Penulisan Hadis Nabi
Thursday, 25 August 2016
SUDUT HUKUM | Penulisan hadis Nabi sesungguhnya telah terjadi pada masa Nabi sendiri. Surat-surat yang dikirim Nabi kepada para gubernurnya, isinya merupakan hadis Nabi. Demikian pula perintah Nabi menuliskan sebagian hadisnya atas permohonan sebagian sahabat, seperti Abu Syah, merupakan bukti bahwa penulisan hadis telah ada pada masa Nabi. Tetapi baru kemudian secara resmi pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz, baru ditulis secara resmi melalui gerakan penulisan hadis yang dikomandoi oleh khalifah. Oleh karena itu, penulisan hadis dapat dilihat dalam dua periode, yaitu periode prakodifikasi dan periode kodifikasi.
Penulisan hadis prakodifikasi diidentifikasi dengan istilah كتابة الحديث. Ciri penulisan pada masa ini lebih kepada aktivitas pribadi untuk kepentingan pribadi. Tetapi, meskipun demikian, penulisan hadis ini telah meluas di kalangan sahabat. Hal dapat dilihat banyaknya catatan-catatan hadis sahabat yang ditemukan. Mustafa A’zhami dari penelitiannya, mencatat tak urang dari 32 buah sahifah hadis. Di antara mereka yang menulis adalah Abu Ayyub al-Anshari, Abu Bakar al-Shiddiq, Abu Said al-Khudhri, Abu Musa al-Asy’ari, Abu Hurairah, Anas bin Malik dan lain-lain. Dari realitas ini terlihat bahwa meskipun ada hadis Nabi yang melarang penulisan hadis, tetapi tampaknya mereka memahami bahwa larangan tersebut adalah penulisan hadis bersama al-Qur’an dalam satu musfhaf dan kekhawatiran akan bercampurnya ayat-ayat al-Qur’an dengan hadis.
Jadi tidak benar seperti apa yang dikatakan oleh sebagian orang bahwa penulisan hadis baru 100 kemudian setelah wafat.
Penulisan hadis yang dikomandoi oleh Khalifah Umar ibn Abdul Aziz (99-101 H), khalifah Bani Umayyah merupakan masa kodifikasi hadis yang disebut dengan istilah تديون الحديث. Gerakan ini bersifat resmi, karena instruksi khalifah kepada para gubernur terutama gebernur Madinah untuk mengumpulkan dan menuliskan hadis-hadis Nabi. Khalifah juga membentuk tim khusus yang melakukan gerakan ini, di mana tim ini dibawah komando Muhammad Syihab al-Zhuhri. Kepentingan penulisan hadis pada masa ini tidak lagi untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kepentingan bersama.
Meskipun tidak ditemukan sampai saat ini hasil kerja tim bentuk khalifah ini, tetapi instruksi khalifah ini jelas telah membuka situasi dan suasana baru, yaitu gerakan mengumpulkan dan mencatatkan hadis-hadis Nabi. Para ulama tidak lagi enggan menuliskan hadis-hadis Nabi. Oleh karena itu, di samping tim khusus yang dibentuk oleh khalifah, sebagian ulama dengan inisiatif dan biaya sendiri melakukan safari dari satu daerah ke daerah lain dalam waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hadis-hadis Nabi. Gerakan ini diikuti pula oleh generasi-generasi setelah mereka dan menyempurnakan dengan memilah-milah mana hadis-hadis yang shahih, dha’if, dan maudhu’. Inilah misalnya karya-karya generasi abad ketiga seperti Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasai, dan Sunan Ibn Majah.
Penulisan Hadis Pra Kodifikasi
Baca Juga
Penulisan Hadis Pra Kodifikasi
Penulisan hadis yang dikomandoi oleh Khalifah Umar ibn Abdul Aziz (99-101 H), khalifah Bani Umayyah merupakan masa kodifikasi hadis yang disebut dengan istilah تديون الحديث. Gerakan ini bersifat resmi, karena instruksi khalifah kepada para gubernur terutama gebernur Madinah untuk mengumpulkan dan menuliskan hadis-hadis Nabi. Khalifah juga membentuk tim khusus yang melakukan gerakan ini, di mana tim ini dibawah komando Muhammad Syihab al-Zhuhri. Kepentingan penulisan hadis pada masa ini tidak lagi untuk kepentingan pribadi, tetapi untuk kepentingan bersama.
Meskipun tidak ditemukan sampai saat ini hasil kerja tim bentuk khalifah ini, tetapi instruksi khalifah ini jelas telah membuka situasi dan suasana baru, yaitu gerakan mengumpulkan dan mencatatkan hadis-hadis Nabi. Para ulama tidak lagi enggan menuliskan hadis-hadis Nabi. Oleh karena itu, di samping tim khusus yang dibentuk oleh khalifah, sebagian ulama dengan inisiatif dan biaya sendiri melakukan safari dari satu daerah ke daerah lain dalam waktu yang cukup lama untuk mendapatkan hadis-hadis Nabi. Gerakan ini diikuti pula oleh generasi-generasi setelah mereka dan menyempurnakan dengan memilah-milah mana hadis-hadis yang shahih, dha’if, dan maudhu’. Inilah misalnya karya-karya generasi abad ketiga seperti Shahih al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, Sunan Nasai, dan Sunan Ibn Majah.
Daftar Rujukan
- Muhammad ibn Mathar al-Zahrani, Tadwin al-Sunnah al-Nabawiyah, Nasy’atuhu wa Tathawwuru, Dar al-Hudhari.
- Muhammad ‘Ajjaj al-Khathib, al-Sunnah Qabla Tadwin, Dar al-Fikr.
- Mustafa A’zhami, Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya, Pustaka Firdaus, 1994