahkannya dengan
terpaksa oleh sesuatu kekuasaan yang tidak dapat dihindarkan.[4]
Terdapat beberapa pendapat yang
berbeda-beda mengenai penjelasan overmacht, yang
bukan tidak mungkin dapat menimbulkan kesalahpahaman atau kebingungan,
apabila tidak dijelaskan. Menurut Van Hammel, overmacht yaitu
suatu keadaan yang menggambarkan adanya suatu
ketidakmungkinan untuk memberikan perlawanan.[5]
Menurut Memorie
van Toelichting (MvT) mengenai pembentukan pasal 48 KUHP
tersebut, overmacht disebut sebagai suatu yang datang dari luar yang
membuat sesuatu perbuatan itu
menjadi tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada pelakunya dan telah dirumuskan sebagai kekuatan
yang datang bukan dari diri sendiri. Setiap paksaan, setiap tekanan
dimana terhadap kekuatan, paksaan atau tekanan tersebut orang tidak
dapat memberikan perlawanan.[6]
Overmacht ini merupakan
kekuatan yang datang dari luar, yang disebabkan oleh alam
lingkungan yang mengelilingi, atau juga yang dipaksa oleh orang lain. Overmacht
dapat digambarkan sebagai peristiwa dimana seseorang karena
ancaman bahaya, dipaksa melakukan suatu tindak pidana.
Orang tersebut bisa melawan ancaman tersebut, tetapi apabila hal ini
dilakukannya akan merupakan suatu perbuatan kepahlawanan atau
perbuatan nekad yang berakibat fatal bagi dirinya. Misalnya seseorang yang
diancam oleh orang lain dengan sebuah pistol, kemudian menembak
mati orang lain, apabila hal ini dibenarkan dapat dianggap sebagai
overmacht. Ia tidak dipidana karena tunduknya pada ancaman tersebut,
diakui sebagai suatu yang dapat dimaafkan.
[1]
Andi
Hamzah, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: Rineka Cipta, 2006, hlm.
25.
[2] Simorangkir dkk, Kamus Hukum, Jakarta:
Sinar Grafika, 2009, hlm. 118.
[3] Moeljatno, Azas-azas Hukum
Pidana, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm. 139
[4] Wirjono Azas-Azas Hukum Pidana
di Indonesia, Jakarta: Eresco, 1981 hlm. 75
[5]
Lamintang,
Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: Sinar Baru 1990, hlm 410
[6] Ibid, hlm 408