Pengertian Syiqaq dan Nusyuz
Friday, 26 August 2016
Pengertian Syiqaq
Syiqaq adalah
perselisihan, percekcokan, dan permusuhan. Perselisihan yang berkepanjangan dan
meruncing antara suami istri. Kamal Muchtar, peminat dan pemerhati hukum Islam
dari Indonesia, pengarang buku asas-asas hokum Islam tentang perkawinan, mendefinisikan
Sebagai perselisihan suami istri yang diselesaikan oleh dua orang hakam (juru
damai).[1]
Syiqaq merupakan
perselisihan yang berawal dan terjadi pada kedua belah pihak suami dan istri
secara bersama-sama. Dengan demikian, syiqaq berbeda dengan Nusyuz,
yang perselisihannya hanya berawal dan
terjadi pada salah satu pihak, suami atau istri. Untuk mengatasi kemelut rumah
tangga yang meruncing antara suami dan istri agama Islam memerintahkan agar
diutus dua orang hakam (juru damai). Pengutusan hakam ini bermaksud
untuk menelusuri sebab terjadinya syiqaq dan berusaha mencari jalan
keluar guna memberikan penyelesaian terhadap kemelut rumah tangga yang
dihadapkan oleh kedua suami istri tersebut.
Pengertian Nusyuz

Nusyuz secara
terminologi adalah suatu fenomena yang sebenarnya berasal dari perempuan,
tetapi ada kalanya juga ditimbulkan dari laki-laki, walaupun bisa jadi berawal
dari keduanya dengan saling menuduh dan saling menghujat terhadap salah
satunya. Ulama Fiqh mengartikulasikan Nusyuz dengan pengertian yang
lebih umum, mereka berpendapat bahwa Nusyuz kemungkinan bisa dari pihak
istri atau suami dengan melihat konteks ayat diatas.
Nusyuz adalah konklusi
yang tidak bisa dihindari dari pertikaianpertikaian besar yang menimpa pasangan
suami istri. Telah diketahui, bahwa manakala pertikaian-pertikaian berjalan
cukup lama, ia pun akan menjadi semakin gawat dan melahirkan suasana kebencian
serta permusuhan yang kadang kala pada klimaksnya sampai pada keberpalingan.
Dari kasus semacam ini yang kemudian muncul adalah kata Nusyuz, yaitu
keluarnya suami istri atau salah satunya dari tugas dan kewajibannya, dan dia
tidak melaksanakannya karena keengganan dan tidak mau patuh.
[1]
Dahlan
Abdul Azis, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta: PT Ichtiar Baru Van
Hoeve,
1996),
hlm. 1708.
[2]
Shalih bin
Ghonim As-Sadlan, Kesalahan-Kesalahan Istri, (Jakarta : Pustaka
Progresif,
2004),
Hlm. 3.